tirto.id - Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Rapat Dewan Gubernur pada 18 dan 19 April 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi Selasa, (19/3/2022).
Selain itu, BI juga menahan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
“Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut, melalui berbagai langkah," jelas Perry
Berbagai langkah kebijakan ditempuh bank sentral, salah satunya dengan memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi.
Kedua melanjutkan implementasi transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada perkembangan komponen SBDK secara granular serta faktor yang memengaruhi.
“BI juga berupaya memastikan kecukupan kebutuhan uang, distribusi uang, dan layanan kas dalam rangka menyambut bulan Ramadan serta Hari Raya Idulfitri 2022," katanya.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky sebelumnya memperkirakan, BI bakal kembali menahan suku bunga acuannya di 3,50 persen. Hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi ekonomi global belakangan sedang berada dalam kondisi tidak ideal.
"Oleh karena itu, suku bunga acuan sebaiknya dipertahankan di 3,50 persen bulan ini," kata Teuku dalam pernyataannya, Selasa (19/4/2022).
Teuku melihat pemulihan ekonomi domestik yang tidak merata, gangguan rantai pasok berkelanjutan, serta kelangkaan energi di berbagai belahan dunia telah menciptakan tantangan serius terhadap proses pemulihan ekonomi.
Di sisi lain, pecahnya perang Rusia-Ukraina juga turut memperkeruh masalah ekonomi global, terutama inflasi, yang memicu naiknya harga komoditas energi dan pangan.
Sementara di level global, lanjut Teuku, perekonomian dihadapkan pada masalah kesehatan dan implikasi perang pada saat yang bersamaan. Namun di sisi domestik, beruntungnya, dampak dari perkembangan terkini di level global relatif terkendali hingga saat ini.
"Risiko akan inflasi di masa mendatang dengan mendekatnya periode Ramadan, relaksasi dari pembatasan sosial, naiknya harga energi dan pangan akan memberikan tantangan besar terhadap regulator, utamanya BI," jelas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz