Menuju konten utama

BJ Habibie Minta Masyarakat Tak Lupakan Tragedi Mei 98

Dalam peringatan 98, Habibie mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia tidak boleh melupakan fakta tragedi tersebut. Meski banyak yang mengatakan jumlah korban tidak sampai 250 jiwa, kata dia, namun hal tersebut merupakan ujung tombak dari ketidakadilan.

BJ Habibie Minta Masyarakat Tak Lupakan Tragedi Mei 98
Mantan Presiden BJ Habibie. Antara foto/Regina Safri.

tirto.id - Sejumlah tokoh masyarakat peringati tragedi 98 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon Jakarta Timur, pada Senin (18/5/2017). Hadir Presiden ke-3 RI BJ. Habibie, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, dan Komisioner Komnas Perempuan dan keluarga korban tragedi 98.

Pada kesempatan tersebut, Habibie menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang moderat. Meski merupakan masyarakat Islam terbesar di dunia, namun Indonesia bukanlah merupakan suatu negara Islam, tetapi negara yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa.

“Dasar dari UUD 1945 dan Pancasila itu adalah berakar pada sumber daya manusia yang mengakui adanya nilai-nilai absolut, dan nilai-nilai relatif, dan kita mau mempunyai kemauan tekad bersama untuk terbentuk negara kesatuan RI,” ungkap Habibie di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Senin (8/5/2017).

Dalam peringatan 98, Habibie mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia tidak boleh melupakan fakta tragedi tersebut. Meski banyak yang mengatakan jumlah korban tidak sampai 250 jiwa, kata dia, namun hal tersebut merupakan ujung tombak dari ketidakadilan.

Senada dengan BJ Habibi, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat mengingatkan bahwa di Indonesia pernah terjadi konflik sosial yang dipicu melalui konflik politik hingga menimbulkan banyak korban.

“Kita ke sini ini dalam rangka untuk mengingatkan kembali supaya jangan sampai terjadi peristiwa Mei 98 yang kemudian peristiwa-peristiwa kerusuhan yang lain yang mana itu berdasarkan kepada persoalan-persoalan SARA. Ini mengingatkan kembali supaya jangan terulang,” kata dia di lokasi yang sama, Senin (8/5/2017).

Djarot pun sempat menyinggung adanya permainan isu SARA pada Pilkada DKI Jakarat kemarin, sama halnya dengan isu SARA yang digunakan pada tragedi 98. Isu-isu SARA kemarin, menurutnya hanya semata kepentingan politik. Karenanya, ia berharap Pilkada 2018 jangan lagi ada yang memainkan isu-isu SARA, politisasi agama, dan politisasi tempat-tempat ibadah.

“Kita ini sebagai bangsa, saya tadi menyampaikan bahwa ini kita menjadi bangsa Indonesia yang seutuhnya. Kalau sudah seutuhnya betul tanpa memandang ya, apa suku, apa agama, apa asal usulmu, sama semua kita sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sekali lagi jangan sampai terulang kejadian seperti Mei 98,” ucap dia.

Djarot mengaku banyak warga yang datang kepadanya dan mengatakan jangan sampai Pilkada Jakarta terulang seperti peristiwa kerusuhan Mei 98. “Di lain sisi banyak warga yang datang ke saya jangan sampai Pilkada Jakarta terulang seperti peristiwa kerusuhan Mei 98, bukan hanya dari etnis Tionghoa, tapi juga etnis macem-macem, bukan cuma dari agama Kristen tapi juga Islam. Jangan sampai terjadi lagi seperti Mei 98 terjadi lagi di Jakarta,” tambah Djarot.

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan, Azriana menjelaskan kerusuhan Mei 98 memperlihatkan ketika sentimen etnis dimainkan dan perpecahan terjadi, maka yang akan menjadi korban bukan saja warga masyarakat dati etnis yang disasar, tetapi juga masyarakat lainnya. Di sisi lain, lanjut dia, banyak pihak yang akan mengambil keuntungan dari perpecahan yang terjadi dari situasi yang tak terkendali.

Azriana menyayangkan adanya penyangkalan terhadap Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 98 tentang kekerasan seksual terhadap 85 perempuan Etnis Tionghoa yang terjadi secara meluas termasuk perkosaan yang dilakukan secara berkelompok, menurut dia bukan saja telah mengingkari rasa keadilan korban dalam kurun waktu yang cukup panjang, tetapi juga mengakibatkan ancaman perkosaan terhadap perempuan dari etnis Tionghoa kembali digunakan sebagai cara dalam menyikapi perbedaan.

Karenanya, ia mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan dan menuntaskan permasalahan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi dalam kerusuhan Mei 98, untuk memenuhi rasa keadilan korban dan mencegah kejahatan yang sama berulang.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI MEI 98 atau tulisan lainnya dari Chusnul Chotimah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Chusnul Chotimah
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Alexander Haryanto