Menuju konten utama

BI Terapkan Reformasi Struktural Amankan Dana AS di Indonesia

BI akan terus menjaga fundamental ekonomi secara hati-hati dengan terus melakukan reformasi struktural menghadapi kebijakan perpajakan AS.

BI Terapkan Reformasi Struktural Amankan Dana AS di Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bersama Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara , Deputi Gubernur Erwin Rijanto, Deputi Gubernur Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Rosmaya Hadi dan Deputi Gubernur Sugeng. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Bank Indonesia akan menerapkan reformasi struktural untuk menghadapi pembalikan dana (capital reversal) akibat sentimen kebijakan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan reformasi pajak AS.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan kebijakan reformasi perpajakan AS lebih cepat daripada perkiraan. Semula diperkirakan penerapannya baru akan dimulai pada 2019, tapi 2018 ternyata sudah berlaku.

Kebijakan pajak AS ini meliputi perubahan sistem pemajakan dari worldwide ke teritorial. Ini juga diikuti penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) lembaga dari 35 persen ke 21 persen.

AS telah mencanangkan the Fed akan menaikkan suku bunga, untuk normalisasi kebijakan moneter berjalan. Meski begitu, tetap saja kebijakan pajak dari AS membuat kemungkinan banyak investor AS yang selama ini menanamkan dana di luar negeri akan kembali mengambil peluang di dalam negerinya sendiri.

Kebijakan The Fed pada 13 Desember 2017 memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0,25 persen: dari 1,25 persen menjadi 1,5 persen. Kenaikan tersebut menjadi ketiga kalinya pada 2017.

"Pada 2018 The Fed Rate kemungkinan masih akan naik 3 kali lagi," kata Agus di kantor Bank Indonesia pada Kamis (28/12/2017).

Ia menambahkan, suku bunga AS akan mendorong penguatan dolar AS dan dapat semakin menekan nilai rupiah.

“Jadi ini merupakan suatu perkembangan yang perlu disikapi oleh negara-negara di dunia karena ekonomi AS terus membaik,” ujar Agus.

Negara emerging market seperti Indonesia dianggap perlu mengantisipasi adanya capital reversal itu. Oleh karenanya, Bank Indonesia melihat yang utama perlu dilakukan Indonesia adalah menjaga fundamental ekonomi secara hati-hati dengan terus melakukan reformasi struktural. Tujuannya agar kepercayaan dari dana AS yang ada di Indonesia dapat bertahan ada di Indonesia.

Agus mengatakan Bank Indonesia sepenuhnya mendukung dan memfasilitasi reformasi struktural melalui pembiayaan pembangunan infrastruktur, sejalan dengan inisiasi pendalaman pasar keuangan.

Reformasi struktural terkait pembiayaan ini, di antaranya yaitu pertama, infra-bond dan sekuritas aset. Bank Indonesia mendukung penerbitan infra-bond dan sekuritisasi aset untuk pembiayaan proyek infrastruktur.

Kedua, instrument hedging yaitu mengembangkan instrument hedging nilai tukar dan suku bunga; memfasilitasi pelaksanaan transaksi hedging beberapa BUMN.

Ketiga, mendukung penerbitan IDR Linked Bond (Nasi Goreng/Komodi Bonds). Ini merupakan inovasi dan alternative pembiayaan untuk proyek Jasa Marga.

Sementara yang keempat adalah mendukug skema pembiyaan Public Private Partnership (PPP) untuk pembiayaan infrastruktur, dan pengadaan credit enchancement melalui skema risk sharing.

Terkait pengaruh capital reversal pada ketahanan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang ada di dalam negeri, Agus menyatakan akan berusaha menyeimbangkan agar nilai tukar rupiah tetap terjaga tingkat volatilitasnya, tidak tergerus oleh peredaran dolar AS.

"Bank Indonesia melihat bahwa untuk volatilitas nilai tukar di 2017 ada di kisaran 3 persen, tahun lalu ada di kisaran 8 persen dan ini menunjukkan bahwa stabilitas itu terjaga dengan baik selama 2017. Kita harapakan 2018 terus kita jaga," terangnya.

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari