tirto.id - Beberapa partai politik (parpol) telah memasang target perolehan suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Namun, berkaca dari Pemilu terakhir, tidak ada satu pun partai yang sukses memenuhinya, bahkan PDIP—pemenang Pemilu 2014—sekali pun tak bisa memenuhi target.
PDIP menargetkan angka 27 persen dalam Pemilu lalu, tapi realisasinya hanya 18,95 persen dari total suara atau setara 23,6 juta suara. Golkar yang sempat menargetkan angka 30 persen, hanya meraup dukungan 18,4 juta suara, atau setara 14,75 persen. Begitu pula yang terjadi dengan Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, dan PKS.
Penelusuran tim riset Tirto, dari 12 Parpol peserta Pemilu 2014, ada tujuh yang menetapkan target dan terpublikasi, sisanya tidak menargetkan apa pun (atau kemungkinan tidak dilansir).
Untuk Pemilu nanti partai-partai seperti PPP, PKB, dan Hanura sudah menetapkan target suara. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, menganggap target para parpol sangat muluk, tidak sesuai dengan kemampuan mesin partai.
Tiga partai PPP, PKB, dan Hanura menargetkan masuk tiga besar pemenang Pemilu. Namun, ini dianggap tidak realistis mengingat perolehan suara mereka di Pemilu lalu tidak lebih dari 10 persen dari total suara nasional. Ditambah, kata Indria, tiga partai itu selama ini tidak punya basis massa yang kuat.
Contohnya PKB. Menurut Indria, partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar tersebut tidak akan mampu menembus tiga besar karena hanya kuat di dua provinsi: Jawa Tengah dan Jawa Timur. Partai tersebut, katanya, tidak punya "kaki" terutama di luar Pulau Jawa.
"Saya tidak yakin PKB bisa menaikkan apa yang sudah diperoleh sekarang," ujar Indria kepada Tirto, Senin (29/1) kemarin. "Hitungan pemilih di Pemilu kan merata, nasional, tidak regional," tambahnya.
Nasib Demokrat juga diprediksi akan sama dengan PKB. Meski pada Pemilu 2014 mendapat suara di atas 10 persen, Indria memprediksi Demokrat tidak akan mampu mempertahankan apa yang telah mereka peroleh. Harus diingat bahwa pada Pemilu 2014 mereka masih punya momentum dengan Ketua Umumnya menjabat sebagai presiden. Sementara pada Pemilu nanti tidak demikian.
"Agak berat mereka menjadi partai di jajaran atas. Jangan mimpi dapat suara di atas 10 persen," ujarnya.
Beratnya peluang Parpol kelas menengah—peraih suara 5-9 persen—dalam rangka target di Pemilu 2019 karena tidak punya figur yang kuat sebagai bahan "jualan" ketika kampanye. Menurut Direktur Populi Center Usep S Ahyar, figur masih berperan sangat besar dalam politik Indonesia. Bila pun ada figur yang ditonjolkan itu-itu saja alias monoton.
"Pada kondisi normal saat ini masyarakat cenderung apriori terhadap partai, dan tokoh yang diusung juga relatif tak ada yang baru. Padahal untuk partai itu ketokohan penting," kata Usep.
Tidak adanya figur yang menonjol juga menjangkiti Parpol kelas bawah—mendapat suara kurang dari lima persen. Sulit bagi Parpol peraih suara 0-9 persen pada Pemilu 2014 atau partai baru seperti PSI untuk meraih banyak suara di Pemilu mendatang.
Menurut Usep partai-partai ini bukannya tidak sadar kalau target sulit terpenuhi. Namun, hal itu tidak bisa dilihat secara sempit. Menurutnya, penetapan capaian tertentu dalam Pemilu tetap berguna untuk "jadi penyemangat untuk tetap bekerja dan motivasi bagi internal [partai]."
Tiga Besar Pemilu 2019
Jika partai kelas menengah dan bawah sulit merangsek naik atau sekadar menambah perolehan suara, bagaimana dengan partai papan atas? Siapa yang kira-kira akan jadi pemenang Pemilu?
Menurut Indria, persaingan sengit untuk duduk di posisi teratas masih akan melibatkan dua parpol lama: Golkar dan PDIP. Sementara di tempat ketiga kemungkinan ada Gerindra.
Ada sejumlah alasan mengapa Usep menyebut Golkar dan PDIP sebagai calon kuat pemenang Pemilu 2019. Golkar adalah partai tangguh, yang mampu beradaptasi dalam menghadapi konflik. "Golkar itu secara struktural dewasa, sehingga relatif cepat konsolidasinya," kata Usep.
Sementara kelebihan PDIP ketimbang Golkar adalah ia paling dekat dengan Presiden Joko Widodo. Untuk dapat terus mempertahankan posisi tersebut, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini harus tetap berupaya agar masyarakat melihat mereka harmonis.
"Parpol yang berhasil mengidentifikasikan diri sebagai partainya Jokowi akan mendapat insentif elektoral dalam Pemilu," ujar pengamat politik dari Poltracking, Faisal Arief Kamil.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino