tirto.id - DPRD DKI dari Fraksi PSI William Aditya Sarana menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengalami kemunduran dalam sistem peringatan dini bencana. Mereka masih mengandalkan pengeras suara atau toa.
“Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern,” kata William, Kamis (16/1/2020).
Menurutnya, sistem peringatan dini bencana yang dimiliki Pemprov DKI beberapa tahun lalu jauh lebih baik. Ada, misanya, aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir. Aplikasi ini diluncurkan pada 20 Februari 2017.
Mereka yang memasang aplikasi ini akan mendapat notifikasi jika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi banjir. Namun fitur ‘Siaga Banjir’, kata William, justru tidak ada lagi pada versi 3.2.8 hasil pembaruan pada 13 Januari 2020.
“Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbaru saat ini sudah tidak ada lagi,” ucapnya.
Pada versi terbaru pengguna hanya bisa memantau ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.
William lantas menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta kembali memasang fitur ‘Siaga Banjir’ dan bahkan mengembangkannya. Alasannya, karena “hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan adalah smartphone.”
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan toa dapat dimanfaatkan oleh petugas kelurahan untuk berkeliling. Ia ingin dengan cara ini “pemberitahuannya langsung ke warga.”
Terkait penggunaan aplikasi yang bagi William lebih modern, Anies punya evaluasi tersendiri, yang barangkali jadi alasan kenapa dia tak lagi memprioritaskan cara tersebut.
"Karena malam hari, diberi tahu lewat HP, akhirnya sebagian tidak mendapatkan informasi," katanya, Rabu (8/1/2020) lalu.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino