tirto.id - Indonesia Court Monitoring (ICM) Yogyakarta mendesak Presiden Joko Widodo memberikan sanksi tegas berupa pencopotan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly karena diduga terlibat benturan kepentingan.
Direktur ICM Tri Wahyu mengirimkan surat yang intinya mendesak Presiden Jokowi memberikan sanksi pencopotan terhadap Menkumham Yasonna Laoly.
Menkumham, kata dia, diduga terlibat benturan kepentingan saat ia bertindak sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Bidang Hukum dan perundang-undangan ikut membentuk tim melawan KPK.
"Beliau membentuk Tim [Hukum] DPP PDIP dalam melawan KPK terkait dengan kasus korupsi suap anggota KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan beberapa kader PDIP yang sudah menjadi tersangka termasuk satu kader Harun Masiku yang kabur," kata Tri kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (20/1/2020).
Padahal Yasonna adalah seorang Menkumham yang memiliki tanggung jawab kepada publik dan disumpah untuk melayani publik. Tidak sepatutnya, kata Tri, Yasonna malah menjadi petugas partai atau pun petugas golongan atau pribadi.
Hal ini, kata Tri, bertolak belakang dengan komitmen Presiden Jokowi, terutama dalam periode pertama kepemimpinannya yang melarang pejabat publik merangkap jabatan.
"Kita tahu di UU Kementerian Negara ada yang tidak boleh rangkap jabatan. Menteri itu merangkap pimpinan organisasi yang mendapat dukungan APBN/APBN. Kita tahu partai politik salah satu sumber uangnya berasal dari APBD/APBD," ujarnya.
Jika Yasonna memilih sebagai petugas partai maka alangkah baiknya ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menkumham. Atau presiden yang akan mencopot jabatannya sebagai menteri.
"Kami tunggu bapak presiden dalam waktu 7 kali 24 jam untuk memberikan saksi berat pada saudara Yasonna. Bentuk saksinya tentu kalau ini pelanggaran berat walaupun itu hak prerogatif presiden tapi kami bagian dari rakyat Indonesia adalah bapak presiden mencopot Bapak Yasonna Laoly," katanya.
Surat aduan tak hanya dikirim ke Presiden Jokowi. ICM juga mengirim surat tersebut ke tiga orang guru bangsa yang dinilainya selama ini mendukung adanya menteri yang berintegritas.
Tiga guru bangsa yang juga dikirimi surat aduan itu di antaranya adalah Buaya Syafi'i Ma'arif, Mustofa Bisri atau Gus Mus, dan Sinta Nuriyah Wahid.
Sebelumnya Yasonna Laoly menjawab kritik soal kehadirannya dalam konferensi pers Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret kader partai tersebut.
Yasona saat ditemui wartawan di Yogyakarta, Jumat (17/1/2020) mengatakan bahwa kehadirannya di konferensi pers PDIP adalah dalam kapasitasnya sebagai kader partai berlambang banteng tersebut.
"Pakaian saya jelas pakaian apa, pakaian partai waktu itu. Saya meninggalkan pekerjaan saya sebagai Menteri Hukum dan Ham," kata Yasonna.
"Itu kan [saya] sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan," tambahnya.
Yasona menyatakan sebagai Menkumham sekaligus kader PDIP ia tidak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
"Mana bisa saya intervensi, apa yang saya intervensi. Saya tidak punya kewenangan, kecuali saya komisioner KPK, boleh lah. Saya kan bukan," kata dia.
Tim hukum PDIP melaporkan penyidik KPK ke Dewan Pengawas KPK soal adanya upaya penggeledahan terhadap kantor PDIP. Tim hukum itu kata Yasonna memang merupakan bentukannya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri