tirto.id - Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah sampai saat ini belum melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal tersebut disampaikan Presiden dalam pengantar rapat terbatas yang digelar secara virtual, Senin (18/5/2020).
"Saya ingin tegaskan bahwa belum ada kebijakan pelonggaran PSBB," kata Jokowi.
Jokowi tidak ingin masyarakat menangkap kesan bahwa pemerintah sudah menerapkan pelonggaran PSBB. Menurutnya pemerintah masih melakukan kajian dan akan melakukan pelonggaran PSBB pada saat waktu yang tepat.
"Yang sedang kami siapkan ini memang baru sebatas rencana atau skenario pelonggaran yang akan diputuskan setelah ada timing yang tepat serta melihat data-data dan fakta-fakta di lapangan. Biar semuanya jelas karena kami harus hati-hati jangan keliru kami memutuskan," kata Jokowi.
Menurut Jokowi pemerintah masih berfokus pada larangan mudik dan mewaspadai gelombang arus balik dalam waktu setidak-tidaknya dua pekan ke depan. Ia pun memerintahkan Kapolri Jenderal Idham Azis dibantu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk memastikan larangan mudik tetap berlaku.
Pemerintah memang melarang mudik, tetapi menurut Jokowi ia tidak melarang dihentikannya kegiatan transportasi.
"Perlu diingat juga bahwa yang kami larang mudiknya, bukan transportasinya, karena transportasi sekali lagi transportasi untuk logistik, untuk urusan pemerintahan, untuk urusan kesehatan, untuk urusan kepulangan pekerja migran, kita dan juga urusan ekonomi esensial tetap masih bisa berjalan dengan protokol kesehatan yang ketat," kata Jokowi.
Sementara itu, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo pernah mengatakan setidaknya ada empat fase yang akan dilakukan jika ingin melonggarkan PSBB. Pertama adalah masa sosialisasi dan prakondisi lewat kajian dan mendengarkan aspirasi tokoh masyarakat.
Kedua adalah masalah waktu. Mereka akan menerapkan pelonggaran berdasarkan kurva menurun atau kurva melandai di satu daerah.
Ketiga adalah prioritas. Pemerintah akan melihat bidang mana saja yang perlu dilonggarkan akibat PSBB, termasuk kepada provinsi, kabupaten dan kota. Sebagai contoh, pemerintah melihat di bidang pangan, khususnya pasar, restoran maupun usaha yang bisa menghilangkan pekerjaan seseorang.
Terakhir adalah koordinasi pusat dan daerah. Ia mengingatkan kalau pelonggaran tidak boleh memicu penolakan dari masyarakat dan daerah tidak boleh berinisiatif untuk melonggarkan sendiri PSBB padahal belum disetujui pusat.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto