Menuju konten utama

Betapa Sulit Membatasi Umur Penyimak Konten Porno

Pemerintah Inggris berencana memblokir situsweb pornografi bagi anak-anak, tapi kebijakan itu akan sulit dipraktikkan.

Betapa Sulit Membatasi Umur Penyimak Konten Porno
Ilustrasi remaja laki-laki antusias melihat layar laptop. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pada Juli 2017, Matthew John David Hancock mengejutkan publik Inggris Raya. Kala itu, kader Partai Konservatif yang kini menjadi menteri kebudayaan tersebut mengatakan bahwa pornografi akan secara penuh diblokir dari dunia maya Inggris pada April 2018 dari jangkauan anak-anak.

Apa yang diungkap Hancock cukup beralasan. Berdasarkan Digital Economy Act yang terbit pada 2017 lalu, di salah satu bagian yang berjudul “Online Pornography,” tertulis dengan jelas bahwa: “[Penyedia] pornografi internet diwajibkan menghalau akses dari orang-orang yang berumur di bawah 18 tahun.”

Lebih lengkap, Pasal 1 Bagian 3 aturan itu mengatakan bahwa: “Seseorang melanggar ayat ini jika orang tersebut membuat materi pornografi komersial tersedia di internet kepada orang-orang di Inggris Raya, selain dengan cara yang memastikan bahwa, pada waktu tertentu, materi tersebut tidak dapat diakses oleh orang di bawah umur 18 tahun.”

Hingga kini, lepas dari bulan April 2018, apa yang diungkap Hancock belum terlaksana. Ada cukup banyak kendala.

Jerry Barnett, penggagas kampanye Sex & Censorship, sebagaimana dimuat Wired, mengatakan bahwa pemblokiran tidak akan melindungi anak-anak dari pornografi. Pemblokiran, lanjut Barnett, “akan mengubah dunia internet Inggris dan dunia secara fundamental.” Hal ini bisa terjadi, sebab bisa memblokir situs apa pun yang tidak mematuhi aturan konten Inggris yang ketat.

Di sisi lain, ada kendala teknis menjalankan aturan tersebut. Kendala teknis itu adalah soal bagaimana pemerintah melakukan verifikasi, apakah pengakses berumur di bawah atau di atas 18 tahun.

Verifikasi Umur

Pada awal Mei 2018, guna kepentingan verifikasi umur, pemerintah Inggris Raya melalui British Board of Film Classification (BBFC), lembaga pemerintah yang ditunjuk mengurusi soal pemblokiran pornografi digital bagi anak-anak, akan menjual “porn passes” alias kartu akses yang berguna untuk mengunjungi suatu situsweb pornografi.

Kartu akses tersebut memuat 16 digit angka yang dapat dimasukkan ke dalam sistem suatu situsweb pornografi yang meminta pengakses membuktikan umur sesungguhnya.

Sebagaimana dikutip dari The Independent, kartu akses tersebut akan dijual secara offline melalui loper koran atau kios-kios pinggir jalan dengan harga $14. Orang yang berminat membeli kartu akses tersebut diwajibkan menunjukkan kartu identitas mereka, seperti SIM atau paspor, kepada penjual.

Meskipun terlihat baik, menjual kartu akses bukanlah cara terampuh melakukan verifikasi umur. Ada cukup banyak celah dari cara demikian. Privasi pembeli kartu akses atau pembeli yang memalsukan kartu identitas jadi beberapa masalah.

Selain menggunakan kartu akses, dalam urusan verifikasi umur yang hendak diterapkan di Inggris, salah satu teknik yang digunakan adalah penggunaan teknologi bernama AgeID. Ia adalah teknologi verifikasi umur yang digagas oleh MindGeek, perusahaan di balik situsweb pornografi populer PornHub.

Mengutip The Huffington Post, tak dijelaskan secara rinci bagaimana AgeID bekerja. Namun, MindGeek mengatakan bahwa mereka menggunakan “metodologi yang telah disetujui regulator” untuk memverifikasi apakah seseorang individu “disetujui” atau “tidak” saat mengakses situsweb pornografi.

Menurut rencana, jika aturan pemblokiran esek-esek digital resmi dilakukan di Inggris, AgeID mengharapkan mereka akan sukses melakukan verifikasi umur pada 25 juta warga Inggris. Sayangnya, penggunaan teknologi dari MindGeek ini dikhawatirkan, salah satunya oleh Erika Lust, sutradara film porno asal Swedia. Ia mengkhawatirkan hilangnya privasi para pengguna.

Meskipun terlihat menjanjikan digunakan untuk memverifikasi umur, baik kartu pas maupun AgeID, secara umum proses verifikasi umur di dunia maya memang sukar.

Patrick, pengembang aplikasi verifikasi umur bernama ProAdult, mengatakan kepada Wired bahwa sesungguhnya verifikasi umur di dunia digital adalah “mitos besar, yang jelas-jelas tidak dapat digunakan untuk memverifikasi umur.”

Hemanshu Nigam, mantan Chief Security Officer MySpace, kepada The New York Times secara tersirat menyampaikan bahwa verifikasi umur yang saat ini terpampang di situsweb pornografi sesungguhnya tak berguna. "Perusahaan situsweb pornografi memasang verifikasi umur karena hal tersebut dibutuhkan, tapi semua orang tahu bahwa hal tersebut tidak berguna,” kata Nigam.

Apa yang diungkap Nigam diamini oleh Oren Etzioni, ahli kecerdasan buatan dari University of Washington. Masih merujuk The Times, ia mengatakan bahwa "verifikasi umur memiliki kesukaran yang konseptual". Salah satu masalah yang membuat verifikasi umur sukar ialah ketiadaan basis data yang lengkap dari lahir hingga meninggal seseorang.

Infografik Verifikasi Pornografi

Kartu Kredit sebagai Alat Verifikasi Umur

Salah satu teknik lawas melakukan verifikasi umur untuk mengakses konten-konten digital yang dikhususkan bagi orang dewasa ialah menggunakan kartu kredit. Teknik ini jadi standar terutama ketika Communication Decency Act dan Child Online Protection Act yang dikeluarkan Pemerintah Amerika Serikat lahir pada 1998 silam.

Alasan utama mengapa kartu kredit dijadikan alat verifikasi umur, sebagaimana yang diungkap Patrick, karena “perusahaan penerbit kartu kredit umumnya tidak akan memberi [kartu kredit] kepada anak-anak.” Jadi, ungkap Patrick, “tercipta asumsi bahwa hanya akan ada sedikit persentase dari orang-orang yang memiliki kartu kredit di bawah usia 18 tahun.”

Sayangnya, asumsi tersebut meleset. American Savings Education Council, diberitakan Wired, pernah melakukan survei yang menunjukkan bahwa 28 persen dari responden penelitian mereka yang berumur 16 hingga 22 tahun memiliki kartu kredit.

Selain itu, AJ Dellinger, kolumnis teknologi pada Gizmodo, mengatakan bahwa verifikasi umur berlandaskan kartu kredit memiliki dua kelemahan. Pertama, menyerahkan informasi kartu kredit pada situsweb pornografi sangat beresiko. Menurut Dellinger, situsweb pornografi merupakan salah satu kategori situsweb yang paling sering diretas.

Kelemahan selanjutnya ialah soal jumlah populasi yang besar yang tidak memiliki kartu kredit. Di Inggris Raya saja, menurut London School of Economics, 1,6 juta kelas pekerja di negara Ratu Elizabeth tersebut tidak memiliki akses ke perbankan. Di Indonesia ada 15 persen penduduk yang tak tersentuh produk perbankan, termasuk kartu kredit. Karena kelemahan ini, sukar melakukan verifikasi berbasis kartu kredit pada mereka.

Sebuah pameo dunia digital berbunyi: "Anjing yang menjelma jadi manusia di internet, sukar dideteksi." Jika anjing saja sukar dideteksi, apalagi perkara yang lebih spesifik seperti umur pengguna.

Baca juga artikel terkait SITUS PORNO atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani