tirto.id - Bank Indonesia memperkirakan The Federal Reserve atau The Fed tidak akan seagresif dalam menentukan arah kebijakan moneternya ke depan. Mengingat saat ini Amerika Serikat tengah dibayangi resesi seiring dengan pertumbuhan ekonominya selama dua kuartal berturut tercatat kontraksi.
Pada kuartal II-2022 negeri Paman Sam mencatatkan pertumbuhan ekonominya terkoreksi mencapai 0,9 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Dengan pertumbuhan tersebut, maka AS secara teknikal resesi setelah mencetak pertumbuhan negatif sebesar 1,6 persen pada kuartal sebelumnya.
"Dengan mengamati berbagai perkembangan terkini, maka kemungkinan The Fed tidak akan seagresif. Ke depan dari yang kita perkirakan sebelumnya karena ada risiko resesi AS yang terus naik," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers : Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022, ditulis Selasa (2/8/2022).
Berdasarkan asesmen bank sentral dan sejumlah pelaku pasar, The Fed akan kembali mengerek kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada September. Kenaikan ini merespon berbagai perkembangan risiko-risiko resesi di Negeri Paman Sam.
"Memang ada outward risk 75 bps dengan risiko-risiko data resesi, like hoodnya 50 bps dan pada kuartal keempat tahun ini The Fed diperkirakan hanya akan mengerek kenaikan suku bunga di antara 25 hingga 50 bps," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara teknikal pertumbuhan ekonomi AS sudah masuk resesi. Karena secara kuartal berturut-turut ekonomi negeri Paman Sam tersebut mengalami pelemahan.
"Pagi ini Anda membaca berita Amerika negatif gross kuartal kedua. Teknikal masuk resesi!" kata Sri Mulyani dalam acara Dies Natalis Politeknik Keuangan Negara STAN, Jumat (29/7/2022).
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen sempat membantah bahwa ekonomi Amerika Serikat telah memasuki resesi saat ini. Walaupun begitu, dia mengakui ada perlambatan dan pemerintah perlu menjinakkan inflasi pada Semester I-2022.
"Kami memang melihat perlambatan pertumbuhan yang signifikan. Namun, resesi yang sebenarnya adalah "pelemahan ekonomi yang luas. Bukan [resesi] itu yang kita lihat sekarang," ujar Yellen seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (29/7/2922).
Dia juga tetap optimis ketika ditanya apakah perjuangan Federal Reserve (The Fed) melawan inflasi pasti akan menyebabkan kenaikan serius pada tingkat pengangguran di AS, yang masih berada di 3,6 persen.
Menurutnya, pasti ada jalan untuk menurunkan inflasi sambil mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat," ungkapnya.
"Itu bukan kepastian yang bisa dilakukan, tapi saya percaya ada jalan untuk mencapai itu," tambahnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin