Menuju konten utama

Benang Kusut Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019

Daftar pemilih tetap untuk pemilu 2019 masih bermasalah. Ada 31 juta pemilih berpotensi belum masuk DPT, kata Kemendagri.

Benang Kusut Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019
Ketua KPU Arief Budiman bersama Komisioner KPU Viryan berjabat tangan usai menerima berkas DPT ganda dari Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, Sekjen PAN Eddy Suparno, Sekjen PKS Mustafa Kamal, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan saat rapat pleno rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap tingkat nasional di KPU, Jakarta, Rabu (5/9/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilihan anggota legislatif dan presiden-wakil presiden tahun 2019 masih bermasalah hingga perbaikan tahap pertama diumumkan ke publik pada 16 September lalu.

Salah satu masalah adalah adanya data yang tidak sesuai dengan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4)—yang berdasarkan pada KTP-elektronik—milik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri).

"[DPT] yang tersanding (sesuai dengan DP4) hanya 160 juta. Jika ditotal harusnya lebih kurang DPT kita 192 juta orang," ujar Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh kepada wartawan, Jumat (5/10/2018) lalu. Ada sekitar 31 juta pemilih yang datanya belum cocok.

Pada DPT hasil perbaikan (DPTHP) tahap I, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan ada 185.084.629 orang yang terdaftar sebagai pemilih di dalam negeri dan 2.025.344 orang di luar negeri.

Jumlahnya jadi 187.109.973 atau lebih sedikit 671.911 orang dibanding DPT versi awal dan lebih sedikit 5 juta dari versi Kemendagri.

"Perkiraan kami yang bisa masuk DPT bersih atau DPTHP tahap II jumlahnya mencapai 192 juta pemilih. Data ini pun sudah kami berikan ke KPU di tanggal 16 September," ujarnya.

Bagaimana bisa muncul angka yang berbeda?

Setelah Kemendagri menerima data DPTHP tahap I dari KPU, yang jumlahnya sebanyak 187 juta lebih pemilih itu, mereka langsung melakukan pemeriksaan ulang dengan mencocokkannya dengan DP4. Dari sana muncullah angka 31 juta itu.

Zudan menjelaskan kemungkinan kenapa cuma ada 160 juta data yang cocok. Pertama, ada data pemilih yang Nomor Induk Kependudukan-nya (NIK) kosong. Kemudian, sejumlah pemilih juga tak memiliki data valid ihwal tempat dan tanggal lahir. Terakhir, ada data pemilih yang masih memiliki NIK ganda.

Penjelasan KPU

Data pemilih yang tak sesuai data kependudukan itu ditanggapi KPU. Komisioner KPU Viryan berkata perbedaan terjadi lantaran Kemendagri tidak menggunakan data terbaru. DP4 disusun pada semester II 2017 atau sudah berusia satu tahun.

"Dengan selisih waktu satu tahun akan bertambah juga masyarakat yang sudah merekam dan punya e-KTP. Sangat penting bagi KPU mendapatkan data tersebut," kata Viryan di kawasan Tugu Tani, Jakarta, Jumat.

Menurut Viryan, pemerintah wajib memberi data kependudukan termutakhir guna penyempurnaan DPT sesuai amanat pasal 201 ayat (7) dan (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Data dari Kemendagri, berdasarkan UU Pemilu, digunakan sebagai pembanding untuk memutakhirkan DPT.

Viryan menyebut hingga kini Kemendagri belum memberi data terbaru yang dimaksud.

"Penting sekali bagi kami untuk memiliki data tersebut," katanya.

KPU RI juga disebut sudah berupaya memaksimalkan penyusunan DPT pemilu 2019 dengan membuat Gerakan Melindungi Hak Pilih. Gerakan ini dibuat untuk menyisir penduduk yang belum masuk DPT dan warga yang tak lagi memenuhi syarat untuk masuk DPT.

"Untuk memfasilitasi masyarakat, kami lakukan gerakan lindungi hak pilih. Semangatnya adalah warga negara itu terlindungi haknya. Dengan jumlah posko layanan sebanyak 69 ribu tersebar di seluruh Indonesia," ujar Viryan.

Keberadaan data penduduk dan pemilih yang tak sinkron juga diperhatikan Bawaslu RI. Anggota Bawaslu RI Mochamad Afifuddin berkata, KPU harus memperhatikan dan menyikapi seksama masukan dari Kemendagri ihwal keberadaan 31 juta pemilih yang datanya beda atau malah belum masuk pada DPT tahap I.

"Itu yang harus dikonsolidasi sama KPU. Sangat mungkin ada data yang belum tersinkronkan," ujar Afif.

Tanggapan lain diberikan Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali. Komisi II adalah mitra kerja KPU dan Bawaslu RI. Menurut Zainuddin, harusnya tak ada lagi persoalan seputar data pemilih antara KPU dan Kemendagri.

"Ini kan bukan hal sederhana yang bisa kami selesaikan dengan, misal, keputusan nanti harus mengeluarkan surat. Sementara UU tidak membolehkan," kata Zainuddin.

"Makanya tanggal 16 Oktober kami akan undang Mendagri, KPU, dan Bawaslu. Bagaimana tentang simpang siur data pemilih ini."

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino