tirto.id - Berkas perkara Ketua Saracen Cyber Team, Jasriadi Yadi yang dituding sebagai sindikat ujaran kebencian, akhirnya diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Riau. Pelimpahan berkas ini dilakukan pada Kamis (30/11/2017) lalu.
Hal ini diterangkan oleh Kepala Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Irwan Anwar kepada Tirto. Sejak penangkapan Jasriadi sekitar empat bulan lalu, Ketua Saracen itu akhirnya akan mengikuti proses persidangan karena kasusnya sudah P21 atau lengkap berkas perkara.
Sebelumnya, pihak yang dituduh menjadi anggota Jasriadi, Asma Dewi dan Muhammad Faizal Tonong (MFT) sudah lebih dulu diserahkan ke kejaksaan. Asma Dewi bahkan sudah mengikuti sidang pertama pada Kamis lalu.
“Jasriadi, Kamis lalu dilimpahkan ke Riau. Udah (P21),” tegas Irwan hari ini, Senin (4/12/2017).
Meski begitu, Irwan tidak yakin apakah Jasriadi akan ditindak juga sebagai pemimpin sindikat ujaran kebencian Saracen. Menurutnya, data-data tersangka yang terlibat dalam Saracen seperti Jasriadi, Asma Dewi, ataupun MFT merupakan hasil penyelidikan intelijen. Hasil tersebut tentu tidak cukup kuat untuk dijadikan unsur pidana.
Sebagai bukti di pengadilan, Irwan berpendapat, data intelijen tidaklah cukup kuat. Data tersebut harus dibuktikan dengan jelas keabsahannya. Padahal sebelumnya, polisi juga telah menemukan dokumen yang menyebutkan nilai-nilai kontrak untuk membuat konten ujaran kebencian dalam penangkapan Jasriadi, tetapi mereka masih belum yakin.
“Ya kalau sifatnya data intelijen belum bisa dikatakan masuk perbuatan pidana dalam proses pengadilan,” tandasnya.
Jasriadi sebelumnya ditangkap pihak Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Agustus 2016. Ia dianggap sebagai gembong dari pergerakan grup Saracen Cyber Team (SCT) di Facebook dan juga mengelola media saracennews.com. Grup itu masih ada hingga sekarang.
Kehadirannya sebagai admin di grup facebook SCT itu menjadi alasan polisi menetapkannya sebagai pelaku ujaran kebencian. Berdasar penyelidikan, Jasriadi dianggap telah memberi peluang bagi orang untuk mengumbar ujaran kebencian secara terbuka.
Bukan hanya itu, Jasriadi seringkali membuat akun-akun palsu bagi para kawannya. Polisi menemukan bahwa Jasriadi sebagai ketua memiliki keterampilan untuk mengakses atau mengembalikan akun yang sudah suspend atau terkena blokir.
Atas dasar itu, Jasriadi dipersangkakan dengan tudingan pas melanggar tindak pidana akses ilegal pasal 46 ayat 2 jo pasal 30 ayat 2 dan atau pasal 46 ayat 1 jo pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dalam UU 19 Tahu 2016 dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari