tirto.id - Jika Anda seorang ayah dengan anak balita yang super aktif mungkin Anda perlu menengok kanal YouTube berjudul How to Dad yang diasuh oleh Jordan Watson. Pria dengan kaus hitam kedodoran, celana pendek, dan sandal jepit ini akan mengajarkan Anda cara untuk melakukan kegiatan bersama anak. Mulai panduan untuk memberi makan anak, cara agar bayi bisa mencuci mobil, sampai dengan tips untuk menidurkan anak.
Salah satu tips yang diberi judul How to Hold a Baby – tentang 17 cara memegang bayi – menjadi salah satu video terlaris dengan 2,8 juta kali ditonton. Atau video yang berjudul how to get a baby to clean the house yang sedikitnya mencapai 1,8 juta kali ditonton.
Setiap video yang dibuat oleh Jordan memiliki segala aspek penting, juga komikal, tentang bagaimana seorang ayah yang tinggal di rumah merawat anak. Mulai dari memakaikan bayi pakaian, mengganti popok, hingga membuat mereka tertidur.
Jordan Watson adalah sosok karakter ayah yang memutuskan untuk tinggal di rumah, bersama dua anaknya Mila dan Alba, mereka membuat sebuah tayangan yang menghibur tentang bagaimana ayah di rumah mendidik anaknya. Mereka menunjukkan bahwa ayah rumah tangga merupakan pekerjaan yang berat, siapapun yang menganggap bahwa pekerjaan domestik adalah persoalan sepele, bisa melihat bagaimana susahnya mengatur dan merawat anak di rumah dari tayangan How To Dad ini.
Lantas ini membuat banyak orang bertanya, bagaimana jika seorang ayah tinggal di rumah dan tidak bekerja?
Jordan Watson menyebut bahwa apa yang ia lakukan adalah sekedar penggambaran sehari-hari bagaimana perjuangan orang tua dalam merawat anak. Urusan domestik semestinya bisa dikerjakan bersama, maka ketika ia memerankan karakter ayah rumah tangga di How To Dad ia bisa merasakan apa yang banyak dialami oleh ibu rumah tangga. Misalnya dalam pembahasan tentang tidur, ia mengungkapkan bahwa “Orang tua yang memiliki balita tak pernah, benar-benar tidur”. Perjuangan ini yang membuat kanal YouTube Jordan menjadi menarik.
Bo Pryor adalah mantan marinir yang merawat mrpryorsneighborhood.com, sebuah blog yang digunakan untuk mencatat kegiatannya sebagai stay-at-home father. Ia mendokumentasikan segala komunikasi, kegiatan, dan perjalanan hidup bersama anaknya. Bo menyebut transisi dari seorang serdadu marinir menjadi ayah penuh waktu adalah momen yang paling berharga bagi hidupnya. Keputusan ini diambil bersama istrinya sebagai kesepakatan bahwa seorang anak bisa tumbuh secara maksimal dengan pengawasan dari orang tua.
Bo merasa bahwa pekerjaan lelaki untuk tinggal di rumah dan merawat anak bukan sesuatu yang rumit. Ia merupakan anak yang tinggal dengan delapan saudara lain. Bo terbiasa merawat dan berbagi beban kerja bersama saudara-saudaranya. Saat ditanya apa syarat dan modal penting untuk menjadi stay-at-home father adalah rasa ingin tahu, kebaikan, improvisasi, kesabaran dan mampu melihat apa yang tak nampak.
“Aku harus mendemonstrasikan kebaikan pada anak-anakku, karena hanya itu cara yang diajarkan kepadaku,” katanya.
Ia percaya bahwa kebaikan itu menular, jika seorang baik kepada siapapun maka anaknya akan meniru tindakannya sebagai perbuatan yang wajar. Namun ia menyadari bersikap baik kepada siapapun adalah tantangan. Sebagai ayah Bo merasa bahwa anak adalah rekan, ia melihat bagaimana dunia dari perspektif anak-anak, bagaimana mereka mencari tahu, penasaran, dan berinteraksi dengan dunia. Dari situ Bo merasa bahwa dengan pendekatan ini ia bisa mengerti anaknya dengan lebih baik.
Bhagavad Sambada, seorang warga Kalimalang, adalah ayah dari satu anak balita super aktif. Ia pernah mengalami momen sebagai stay-at-home father yang mendedikasikan waktunya untuk merawat anak.
“Jadi kenapa gua memilih menjadi stay at home dad sebetulnya adalah perkara kompromi. Kami berdua adalah pekerja kantoran, dan ketika anak pertama kami lahir kami dihadapkan pilihan antara mau tetap bekerja dan mempekerjakan baby sitter atau salah satu dari kami harus resign/meninggalkan pekerjaan untuk mengurus anak,” katanya.
Pilihan untuk mempekerjakan baby sitter ditinggalkan karena banyak berita yang mengkhawatirkan. Mulai dari kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan, penganiayaan, penculikan hingga pembunuhan. Ini yang membuat Bhaga dan sang istri memilih untuk mengalah dan mengurus sendiri anaknya.
“Kenapa gua yang akhirnya menjadi bapak rumah tangga? Karena pekerjaan istri mengharuskan dia untuk menjadi pekerja kantoran, sedangkan pekerjaan saya lebih fleksibel dan bisa dikerjakan dari rumah,” katanya.
Pria punk penggemar Jerink SID ini menyebut bahwa kendala terbesar menjadi ayah penuh waktu atau bapak rumah tangga adalah pembagian waktu dan tekanan pekerjaan mengurus anak yang begitu besar.
“Anggap aja anak sebagai klien yang (ketika masih bayi) kemampuan komunikasinya masih sangat terbatas, jam tidur yang random, mood yang hampir tidak mungkin dikendalikan,” katanya.
Ini kerap memusingkan namun bukan berarti tanpa solusi, menurutnya orang sering menganggap bapak/ibu rumah tangga bukanlah sepenuhnya sebuah pekerjaan/profesi. “Saya tidak setuju dengan itu karena menurut saya menjadi bapak/ibu rumah tangga menuntut tanggung jawab, komitmen, dedikasi, passion, risiko dll yang sama besarnya dengan pekerjaan lain,” katanya.
Ada beberapa hal yang membuat Bhaga memilih menjadi stay-at-home dad selain kepentingan pragmatis seperti menjaga anak. Ia juga melihat bahwa sebagai ayah ia bisa melihat langsung perkembangan anak dari hari ke hari. Dari mulai kata pertama, langkah pertama, kalimat pertama dan lainnya. Menyaksikan dan terlibat dalam setiap proses tersebut secara langsung adalah hal yang sangat luar biasa.
“Dukanya saya sering merasa tertinggal ketika tidak bisa lagi ikut ada keramaian seperti nongkrong bareng teman, nonton konser dan lain-lain. Sering kesepian juga di rumah karena istri baru pulang malam,” katanya.
Kokok Dirgantoro, seorang pengusaha yang memberikan cuti ayah satu bulan mengungkapkan alasan memberikan cuti bagi ayah yang baru memiliki anak agar mereka bisa lebih dekat dengan anak dan istrinya. Ia melihat bahwa relasi anak dan ayah pada saat-saat awal masa kelahiran penting.
“Terutama untuk membantu istri menghadapi baby blues,” katanya. Ia sendiri menilai profesi stay-at-home Father bukan pekerjaan yang mudah, ia perlu komitmen tinggi dan perjuangan karena mesti merawat anak bayi yang baru lahir secara total.
Sementara itu, Bhaga juga menekankan bahwa perkara at home parents ini hanya sebatas pembagian kerja dari dua orang setara yang menikah.
“Siapa yang tugasnya cari uang/kerja keluar dan siapa yang stay at home ngurus anak. Nah, ketika sekarang makin banyak perempuan dengan pendidikan tinggi, karir bagus dan lain-lain memang pada akhirnya jadi nggak relevan kalau ada anggapan tempat perempuan adalah di urusan domestik,” jelasnya.
Ia menolak bahwa perkara domestik atau urusan rumah melulu tugas perempuan, cuma karena dianggap para perempuan mempunyai naluri keibuan atau alasan lainnya.
“Saya juga kurang setuju, karena--kecuali masalah teknis seperti ASI- menurut saya setiap manusia - apalagi orang tua - terlahir dengan insting yang sama; insting untuk bertahan hidup, insting untuk melindungi, memelihara, mencintai,” katanya.
Menariknya dalam perkembangan di dunia saat ini distribusi kerja antara lelaki dan perempuan dalam bidang domestik semakin egaliter. Pada 2012 jumlah ayah di AS yang tinggal di rumah dan merawat anak naik dua kali lipat dibanding sejak 1989.
Dalam riset yang dimuat di Psychology of Men & Masculinity (2012) disebutkan bahwa ayah yang tinggal di rumah dan mengerjakan pekerjaan domestik tidak terlalu memegang teguh pandangan maskulin daripada ayah yang bekerja di kantor.
Laki-laki yang bersedia tinggal di rumah dan merawat anak melihat bahwa maskulinitas bukan sebagai sesuatu yang istimewa dan dikotomi peran gender dalam rumah tangga adalah hal yang bisa dinegosiasikan. Bagaimana dengan Anda, siap jadi bapak rumah tangga? atau Anda seorang istri yang siap bernegosiasi agar suami berperan lebih besar untuk urusan domestik?
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra