tirto.id - Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP, Gembong Warsono menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghambur-hamburkan uang dengan membeli enam set pengeras suara (speaker) senilai Rp4 miliar untuk peringatan dini bencana.
"Kalau saya sih malah justru jangan pakai speaker, tapi pakai kentongan. Kalau toa [merek speaker] Rp4 miliar, kalau kentongan kan cuma Rp100 ribu.," kata dia kepada Tirto, Kamis (16/1/2020).
Sekertaris DPD PDIP DKI Jakarta itu menilai penggunaan speaker untuk peringatan dini bencana kurang efektif dan tidak bermanfaat. Menurutnya, cara seperti itu tidak elok untuk sekelas Ibu Kota.
"Alarm banjir menggunakan toa itu rasanya agak aneh aja untuk Jakarta," ucapnya.
Seharusnya, kata dia, bukan cara seperti itu yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Pemprov DKI sebaiknya bekerja sama dengan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membuat peringatan dini yang lebih efektif.
Apalagi, kata dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI sebesar Rp87,94 triliun. Dana tersebut bisa dipakai untuk pembuatan alarm peringatan dini bencana dan menggunakan media sosial.
Dengan demikian, kata dia, saat terjadi potensi bencana, warga mendapatkan informasi dan dapat mempersiapkan diri.
"Memaksimalkan teknologi yang ada, bukan mengembalikan ke zaman batu," jelas dia.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun ini bakal menambah enam pengeras suara untuk peringatan bencana kepada warga. Speaker itu merupakan penambahan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 14 unit.
Penggunaan pengeras suara bagian dari sistem peringatan dini bencana. Perangkat ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD Jakarta.
Pada 2020 BPBD DKI telah menganggarkan 6 set speaker dengan biaya Rp 4.073.901.441, belum termasuk biaya perawatan mencapai selama sethaun mencapai Rp165 juta.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali