tirto.id - Pada Senin (29/10), dunia penerbangan Indonesia kembali berduka. Pesawat maskapai Lion Air JT-610 kehilangan kontak beberapa menit setelah lepas landas dan jatuh di perairan dekat Tanjung, Karawang, Jawa Barat. Pesawat bertipe Boeing 737 Max 8 ini baru dioperasikan pada 15 Agustus 2018.
Seri 737 adalah produk andalan perusahaan Boeing yang kerap mengalami kecelakaan.
Boeing 737 Max 8 sendiri merupakan salah satu tipe terbaru dari seri 737 beserta Max 7, Max 8, Max 9 dan Max 10. Seri Max ini mulai memasuki pasar sejak 2017. Boeing mengklaim seri Max 8 dapat menempuh jarak hingga 6.570 kilometer atau terbang selama 7 jam 30 menit tanpa pengisian bahan bakar.
Diproduksi di Renton, Washington, Amerika Serikat, pesawat ini dilengkapi dengan mesin LEAP-1B dari CFM Internasional yang diklaim dapat meredam suara mesin hingga 40 persen. CFM adalah perusahaan patungan antara General Electric dari AS dan Safran Aircraft Engines dari Perancis.
CFM juga mengatakan bahwa kinerja mesin LEAP-1B lebih baik 15 persen dalam konsumsi bahan bakar dan produksi CO2 dibandingkan dengan mesin CFM56 yang digunakan oleh varian Boeing 737 sebelumnya.
Dengan kapasitas maksimal 210 kursi, varian Max 8 memiliki panjang 35,56 meter dengan lebar bentangan sayap sepanjang 35,9 meter. Boeing 737 Max 8 adalah pesawat Boeing pertama yang memiliki fitur double winglet (dua lekukan pada masing-masing ujung sayap). Harga rata-rata satu unit pesawat Boeing 737 Max 8 berkisar di angka 117,1 juta dolar AS.
Boeing Company juga mengklaim bahwa seri Max membutuhkan lebih sedikit biaya perawatan dibandingkan varian A320 Airbus, kompetitor Boeing 737 Max 8.
Sampai hari ini, Boeing telah menjual berbagai varian Max kepada 69 maskapai di seluruh dunia. Max tercatat sebagai varian paling laris sejak berdirinya Boeing. Hampir 4.700 pesanan berasal dari seratusan pelanggan di seluruh dunia. Selain Lion Air, Garuda Indonesia tercatat sebagai salah satu maskapai pembeli varian Max.
Lion Air adalah maskapai Indonesia pertama yang mengoperasikan Max 8. Sebelumnya, anak usaha Lion Air, Malindo Air, yang kemudian berubah namanya menjadi Batik Air Malaysia, menjadi maskapai pertama di dunia yang menggunakan Boeing &37 Max 8.
“Sebagai maskapai pertama di Indonesia yang mengoperasikan MAX-8 tentu kami sangat bangga. Pesawat baru ini akan mendukung kami untuk terus mengembangkan rute perjalanan ke tujuan yang lebih jauh, dan memainkan peran penting dalam memberikan biaya penerbangan yang terjangkau,” kata Andy M Saladin, Manajer Hubungan Masyarakat Lion Air Group sebagaimana tertulis di situsweb resmi perusahaan tersebut.
Lion Air telah memesan varian Max 8 hingga 218 unit. Hingga hari ini, 11 pesawat Boeing 737 Max 8 telah dioperasikan oleh maskapai tersebut, termasuk pesawat beregistrasi PK-LQP yang jatuh di Karawang. Lion Air juga telah memesan varian Max 9 dan Max 10.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Tirto per 18 Maret 2018, selain Max 8, Lion Air memiliki 4 unit Boeing 737 Max 9 dan 1 unit Max 10. Khusus untuk varian Max 10, Lion Air bahkan telah memesan hingga 50 unit dengan nilai kontrak sebesar 6,24 miliar dolar AS. Lion tercatat sebagai konsumen pesawat Boeing terbesar yang pernah ada dalam sejarah perusahaan asal Seattle tersebut, baik dalam kuantitas maupun nominal harga.
Kecelakaan yang menimpa Lion Air JT-610 adalah insiden pertama yang melibatkan varian Max. Seperti dilaporkan oleh Guardian, Boeing mengatakan siap memberikan bantuan teknis untuk menyelidiki kecelakaan tersebut.
Pada 2017, sesaat sebelum dipasarkan, Boeing Company mengumumkan penundaan sementara uji coba penerbangan seri 737 Max karena masalah pada bagian mesin. Saat itu, sebagaimana dilaporkan Reuters, saham Boeing New York Stock Exchange sempat jatuh 1,3 persen ke 183,15 dolar AS.
Baru-baru ini, pada April 2018 lalu, mesin dari sebuah pesawat Boeing 737 milik maskapai Southwest asal AS meledak dan menewaskan seorang penumpang.
Terlaris di Dunia, Kerap Kecelakaan
Tipe Boeing 737 merupakan serial pesawat yang menjadi produk unggulan dari Boeing. Pada Maret lalu, perusahaan asal Seattle ini merayakan produksi unit ke-10.000 dari tipe pesawat jet 737 dengan satu lorong.
Seattle Times melaporkan, produksi tersebut menandai perjalanan Boeing 737 sebagai pesawat berbadan besar terlaris dalam sejarah.
Selama lima dekade terakhir, seri 737 telah berevolusi dari pesawat kecil berjarak tempuh pendek menjadi pesawat dengan kapasitas penumpang dua kali lebih banyak dan berjarak tempuh dua kali lipat dari semula.
Seri 737 pertama, 737-100, misalnya, hanya melayani rute penerbangan jarak pendek, misalnya dari Seattle ke Spokane, AS, yang jarak sekitar 360 kilometer.
Karena 737 awalnya dinilai jelek, Boeing membenahi seri tersebut secara signifikan pada 1981. dari upaya tersebut, lahirlah seri 737-300, 400, dan 500. Ketiga seri mulai menggunakan mesin produk CFM.
Pada 1993, Boeing kembali memperbarui seri 737 dengan bentuk yang nyaris baru. Seri ini disebut dengan Boeing 737 Next Generation (NG), yakni seri 737-600, 700, 800, serta 900. Varian ini adalah yang paling sukses. Sebanyak 6.600 unit telah terjual hingga Maret 2018 lalu.
Berdasarkan laporan dari Business Insider, hingga Juli 2018, Boeing dikabarkan telah mendapat 14.866 pesanan untuk keseluruhan tipe Boeing 737.
Saingan utama 737 adalah pesawat seri A320 produksi Airbus. Hingga Mei lalu, sebanyak 14.678 unit A320 telah dipesan.
Sayangnya, predikat 737 sebagai pesawat jet terlaris di dunia ternoda oleh rekam jejak kecelakaan. Bahkan, 737 tercatat sebagai tipe pesawat yang paling sering mengalami kecelakaan. BBCmencatat, setidaknya terdapat 15 bencana udara besar yang melibatkan seri Boeing 737 di luar varian Max sejak 1998 hingga 2018.
Mari kita hitung mundur. Pada Mei 2018, sebuah pesawat Boeing 737 jatuh tak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Jose Marti di Havana. Sebanyak 112 orang tewas dan satu penumpang selamat. Pada Maret 2016, sebuah pesawat 737-800 jatuh di Rusia dan menewaskan 62 penumpangnya.
Dua pesawat lagi jatuh pada November 2013 di Rusia dan di Pakistan pada April 2012. Insiden ini menewaskan 271 penumpang. Dua tahun sebelumnya, satu pesawat jatuh pada Mei 2010 di India, Rusia (September 2008), Kenya (Mei 2007), Sulawesi (Januari 2007), Brazil (September 2006), Nigeria (Oktober 2005), Afghanistan (Februari 2005), Sudan (Juli 2003), Aljazair (2003). Dua pesawat seri 737-200 terjatuh pada Juli 2000 di India dan April 2000 di Filipina.
Dari 15 insiden tersebut, korban yang meninggal dunia mencapai angka total sekitar 1.587 orang.
Dalam laporan berjudul “Statistical Summary of Commercial Jet Airplanes Accidents” (2017) yang dirilis Boeing, seri keluarga Boeing 737 mencatatkan hull loss (istilah yang digunakan untuk menyebut status sebuah pesawat yang hancur atau tidak dapat diperbaiki lagi) terbanyak dibandingkan tipe lainnya sejak 1959 hingga 2016.
Tipe 737-100 dan 200 mencatatkan 102 hull loss dengan 52 di antaranya menimbulkan korban tewas. Tipe 737-300, 400, dan 500 mencatatkan 50 hull loss dengan 19 kasus yang berujung pada kematian. Sementara itu, tipe 737-600, 700, 800, dan 900 mencatatkan 15 hull loss dengan 7 di kasus yang menelan korban.
Airbus dengan seri A320, 321, 319, dan 318 sendiri mencatatkan 25 hull loss; 12 di antaranya mengakibatkan korban tewas.
Penyebab kecelakaan tersebut beragam. Laporan Allianz Global Corporate & Speciality bertajuk “Global Aviation Safety Study” (2017) menyebutkan bahwa selama periode 2003-2012, sebanyak 57 persen kecelakaan pesawat terjadi ketika pesawat mulai menurunkan ketinggian dan mendarat. Sebanyak 24 persen kecelakaan terjadi ketika pesawat lepas landas atau naik ke ketinggian tertentu. Hanya 9 persen kecelakaan terjadi ketika pesawat sedang melaju di ketinggian.
Editor: Windu Jusuf