tirto.id - Bank Indonesia (BI) mengklaim jumlah pengguna Bitcoin di Indonesia terus merosot tajam. Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Ida Nuryanti mencatat jumlah pengguna mata uang virtual itu telah menurun dari satu juta orang menjadi 300-an ribu saja.
"Sejak dikeluarkan pelarangan dari BI, jumlahnya (pengguna Bitcoin) turun drastis," kata Ida Nuryanti di Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (5/4/2018) seperti dikutip Antara.
Ida menyatakan hal ini usai acara diskusi bertema "Skimming Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Virtual Currency" di Kantor Perwakilan BI Jawa Tengah, di Semarang.
Dia optimistis jumlah pengguna aktif Bitcoin di Indonesia akan terus berkurang seiring dengan merosotnya nilai mata uang virtual tersebut.
"Harga Bitcoin turun drastis dari posisi Rp251 juta/satu Bitcoin, dalam minggu-minggu ini hanya sekitar Rp120-an juta/satu Bitcoin. Kami rasa tidak akan bisa naik lagi," kata Ida.
Dia juga menjelaskan keputusan BI melarang Bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia didasari pengamatan terhadap rendahnya kualitas transparansi dalam transaksi mata uang virtual itu.
"Kami melihat transaksinya seperti apa. Sebagaimana disampaikan, transaksinya tidak transparan, tidak ada nama penerima sehingga tidak bisa di-tracking [dilacak], dan tidak ada aspek perlindungan konsumen," ujar Ida.
Dia mengakui BI memang belum menemukan kasus transaksi menggunakan Bitcoin yang merugikan konsumen di Indonesia. Tapi, Ida menilai, apabila sampai terjadi transaksi penipuan dalam penggunaan Bitcoin, tidak ada kejelasan prosedur bagi konsumen harus meminta pertanggungjawaban kepada siapa.
"Kami lakukan koordinasi dan pencegahan. Kami melarang, bahwa Bitcoin bukan alat pembayaran dan melarang secara tegas semua penyelenggara sistem pembayaran untuk memproses transaksi dengan virtual currency," kata dia.
Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman menambahkan BI sudah pernah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat tentang risiko penggunaan mata uang virtual, termasuk Bitcoin, pada 2014 lalu. BI lalu menegaskan lagi hal itu dengan melarang penggunaannya sebagai alat pembayaran, pada 2018.
"Kami lihat dalam beberapa hal, [Bitcoin] secara konsep ada yang tak underline, bisa membuat bubble [penggelembungan], tidak ada yang mengawasi, dan seterusnya. Kami ingin masyarakat tahu risikonya besar," kata dia.
Menurut Agusman, sosialisasi kepada masyarakat mengenai perkembangan ekonomi digital, baik kemajuan maupun risikonya, masih perlu terus ditingkatkan.
"BI ingin ekonomi digital semakin maju terus. Termasuk, [penanganan] risiko-risikonya," kata dia.
BI melarang pemakaian mata uang virtual, termasuk Bitcoin, sebagai alat pembayaran di Indonesia pada awal Januari 2018. Saat itu, BI juga memperingatkan agar seluruh pihak tidak menjual, membeli atau memperdagangkan mata uang virtual.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom