tirto.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengimbau agar konsumen lebih teliti saat membeli rumah di kawasan perumahan. Pasalnya, tidak sedikit kasus yang muncul akibat ketidaksesuaian antara tawaran yang disampaikan oleh pengembang dengan kenyataannya di lapangan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari September 2017 sampai dengan sekarang, setidaknya ada 10 aduan terkait masalah perumahan yang telah diterima BPKN. Keluhannya pun beragam, mulai dari masalah sertifikat rumah, biaya iuran, sampai dengan kebutuhan mendasar seperti ketersediaan air bersih.
Menurut Kepala BPKN Ardiansyah Parman, perlu adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap aspek-aspek yang terkait dengan transaksi pembelian rumah.
“Ada empat hal yang perlu diperhatikan saat bertransaksi, yakni pastikan sudah punya izin lokasi, ada sertifikat hak atas tanah, adanya IMB (Izin Mendirikan Bangunan), serta jaminan pembiayaan,” ucap Ardiansyah saat jumpa pers di kantornya, Jakarta pada Kamis (25/1/2018).
Selain mendorong edukasi terhadap konsumen, BPKN juga menegaskan perlunya pengawasan kepada pihak pengembang. Ardiansyah mengatakan bahwa BPKN siap untuk bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait sehingga sistem pengawasan dapat lebih digalakkan.
Masih dalam kesempatan yang sama, Koordinator Bidang Advokasi BPKN Rizal Halim mengungkapkan bahwa kasus biasanya muncul karena adanya maladministrasi. Rizal pun tidak menampik apabila maladministrasi bersumber dari adanya kelalaian dalam mengawasi transaksi.
“Biasanya regulasinya sudah clear, tapi para pihak di pasar yang menerjemahkannya berbeda-beda,” ucap Rizal.
“Pengawasan harus dilakukan, sehingga otoritas jangan melepas begitu saja. Tupoksi dari regulator ialah melakukan pengaturan tapi juga harus mengamankan kebijakan dan aturan tersebut,” tambah Rizal.
BPKN pun lantas menekankan agar pengembang perumahan mampu memberikan informasi secara jelas, benar, dan jujur kepada konsumennya.
Adapun kewajiban pengembang perumahan tersebut sesuai dengan Perjanjian Perikatan Jual Beli Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 dan Penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2011, serta Pasal 8, 9, dan 10 dari UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kasus terkait perumahan yang belum lama ini ditangani BPKN sendiri ialah menindaklanjuti aduan penghuni perumahan Violet Garden yang terletak di Bekasi Barat, Jawa Barat.
Lebih kurang 355 unit rumah yang telah melakukan pembelian dengan fasilitas KPR melalui BRI dan BTN maupun tunai tiba-tiba dikejutkan dengan pemberitahuan dari Bank Maybank Indonesia yang menyatakan bahwa pengembang perumahan Violet Garden menjadikan tanah perumahan sebagai jaminan kredit modal kerja.
Sejak aduannya masuk pada 20 September 2017, BPKN mengklaim telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada BTN, BRI, dan PT Nusuno Karya selaku pihak pengembang di awal tahun ini.
Tiga rekomendasi yang diberikan BPKN tersebut yaitu meminta agar BTN dan BRI menghentikan sementara proses penagihan, meminta agar urusan dokumen sertifikat rumah warga perumahan Violet Garden segera diselesaikan, serta mengimbau kepada warga untuk menunda pembayaran sampai adanya jaminan.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora