tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membenarkan buoy pendeteksi tsunami di Indonesia memang tidak ada yang berfungsi. Tidak hanya rusak, namun buoy itu juga banyak yang hilang akibat penempatannya di tengah lautan lepas.
“Sebagian besar memang hilang karena ditaruhnya di samudera. Untuk yang memasang adalah BPPT [Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi]. Mestinya data dari buoy itu bisa mendukung data yang masuk ke BMKG,” kata Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono kepada Tirto, pada Selasa (2/10/2018).
Lebih lanjut, Rahmat mengatakan bahwa buoy itu bisa membuat data yang dikeluarkan BMKG jadi lebih akurat. Oleh karena tingkat akurasinya yang tinggi, buoy dapat mempertegas peringatan yang disampaikan BMKG kepada masyarakat.
Meskipun saat ini tidak ada buoy, Rahmat mengklaim bukan berarti sistem peringatan dini tsunami dari BMKG tidak berfungsi dengan baik.
Ia menyebutkan, buoy sifatnya lebih sebagai komplementer, sehingga apabila tidak ada sekalipun, kinerja BMKG tidak begitu terganggu.
“Tanpa itu (buoy), kami tetap bisa memberikan sistem peringatan dini. Bukan berarti lumpuh, tapi memang kalau ada itu, akurasinya jadi lebih meningkat,” ungkap Rahmat.
Terkait buoy yang diketahui tidak berfungsi ataupun hilang, Rahmat enggan menyalahkan BPPT begitu saja. Menurut Rahmat, pengawasan buoy itu merupakan tanggung jawab seluruh pihak, termasuk para nelayan yang melintas. Ia pun turut menginformasikan bahwa buoy sebetulnya juga telah ditulisi sebagai barang milik negara.
“Sejak skenario dibangun, buoy belum pernah memberikan dukungan berupa data ke BMKG. Dari mulai dipasang pada sekitar 2006-2007, sama sekali belum pernah. Karena tak lama setelah dipasang, sudah langsung hilang,” jelas Rahmat.
Masih dalam kesempatan yang sama, Rahmat menyambut baik apabila nantinya ada buoy yang bakal dipasang lagi. Kendati demikian, ia menekankan bahwa sistem peringatan dini yang diresmikan oleh pemerintah pada 2008 sudah terbiasa untuk bekerja tanpa mengandalkan kerja buoy sebagai alat pendeteksi tsunami.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yandri Daniel Damaledo