tirto.id - Periode 2018 menjadi tahun terburuk bagi operator seluler PT XL Axiata Tbk. Perusahaan dengan kode emiten EXCL ini membukukan rugi hingga Rp3,29 triliun, setelah tahun sebelumnya sempat untung Rp375 miliar. Suatu torehan yang jarang terjadi bagi korporasi.
Tahun lalu, penjualan XL tetap positif meski stagnan. Emiten yang dipimpin Dian Siswarini ini membukukan penjualan Rp22,93 triliun atau hanya tumbuh 0,26 persen dari 2017 sebesar Rp22,87 triliun.
Penjualan dari data menjadi penyumbang terbesar pendapatan XL. Penjualan data XL tercatat sebesar Rp14,89 triliun, naik 14 persen dari 2017 sebesar Rp13,08 triliun. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap data internet dan perkembangan smartphone.
Sebaliknya, penjualan non-data XL justru anjlok. XL hanya meraup penjualan sebesar Rp5,19 triliun, turun 29 persen dari 2017 sebesar Rp7,35 triliun. Penyebabnya hal-hal yang ada pada layanan non-data, kini bisa dilakukan juga melalui data.
"Penjualan mereka bertumbuh namun karena beban usaha yang lebih tinggi dari penjualan, maka hasil akhirnya mereka masih merugi," kata analis Panin Sekuritas William Hartanto kepada Tirto.
Beban Penyusutan Melonjak
Kinerja keuangan XL jeblok karena beban penyusutan. Berdasarkan laporan keuangan XL, beban penyusutan naik hampir dua kali lipat dari sebelumnya Rp6,75 triliun menjadi Rp11,47 triliun.
Beban-beban usaha lainnya tidak mengalami kenaikan berarti. Hanya beban penjualan dan pemasaran yang naik cukup signifikan, yakni naik 26 persen menjadi Rp2,03 triliun dari sebelumnya Rp1,61 triliun.
Dari sejumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan, peralatan jaringan menjadi penyumbang terbesar terhadap beban penyusutan XL. Beban penyusutan peralatan jaringan ini juga tumbuh paling signifikan ketimbang aset tetap lainnya.
Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia (BEI), beban penyusutan peralatan jaringan XL sepanjang 2018 mencapai Rp9,80 triliun atau naik 77 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp5,53 triliun.
Masih dalam laporan tersebut, kenaikan beban penyusutan peralatan jaringan XL juga disebabkan keputusan manajemen yang mempercepat umur manfaat atas peralatan jaringan dengan teknologi 2G.
“Kami berkeyakinan bahwa aset tersebut sudah usang secara teknologi. Untuk itu, perseroan membebankan tambahan biaya penyusutan sebesar Rp3,97 triliun pada laporan laba rugi,” jelas manajemen XL Axiata.
Group Head Corporate Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih menjelaskan beban tersebut muncul karena perseroan tengah mengurangi penggunaan jaringan 2G. Akselerasi depresiasi ini karena penghapusbukuan akuntansi, sebagai hasil dari masa manfaat yang lebih pendek dan merupakan item non-tunai yang tidak memengaruhi kelangsungan bisnis atau kemampuan untuk melunasi utang.
“Selain itu, penghematan biaya dari listrik yang lebih rendah dan sewa, serta pengurangan biaya penyusutan ini juga akan meningkatkan laba bersih XL Axiata di masa depan,” kata Tri kepada Tirto.
Sejak awal 2018, XL telah mengurangi jaringan 2G di area tertentu sambil terus mengurangi kapasitas di area lain, karena penggunaan 2G menurun. XL fokus memperbarui sebagian besar spektrum yang sebelumnya digunakan untuk 2G, bermigrasi pada infrastruktur 4G.
Upaya XL agresif meningkatkan jaringan 4G memang bukan tanpa alasan. Saat ini, para pelanggan sangat menginginkan jaringan internet yang cepat atau tanpa lelet. Untuk itu, internet yang cepat tentu hanya bisa disediakan oleh jaringan 4G ketimbang 3G maupun 2G.
Sayangnya, cakupan layanan 4G yang dimiliki XL saat ini masih terbilang kecil ketimbang layanan 3G dan 2G. Dalam laporan tahunan, total jumlah Base Transceiver Stations (BTS) yang dimiliki XL hingga akhir 2017 mencapai 101.094 BTS.
Dari total BTS itu, sekitar 17 persen atau sebanyak 17.428 BTS sudah melayani jaringan 4G. Sementara, sebanyak 45 persen atau 45.864 BTS melayani jaringan 3G, dan 37 persen atau 37.802 BTS melayani jaringan 2G.
Jumlah BTS 4G milik XL tumbuh signifikan meski porsinya masih kecil. Pada 2016, jumlah BTS 4G XL hanya 8.200 BTS. Itu artinya, pada 2017, jumlah BTS 4G XL sudah naik lebih dari 2 kali lipat. XL pernah dinobatkan sebagai The Best 4G Network Deployment dalam ajang Seluler Award 2018.
Penambahan BTS juga sejalan dengan jumlah pelanggan XL. Jumlah pelanggan merangkak naik menjadi 46,47 juta orang pada 2016 dari sebelumnya 42,1 juta orang. Pada 2017, jumlah pelanggan naik 15 persen menjadi 53,50 juta pelanggan.
Dari jumlah pelanggan tersebut, kurang dari 10 persen atau di bawah 5 juta orang merupakan pelanggan 2G. Sementara sisanya, merupakan pengguna jaringan 3G dan 4G. Layanan 2G sendiri baru akan dimatikan XL apabila pelanggan 2G sudah habis.
Pengembangan 4G oleh XL untuk menambah jumlah pelanggan memang penting. XL pun tidak ragu dengan segala konsekuensi, termasuk membuat kinerja keuangan 2018 sangat terpuruk.
Editor: Suhendra