Menuju konten utama

BI Diproyeksi Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75% pada Februari 2023

BI diprediksi akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari.

BI Diproyeksi Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75% pada Februari 2023
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari ini. Keputusan bank sentral menahan tersebut merespon kondisi inflasi yang sudah meredam.

Praktisi Perbankan BUMN, Chandra Bagus Sulistyo mengatakan, salah satu pertimbangan suku bunga akan tetap di level 5,75 persen karena inflasi di Amerika Serikat sudah mengalami penurunan. Hal ini membuat The Fed ikut mendorong bisa menahan tingkat suku bunga yang ada.

The Fed sendiri sempat menaikkan suku bunga federal fund sebesar 0,25 basis poin untuk kedelapan kalinya berturut-turut pada awal Februari. Dengan demikian suku bunga acuan The Fed saat ini berada di kisaran 4,5 persen - 4,75 persen dan, tertinggi sejak Oktober 2007.

Kemudian pertimbangan kedua yaitu inflasi dalam negeri yang juga sudah terkendali. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi Januark 2022 sebesar 5,28 persen secara tahunan atau year on year (Yoy). Inflasi ini lebih rendah dibanding Desember 2022 yang sebesar 5,51 persen.

"Oleh karena itu harapannya dengan inflasi yang sudah terkendali kami sampaikan adalah bahwa kemungkinan Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan. Di mana BI pada bulan ini akan tetap pada level 5,75 persen," kata Chandra saat dihubungi Tirto, Rabu (15/2/2023).

Di samping itu, dia melihat bahwa keputusan bank sentral menahan suku bunga acuan pada Februari ini juga mempertimbangkan untuk mendorong pertumbuhan kredit. Sebab dengan tingkat bunga terkendali perbankan bisa menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga mendorong perekonomian yang ada.

"Kami juga melihat bahwa tingkat suku bunga yang tetap ini ke depan harus tetap dipertahankan dengan tetap memperhatikan kondisi global karena ketidakpastian ekonomi pererakanya fluktuatif," katanya.

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berharap BI mulai menahan suku bunganya agar tidak terlalu agresif. Terlebih bank sentra Amerika Serikat sendiri sudah mulai slowdown (pelan-pelan) saat ini.

"Karena kenaikan suku bunga BI akumulasi tahun lalu dirasa cukup berisiko bagi pemulihan sektor riil terutama UMKM, otomotif dan properti," katanya dihubungi terpisah.

Di samping itu, Rupiah pun masih bisa dijaga dengan kebijakan lain seperti pemberlakuan wajib Devisa Hasil Ekspor (DHE) ditahan di dalam negeri. Bhima menyebut jika DHE bisa ditahan minimum enam bulan tentu imbasnya jauh lebih positif dibanding terus terusan naikan suku bunga acuan.

"Cadangan devisa pun masih gemuk bisa untuk intervensi Rupiah," pungkas dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Selain itu, bank sentral juga menaikan suku bunga deposit facility 25 basis poin menjadi sebesar 5,0 persen persen dan suku bunga lending facility menjadi jadi 6,5 persen.

Baca juga artikel terkait PROYEKSI SUKU BUNGA ACUAN BI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin