tirto.id - Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Ryan Rizaldy, mengungkapkan transaksi digital Indonesia akan naik hingga 14 kali lipat menjadi 10,05 miliar transaksi pada 2030. Peningkatan ini utamanya didorong oleh transaksi daring yang banyak dilakukan generasi milenial atau Gen Y dan Generasi Z.
“Sampai 2030 ke depan, transaksi digital bisa berlipat 14 kali lipat. Dari 0,6 miliar transaksi, menjadi 10,05 miliar transaksi, yang menggerakkan generasi Y dan Z, yang saat ini sudah dominan juga. Mereka akan semakin dominan perannya di ekonomi sampai 2030,” jelas Ryan, dalam Media Gathering Bank Indonesia di Bali, Jumat (23/8/2024) malam.
Pertumbuhan transaksi digital juga akan semakin didorong oleh generasi alpha, seiring dengan prospek ekonomi Indonesia yang diyakini juga akan tumbuh makin tinggi.
Namun, untuk mengakomodir pertumbuhan itu, infrastruktur keuangan digital perlu ditingkatkan pula. Ryan mengakui, meski saat ini layanan transaksi pembayaran digital sudah semakin beragam, salah satunya dengan adanya BI-FAST, namun dia ragu infrastruktur yang ada saat ini dapat merespons peningkatan transaksi yang sangat masif.
“Infrastruktur disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Harus lebih modular. Harus sinergis, (potensi kenaikan transaksi digital) nggak mungkin ditanggung sendirian oleh BI-FAST. Masyarakat cenderung menunggu sampai BI-FAST aktif lagi, ketimbang memilih biaya transfer Rp6.500. Begitu besar preferensi dan kegemaran masyarakat akan BI-FAST. Artinya kalau 14 kali lipat ini ditanggung sendiri oleh BI-FAST, tidak akan sustain,” kata dia.
Karena itu, Ryan mendorong sinergi antara Bank Indonesia dengan pelaku usaha jasa keuangan dan layanan pembayaran. Pada saat yang sama, penciptaan inovasi secara front end seperti yang saat ini telah diterapkan layanan QRIS, penting untuk dilakukan.
Namun, Ryan juga mewanti-wanti agar inovasi tidak berkembang secara liar, karena justru bakal berdampak pada aliran uang yang sulit dikendalikan. Pada akhirnya, kondisi ini bakal memunculkan fraud pada industri pembayaran digital.
“Ini harus direspons secara pas, sehingga bisa menjamin proses peredaran uang. Aliran uang bisa di-manage secara tertata dan dengan baik, risiko-risikonya harus bisa dimitigasi dengan baik. Maka dari itu, kami perlu melakukan penguatan lagi dari sisi pembayaran," tegas dia.
Selain itu, dengan pesatnya pengembangan ekonomi dan keuangan digital, BI juga telah menyusun Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 untuk mengakselerasi digitalisasi pembayaran ke depan. Melalui cetak biru ini, digitalisasi pembayaran bakal difokuskan pada lima inisiatif antara lain, modernisasi infrastruktur pembayaran ritel, wholesale dan data, konsolidasi industri pembayaran nasional, inovasi dan akseptasi digital, perluasan kerjasama internasional, dan pengembangan rupiah digital.
“Intinya dalam BSPI 2030 itu kita akan memperkuat infrastruktur keuangan digital karena ada prospek transaksi yang amat besar dan memperbaiki infrastruktur agar proses manajamen risiko bisa tertata baik,” kata dia.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Abdul Aziz