tirto.id - Hampir semua perempuan di dunia memiliki kriteria tentang pasangan idealnya. Bukan soal fisik semata, melainkan juga kepribadian.
Dinda misalnya.
Jika berpasangan nanti, ia ingin memiliki pendamping yang disebutnya punya aura kebapakan, mulai dari sifat-sifatnya yang mengayomi dan penyayang sampai wajahnya yang menunjukkan kedewasaan.
"Enggak yang terlalu imut gitu lah," kata Dinda.
Beda cerita dengan Yuna.
Yuna cenderung tertarik pada laki-laki dengan fitur muka yang kekanakan dan rentang usia tak terlalu jauh darinya.
"Gak ada alasan khusus kenapa pilih laki-laki dengan kriteria itu. Kayanya lebih cocok saja sama aku," celoteh Yuna.
Terdapat banyak faktor yang memengaruhi bagaimana perempuan memilih kekasih, pasangan, atau suami. Sebab, hal ini akan menjadi salah satu keputusan terpenting dalam hidup.
Apabila kita bicara dari sudut psikologi evolusi, perempuan mencari pasangan yang dapat menyediakan sumber daya yang memaksimalkan peluang bagi anak-anak mereka supaya dapat tumbuh dengan baik.
Perempuan juga bisa jadi tertarik pada kekuatan fisik laki-laki. Hal ini kemungkinkan berkaitan dengan salah satu indikator evolusi dari kemampuan laki-laki untuk melindungi keluarga dan keturunannya.
Sementara teori lain menyatakan bahwa perempuan mencari pasangan yang akan membuatnya merasa lebih baik dan memperbaiki cara pandang orang lain terhadap dirinya.
Namun ternyata masih ada hal lain yang secara tak sadar memengaruhi seorang perempuan dalam pasangannya: kemiripan dengan sosok figur ayah mereka.
Ya, meskipun tidak disadari, mencari pasangan yang mirip dengan ayah mereka ternyata dapat ditemui pada sejumlah perempuan.
Terapis hubungan Dr. Judith Wright, dikutip dari Marie Claire, menuturkan pada dasarnya interaksi yang kita miliki dengan ayah sewaktu kecil adalah kesempatan pertama untuk mempraktikkan komunikasi dengan lawan jenis.
“Itu disebut pemrograman pra-seksual. Saat masih bayi, kita mengembangkan skema bawah sadar tentang apa itu cinta berdasarkan cara kita diperlakukan oleh pengasuh utama kita. Kemudian, sebagai orang dewasa, kita tertarik pada orang yang merangsang dengan cara yang sama," jelas Wright.
Tentu saja bukan sembarang perlakuan.
Menurut Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., Psikolog atau biasa disapa Nita, kecenderungan untuk tertarik dengan sosok seperti figur ayah erat kaitannya dengan pola pengasuhan baik yang mereka dapatkan sewaktu kecil.
Gambarannya seperti ini. Saat anak perempuan melihat dan mendapat perlakukan dari ayah yang penuh perhatian, menenteramkan, membahagiakan, menenangkan, artinya anak perempuan akan memiliki kedekatan dengan sang ayah.
Pengalaman dengan ayah ini membuat perempuan menganggap ayah sebagai sosok atau figur idola. Hal ini, akhirnya, secara tidak disadari, membentuk semacam ‘cetak biru’ bahwa contoh pasangan ideal yang baik adalah seperti ayahnya.
"Kedekatan mereka dengan ayah adalah sesuatu yang membahagiakan sehingga anak perempuan menginginkan bahwa nanti pasangan bisa menjadi figur yang sayang, perhatian, cara melindunginya seperti ayah. Namun tentu saja dengan catatan mereka mendapatkan pengasuhan yang baik sehingga ayah betul-betul menjadi figur idola," papar Nita lagi.
Itulah mengapa jika kita pernah mencermati, acap kali anak perempuan di usia dini akan menunjukkan sisi-sisi romantisnya seperti berdandan atau memakai baju yang bagus, ketika ada sang ayah.
Apa yang diungkapkan Nita ini sejalan dengan temuan studi lawas yang dipublikasikan di jurnal Evolution and Human Behaviour (2007).
Dirangkum dari Science Daily, riset ini mengemukakan bahwa perempuan yang punya hubungan baik dengan ayah mereka semasa kecil cenderung memilih pasangan yang mirip ayah mereka.
Hasil tersebut menegaskan bagaimana pentingnya hubungan orang tua dalam pemilihan pasangan. Termasuk menunjukkan bahwa kualitas hubungan anak perempuan dengan ayahnya berdampak pada siapa yang menurutnya atraktif atau menarik.
"Dan sekarang kita bisa bilang bahwa anak perempuan yang memiliki hubungan masa kecil yang sangat positif dengan ayah mereka memilih laki-laki dengan karakteristik wajah sentral yang mirip dengan ayah mereka," ujar Boothroyd.
Sebaliknya, anak perempuan yang memiliki hubungan negatif dengan ayahnya cenderung tidak tertarik pada laki-laki yang mirip dengan ayah mereka.
Nita mencontohkan, ayah yang sering melakukan KDRT kepada istrinya tentu akan menjadi figur negatif bagi anak perempuan yang membuat mereka tidak mengidolakan sang ayah.
Relasi baik antara ayah dan anak perempuan juga bisa tidak terjadi karena ayah yang terlalu sibuk, melakukan penolakan, atau tidak memberikan perhatian sehingga membuat anak perempuan tidak mendapatkan pengasuhan yang baik dan kehilangan figur idola.
Pengasuhan yang buruk ini pun nantinya dapat berimbas pada anak perempuan.
Bukan tidak mungkin mereka kehilangan figur idola yang dapat membuat mereka justru beralih pada kegiatan negatif, atau justru membuatnya takut untuk berelasi dengan laki-laki.
Fisik dan Kepribadian
Lantas, kemiripan dengan sosok ayah seperti apa yang secara tidak sadar dicari perempuan saat memilih pasangan?
Apakah terbatas pada fisik atau termasuk juga dengan kepribadiannya?
Melansir artikel di Psychology Today, Zuzana Štěrbová dari Charles University di Praha, bersama dengan rekan penelitinya di Praha dan São Paulo, berusaha mencari tahu tentang hal tersebut.
Mereka memutuskan untuk menyelidiki apakah kualitas fisik dari orang tua dapat memengaruhi preferensi pasangan.
Mereka merekrut sekitar 900 orang yang tertarik pada laki-laki. Relawan kemudian diperlihatkan siluet laki-laki tanpa busana.
Tugas para relawan adalah memilih pria yang tubuhnya paling mirip dengan pasangan ideal mereka, paling mirip dengan pasangan mereka saat ini atau terakhir, dan paling mirip dengan ayah mereka seperti yang mereka ingat dari masa kecil mereka.
Gambar-gambar tersebut tidak dipilih secara acak, melainkan diambil dari buku teks tahun 1950-an, The Atlas of Men, yang menggambarkan berbagai macam tubuh laki-laki menurut somatotipe mereka.
Somatotipe tubuh laki-laki dapat bervariasi dari ektomorfik, endomorfik, hingga mesomorfik. Dalam bahasa yang lebih sederhana, seorang pria dapat bertubuh kurus, gemuk, berotot, atau di antaranya.
Tim peneliti menemukan bahwa bentuk tubuh pasangan ideal yang dipilih perempuan heteroseksual dalam eksperimen itu adalah yang mirip dengan bentuk tubuh ayah mereka.
Meski begitu, apakah hanya sekedar kemiripan fisik saja yang secara tidak sadar dicari oleh perempuan?
Soal ini, Psikolog Nita berpendapat, justru kepribadian menjadi hal mendasar yang memengaruhi seorang anak perempuan saat memilih pasangan yang kemudian berkorelasi dengan fisik.
Misalnya, seorang anak perempuan memiliki sosok ayah yang menenteramkan, membahagiakan, menenangkan. Maka, anak dapat berpikir bahwa itu bisa menjadi kriteria pasangan idealnya.
Selain itu, bisa jadi, kebetulan ayah dengan kriteria tersebut juga memiliki ciri fisik tertentu, seeperti kurus dan tinggi.
Gambaran itulah yang kemudian dapat membentuk mindset pada si anak bahwa seseorang yang kurus tinggi berarti akan penuh kasih sayang dan perhatian.
"Jadi mindset di sini adalah lebih pada pemaknaan anak bahwa orang dengan ciri-ciri seperti [ayahnya] itu cenderung memberikan sesuatu yang positif. Itu yang kemudian memengaruhi cara berpikir anak saat mencari pasangan, " ungkap Nita.
Salahkah Jika Pasangan Mirip Ayah?
Nah, apabila kamu menyadari bahwa pasanganmu sangat mirip dengan orang tuamu, mungkin kamu jadi bertanya-tanya. Apakah itu salah?
Wajar juga jika kamu kemudian khawatir dan sibuk mencari tahu di internet tentang apa arti di balik pilihanmu tersebut.
Dikutip dari situs Well and Good, menurut Natalie Moore, LMFT, terapis berlisensi di Los Angeles, berkencan atau memiliki pasangan seseorang yang mengingatkan dengan sosok orang tua belum tentu merupakan hal yang buruk atau sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Di satu sisi, Moore menganjurkan kita untuk berpikir dan mempertanyakan lagi, apabila pasangan kita memiliki kemiripan dengan orang tua kita, apakah hal tersebut sampai merusak hubungan asmara yang berlangsung?
"Jika hubungan kalian tetap positif, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Moore.
Pada saat yang sama, Moore menyarankan untuk tidak terpaku pada "bagaimana jika" dan "mengapa", melainkan pada apa yang kamu butuhkan saat ini.
"Jika kamu merasa puas dan terpenuhi dalam hubungan tersebut, maka tidak masalah jika pasanganmu menyerupai orang tua, alih-alih kamu sibuk terus-menerus menganalisis tentang kemiripan itu," katanya.
Seperti halnya Moore, Psikolog Nita juga menyatakan bukan jadi soal kalau punya pasangan yang mendekati figur ayah, entah sifat maupun fisiknya.
Apalagi jika relasi tersebut berlanjut hingga ke jenjang pernikahan, kemiripan tersebut malah bisa membuat pasangan lebih mudah approach atau melakukan pendekatan pada keluarga.
"Jadi ada kedekatan karena perilaku atau kepribadian antara pasangan dan ayah yang mirip, sehingga tercipta chemistry," tambah Nita.
Meski demikian, kamu perlu waspada juga, ya!
Apabila ada tanda-tanda yang mengarah pada red flag dalam hubungan, jangan takut untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali masa depanmu dengan pasangan.
Wright menambahkan, cobalah untuk menulis daftar semua kesamaan pasangan dengan orang tua yang dominan.
Dengan begitu, kamu dapat belajar mengenali pola perilaku apa yang berisiko kamu alami dalam relasi asmaramu sehingga dapat segera memutus siklus perilaku negatif yang mungkin muncul dari pasangan.
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih