Menuju konten utama

Benarkah Vaksin Astra Zeneca Sebabkan Efek Samping Langka?

Vaksin Astra Zeneca dikabarkan memiliki efek samping langka. Apa itu Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome (TTS)? Simak perkembangan kasusnya.

Benarkah Vaksin Astra Zeneca Sebabkan Efek Samping Langka?
Seorang tenaga kesehatan menyiapkan vaksin Astra Zeneca saat vaksinasi booster di UPT Puskesmas Cibiru, Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/4/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.

tirto.id - Astra Zeneca dilaporkan telah mengakui bahwa vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama University of Oxford mempunyai efek samping yang langka. Mereka sedang menghadapi gugatan atas puluhan kasus kematian dan cedera serius.

Mengutip pemberitaan The Telegraph pada Minggu, (28/4/2024), Astra Zeneca dikatakan sudah mengakui lewat sebuah dokumen pengadilan.

Hal ini terjadi setelah mereka harus menghadapi gugatan class action yang diajukan sekelompok pengacara atas vaksin COVID yang menyebabkan efek samping langka.

Akibatnya, Astra Zeneca terancam hukuman ratusan juta poundsterling. Setidaknya, 51 kasus diajukan ke Pengadilan Tinggi setempat. Para korban dan kerabat menuntut ganti rugi hingga mencapai £100 juta.

Apa Itu TTS, Efek Samping Vaksin Astra Zeneca

Melalui sebuah dokumen yang diberikan kepada pihak Pengadilan Tinggi pada bulan Februari 2024, Astra Zeneca telah menyebutkan bahwa vaksin COVID-19 yang diproduksi memang dapat menyebabkan TTS dalam kasus yang disebutkan sangat jarang terjadi.

TTS merupakan singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome. TTS bisa berakibat pada pembekuan darah hingga jumlah trombosit darah yang rendah.

Kepada pengacara korban, Astra Zeneca sempat menolak anggapan TTS disebabkan vaksin tingkat generik. Namun demikian, hal ini bertolak belakang dengan isi dokumen yang diajukan ke pengadilan.

Mereka mengatakan,"Diakui bahwa vaksin AZ dapat, dalam kasus yang sangat jarang terjadi, menyebabkan TTS. Mekanisme penyebabnya tidak diketahui.

"Lebih lanjut, TTS juga dapat terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu merupakan masalah yang memerlukan bukti dari para ahli," lanjut mereka.

Kasus ini berawal ketika Jamie Scott mengalami cedera otak permanen setelah terjadi pembekuan darah dan pendarahan di otak yang membuatnya tidak dapat bekerja usai menerima vaksin pada April 2021.

Pengacara Scott menganggap vaksin Astra Zeneca cacat dan kemanjurannya sangat berlebihan. Mereka juga menuduh Vaccine-Induced Immune Thrombocytopenia and Thrombosis (VITT) atau trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi oleh vaksin termasuk bagian dari TTS.

"Dunia medis sudah lama mengetahui bahwa VITT disebabkan oleh vaksin. Hanya Astra Zeneca yang mempertanyakan apakah kondisi Jamie (Jamie Scott) disebabkan suntikan tersebut," kata Kate Scott, istri Jamie.

"Butuh waktu tiga tahun untuk mendapatkan pengakuan. Ini adalah sebuah kemajuan, tetapi kami ingin melihat lebih banyak lagi dari mereka dan pemerintah," lanjutnya.

Astra Zeneca menegaskan vaksinnya sudah melewati sejumlah uji klinis. Berbagai data menyebutkan vaksin yang diproduksi aman serta mempunyai manfaat yang lebih besar daripada resiko efek samping.

"Dari berbagai bukti dalam uji klinis dan data dunia nyata, vaksin AstraZeneca-Oxford secara terus menerus terbukti memiliki profil keamanan yang dapat diterima dan regulator di seluruh dunia secara konsisten menyatakan bahwa manfaat vaksinasi lebih besar daripada risiko efek samping potensial yang sangat jarang terjadi," bunyi pernyataan Astra Zeneca.

Sementara Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) menilai sindrom TTS setelah penggunaan vaksin Astra Zeneca termasuk efek yang sangat jarang ditemui.

Hinky Satari, Ketua Komnas PP KIPI menguraikan efek samping TTS jarang ditemui berdasarkan tahapan uji klinis vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang. Apabila terjadi, hal ini masih sangat langka hingga berdampak serius.

World Health Organization (WHO) katanya sudah mengeluarkan rekomendasi surveilans aktif bagi vaksin Astra Zeneca dan vaksin lain selama setahun guna dilakukan pemantauan.

"Dari data-data yang dikumpulkan selama setahun, dibandingkan juga dengan data sebelum vaksin COVID diintroduksi, karena rumah sakit itu kan datanya lengkap, ternyata nggak ada peningkatan TTS dan juga nggak ada kasus TTS dilaporkan selama setahun itu," tutur Hinky Satari, seperti dikutip Antaranews, Rabu, 1 Mei 2024.

Surveilans aktif dilakukan Komnas KIPI, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan selama periode Maret 2021 hingga Juli 2022 di tujuh provinsi, termasuk melibatkan 14 rumah sakit (RS) dengan kelengkapan berupa tenaga kesehatan, fasilitas, dan laboratorium.

Baca juga artikel terkait VAKSIN atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra