Menuju konten utama

Bisakah Gerindra Jadi Kendaraan Politik Sandiaga di Pilpres 2024?

Sandiaga belum tentu bisa besar di Gerindra. Ada beberapa halangan yang harus dia lewati untuk bisa berhasil di Pilpres 2024.

Bisakah Gerindra Jadi Kendaraan Politik Sandiaga di Pilpres 2024?
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di upacara pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Sandiaga Salahuddin Uno kembali ke Partai Gerindra setelah sempat hilang dari pemberitaan media nasional. Jika Sandi bermaksud menjadikan Gerindra sebagai kendaraan politik di tahun 2024, langkahnya barangkali tidak akan semulus comeback-nya di Instagram.

Di akun @Sandiuno, Sandi mengunggah video sedang membuka kemeja dengan soundtrack film Superman. Di balik kemejanya, ada kaos hitam bertuliskan 'Gerindra'. Pada bagian keterangan, dia menulis: "SAYA KEMBALI :)".

Sandi dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto paling tidak sejak 2014. Pada pilpres kedua yang diikuti Prabowo itu, Sandi adalah juru kampanyenya. Setahun kemudian, Sandiaga bergabung dengan Gerindra. Salah satu yang membuatnya terpincut masuk partai tersebut tak lain memang Prabowo—sosok yang kerap dia banggakan selama setahun belakangan.

Alasan keluarnya Sandiaga dari Gerindra juga atas perintah Prabowo. Sang ketua umum tak mau Partai Gerindra dianggap memonopoli jabatan dengan menempatkan dua kader di posisi calon presiden dan calon wakil presiden.

"Beliau [Sandiaga] harus diterima partai-partai lain. Saya meminta beliau mundur dari Gerindra, padahal beliau sudah meniti karier di Gerindra cukup lama. Sekarang Wakil Ketua Dewan Pembina," kata Prabowo pada Agustus 2018.

Selain keluar dari Gerindra, Sandi juga melepaskan posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2018. Meski bisa cuti, dia memilih mundur.

Kendati pilpres 2019 sudah selesai, Sandi tetap konsisten. Dia tak mau menduduki lagi kursi DKI-2. Prabowo memang memintanya, tapi Sandi tetap menggelengkan kepala.

Karier Sandi di dunia politik sebenarnya hampir mentok setelah gagal menjadi wakil presiden pada 2019. Apalagi posisi yang efektif ditempati pun sangat terbatas. Keputusannya menolak posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kembali ke Gerindra bisa jadi sangat tepat. Dengan begitu, Sandi bisa mendapat panggung politik lagi dan terhindar dari citra buruk.

Lagi pula, kembali sebagai wagub mungkin bisa menjadi kemunduran buat Sandi. Panggung Sandi seharusnya berada di level nasional, bukan lagi daerah.

Sandi tentu harus segera mencari panggung agar tak keburu hilang dari ingatan orang jika masih ingin serius berlaga di Pilpres 2024 atau mungkin jauh lebih ke depan. Dalam hal ini, satu tokoh yang bisa dia jadikan panutan adalah Jusuf Kalla. Politikus gaek kelahiran Watampone itu, setelah tak bersama SBY dan tidak punya jabatan pemerintahan apapun sepanjang 2009-2014, setidaknya masih punya kekuatan elektoral untuk memenangkan Pilpres 2014 bersama Jokowi.

Bedanya dengan Sandi, JK kala itu menjabat sebagai Dewan Kehormatan Partai Golkar dan sebelumnya pernah menjadi Ketua Umum. Sandi, sementara itu, belum tentu punya akar yang kuat di Gerindra.

Tantangan Sandi Kalahkan Tiga Jedi

Setelah Sandi keluar dari Gerindra; PAN, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat sempat tertarik untuk merekrutnya sebagai kader. Dia dianggap sebagai calon pemimpin masa depan. Namanya juga masuk dalam proyeksi lembaga survei milik Denny Januar Ali untuk capres-cawapres 2024 mendatang.

Nyatanya, ketiga partai itu tak ada yang berhasil meminang ataupun dipilih Sandi.

Sandi punya modal dasar di Gerindra karena pernah diusung dua kali sebagai Wagub DKI dan cawapres 2019. Tantangan bagi Sandi bila ingin ikut kontestasi Pilpres 2024 adalah merebut kepercayaan Gerindra.

Sosok tunggal yang menjadi pemimpin partai sekaligus capres Gerindra adalah Prabowo Subianto. Gagal berkali-kali, Prabowo tetap saja dicalonkan Gerindra sebagai capres. Saat ini baik Gerindra maupun Prabowo belum menyodorkan nama untuk Pilpres 2024, bahkan mereka pun belum menyiapkan calon ketua umum yang baru. Padahal tahun depan kepengurusan partai akan berganti.

Bila Sandiaga benar maju di Pilpres 2024, maka menjadi pucuk pimpinan Gerindra tentu sebuah keuntungan tersendiri. Salah satu masalah yang mungkin akan dihadapi Sandiaga sebagai penerus Prabowo adalah dia bukan berasal dari kalangan militer.

Selama ini Gerindra identik dengan banyaknya kalangan militer. Dalam struktur DPP, purnawirawan TNI yang tercatat setidaknya ada 10 orang. Pada Pileg 2019, Gerindra juga mengakomodasi 20 purnawirawan TNI ke perebutan kursi panas.

Selain tembok purnawirawan, Prabowo juga punya tiga orang kepercayaan yang dipanggilnya sebagai ksatria jedi—pendekar pedang di film Star Wars. Tiga orang itu adalah Sudaryono, Sugiono, dan Dirgayuza Setiawan.

Sudaryono dan Sugiono punya latar belakang yang menarik minat Prabowo. Kedua orang itu adalah lulusan SMA Taruna Nusantara Magelang.

Infografik Nasib Sandiaga Uno Di Gerindra

Infografik Nasib Sandiaga Uno Di Gerindra. tirto.id/Sabit

Sudaryono kemudian melanjutkan pendidikan di Jepang sampai 2009. Sekembalinya ke tanah air, Sudaryono yang gagal masuk TNI Angkatan Laut diajak kakak kelasnya bergabung ke Gerindra pada 2010. Sudaryono kemudian menjadi sekretaris pribadi Prabowo. Pada pilpres 2019 dia menjadi Wakil Direktur Eksekutif Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Sugiono melanjutkan pendidikan militer ke Amerika Serikat dan mengabdi di TNI. Ketika masih berpangkat letnan satu, dia mengundurkan diri dan menjadi anggota dewan pembina termuda Partai Gerindra.

Sugiono juga memimpin organisasi sayap Gerindra, Gerakan Rakyat Dukung (Gardu) Prabowo, dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Kaderisasi dan Informasi Strategis. Dalam pilpres kemarin, Sugiono menjadi Direktur Kampanye sekaligus penghubung calon presiden.

Kedekatan dengan Prabowo bahkan memuluskan Sugiono ke DPR tahun 2019 dari dapil Jawa Tengah. Nama caleg Gerindra Sigit Ibnugroho Sarasprono harusnya melenggang ke parlemen karena sudah mengalahkan Sugiono. Sigit berhasil unggul dengan 38.869 suara sah, sedang Sugiono hanya meraup 31.259 suara.

Sigit gugur karena dia lupa, bukan suara saja yang menentukan nasibnya, tapi juga Prabowo.

"Ini karena Sugiono itu aja, karena dia orang dekatnya (Prabowo)," kata Sigit seperti dilansir Tempo (22/9/2019).

Sementara Dirgayuza adalah sosok yang paling berbeda dengan keduanya. Prabowo mengenal Yuza dari olahraga berkuda. Setelah meraih double degree bidang ilmu politik dan komunikasi Universitas Melbourne, Australia tahun 2011, dia diajak bergabung ke Partai Gerindra oleh Prabowo.

Yuza lebih aktif dalam perkara teknologi. Bila ditelusuri, buku-buku yang diterbitkannya membicarakan media sosial dan komputer: Gaul ala Facebook untuk Pemula (2008) dan Panduan Lengkap Menggunakan Mac OS X Snow Leopard (2010).

Kemampuan di bidang teknologi dan komunikasi membuat Prabowo menggaetnya menjadi Ketua DPP Bidang Media Sosial dan Informasi Publik. Misinya saat bergabung adalah memangkas jarak komunikasi antara partai dengan masyarakat melalui media sosial.

Jika ketiga jedi dan purnawirawan TNI di belakang Prabowo sudah mendapat tempat khusus di partai, Sandi tidak demikian. Bagi sebagian politikus Gerindra, misalnya Desmond Junaidi Mahesa, Sandi hanyalah cawapres Prabowo, tidak lebih dan tak ada pengaruh di Gerindra.

"Toh di Gerindra juga bagi kami, dia tidak terlalu berarti apa-apa, jadi kalau dia pindah bagi saya itu tidak merasakan dampak apa-apa. Menurut saya enggak ada masalah ya, orang mencari peluang," ujar Desmond seperti dilansir Suara pada Agustus 2019.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Ivan Aulia Ahsan