tirto.id - Sebuah penelitian menunjukkan hasil bahwa beberapa pasien yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala gastrointestinal terutama diare sebagai tanda pertama penyakit tersebut.
Sementara itu, pasien sukarelawan dalam penelitian tersebut tidak mengembangkan gejala pernapasan sama sekali atau hanya muncul di kemudian hari sebagai gejala lanjutan.
Temuan penelitian yang dicetak dalam The American Journal of Gastroenterology, Senin (30/3/2020) tersebut menjadi penting sebab beberapa pasien tidak memiliki gejala klasik COVID-19 seperti batuk, sesak napas, dan demam.
Oleh sebab tidak adanya gejala klasik tersebut, tidak sedikit yang tidak terdiagnosis dan berpotensi menyebarkan penyakit pada orang lain.
Akan tetapi, para peneliti mencatat bahwa masalah pencernaan umum terjadi dan tidak berarti seseorang menderita COVID-19.
Sementara itu, para tenaga medis harus menyadari bahwa gejala pencernaan yang muncul mendadak pada orang dengan kemungkinan kontak COVID-19 setidaknya harus segera dipertimbangkan sebagai salah satu gejala utama.
"Kegagalan untuk mengenali pasien-pasien ini sejak dini dan seringkali dapat menyebabkan penyebaran penyakit tanpa disadari,” tulis peneliti dikutip dari Live Science.
Penelitian yang dilakukan di Hubei, Cina, terhadap terhadap 204 pasien terinfeksi COVID-19 tersebut menunjukkan hasil setidaknya 49 persen pasien memiliki gejala awal gastrointestinal (GI) termasuk muntah, diare, atau sakit perut.
Dari penelitian tersebut, hanya 7 dari keseluruhan total jumlah pasien yang memiliki gejala GI tanpa gejala pernapasan.
Sementara 45 persen pasien mengalami kedua gejala tersebut, seperti disebutkan Arun Swaminath MD, FACG, Associate Professor of Kedokteran, Sekolah Kedokteran Zucker di Hofstra/ Northwell, Direktur Program Penyakit Inflamasi Usus, Rumah Sakit Lenox Hill, Kesehatan Northwell, demikian diwartakan Forbes.
Lebih lanjut Swaminath mengatakan, masyarakat dan pasien harus memahami bahwa beberapa gejala GI seperti diare dapat menyertai keluhan pernapasan pada hampir setengah dari pasien.
Dokter yang melakukan evaluasi keluhan tersebut juga harus mempertimbangkan COVID-19 dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat.
“Mengingat COVID-19 ditemukan dalam tinja, mungkin sebaiknya menggunakan kebersihan tangan yang teliti dan tisu pemutih/ antiseptik di kamar mandi bersama (jika dikarantina). Jika ada kemewahan kamar mandi kedua, maka orang harus menggunakan secara eksklusif pasien yang dikarantina,” tambah Swaminath dikutip dari Forbes.
Tidak hanya itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang didiagnosis dengan gejala GI memiliki hasil yang buruk dan mengalami peningkatan risiko kemarian yang lebih tinggi.
Hal ini menggarisbawahi kebutuhan untuk mengevaluasi gejala GI sebagai presentasi potensial COVID-19 sebelum timbulnya gejala pernapasan.
Peneliti Menemukan COVID-19 dalam Tinja Manusia
Sementara, menurut laporan yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine menemukan bahwa para peneliti mendeteksi keberadaan Coronavirus dalam kotoran pasien AS pertama yang didiagnosis dengan COVID-19 dan mengalami diare.
Penelitian lain, yang dibagi dalam repositori biorXiv pra-publikasi, mendeteksi adanya tanda enzim virus dalam sel-sel dari usus kecil dan usus besar.
"Jika keluar ke dalam air liur, maka Anda dapat menelan air liur Anda dan secara alami itu bisa masuk ke perut," kata Brennan Spiegel, pemimpin redaksi jurnal The American Journal of Gastroenterology dalam sebuah video yang ia posting di Twitter dikutip dari Business Insider.
"Fakta bahwa kita melihat begitu banyak dalam sampel tinja berarti bahwa itu mungkin bisa melewati lapisan asam itu,” lanjutnya.
Spiegel menambahkan bahwa begitu coronavirus masuk ke sistem pencernaan, ia dapat memasuki sel-sel GI menggunakan reseptor tertentu yang disebut ACE2. Begitu berada di dalam sel-sel itu, virus dapat berkembang dan bereplikasi dalam sistem pencernaan.
Merespons hal ini, Susan Kline, juru bicara The Infectious Disease Society of America mengatakan, penting untuk tidak berasumsi bahwa semua pasien akan memiliki masalah pencernaan, meskipun mencari gejala-gejala tersebut dapat membantu menangkap lebih banyak kasus coronavirus.
Kline mengatakan bahwa banyak penyakit menyebabkan mual, diare, dan muntah, walaupun itu bukan gejala utamanya.
Mencari tahu adanya gejala tersebut bisa menjadi sangat penting pada tahap awal wabah baru, seperti halnya dengan SARS dan Ebola.
“Tidak diketahui sejak awal bahwa pasien [Ebola] mengalami diare yang menonjol. Kemudian, karena [ada] laporan sejumlah besar pasien, menjadi lebih jelas bahwa itu bisa menjadi bagian utama dari penyakit, ”kata Kline dikutip dari Business Insider.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dhita Koesno