tirto.id - "Sok pawang hujan, pawang kuota aja dulu!"
Cuplikan sebuah iklan YouTubemenggambarkan kuota internet menjadi "darah" bagi smartphone banyak orang masa kini. Beberapa aplikasi memang menyediakan tawaran untuk menghemat penggunaan kuota data internet, tapi perilaku penggunaan kuota oleh pemilik ponsel tetap saja yang menentukan.
Pengguna ponsel yang cermat, mencoba mengakali berbagai cara agar kuota yang terbatas itu bisa panjang umur dipakai sehari-hari, salah satunya dengan tak sembarangan memilih browser.
Pada Mei 2017, Opera, perusahaan teknologi asal Norwegia, merilis survei bertajuk “The Browser Satiffactory Index”. Survei ini menunjukkan 90 persen pengguna smartphone tak menggunakan browser atau perambah bawaan.
Mayoritas responden berusia 18-25 tahun yang berasal dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar menyatakan bahwa browser bawaan memiliki cukup banyak kelemahan, antara lain: lambat, sering terjadi crash atau error, mengonsumsi tinggi data internet, bermasalah saat pengguna ingin men-download konten, dan sering munculnya iklan yang tak diharapkan.
Survei ini dilakukan, salah satunya, karena meningkatnya penggunaan smartphone untuk berselancar di dunia maya. Ivollex Hodiny, Growth Director Asia pada Opera Software menyatakan “pengguna smartphone Indonesia sangat mencintai penggunaan mobile browser mereka (untuk berselancar), dan lebih dari setengahnya menggunakan (mobile browser untuk berselancar) tak kurang dari delapan jam per hari.”
Survei ini juga mengungkapkan adanya perbedaan penggunaan internet antara laki-laki dan perempuan.
“Kami mengetahui bahwa responden laki-laki dan perempuan memiliki ketertarikan berbeda dalam hal jenis informasi yang mereka cari. Responden pria tertarik pada informasi yang berkaitan dengan olahraga, teknologi, dan kesehatan. Sementara itu responden wanita mencari informasi mengenai gaya hidup, kesehatan, dan hiburan atau gosip,” ucap Hodiny.
Selain perbedaan ketertarikan, pria dan wanita juga memiliki karakteristik berbeda soal bagaimana mereka mengelola data. Bagi laki-laki, sebanyak 42 persen dari mereka menggunakan fitur data saving untuk menghemat kuota internet. Sementara kaum wanita, hanya 33 persen yang menggunakannya. Secara sederhana, ini dapat diartikan bahwa laki-laki lebih suka menghemat penggunaan kuota daripada perempuan.
Anna Bujala, mahasiswa doktoral dari University of Lodz, Polandia, dalam papernya berjudul “Gender Differences in Internet Usage” 2012, menyatakan bahwa penelitian-penelitian tentang penggunaan IT sejak dekade 1960-an menunjukkan adanya perbedaan dari segi sikap, keterampilan, dan praktik antara laki-laki dan perempuan.
Merujuk data yang dipaparkan Statista, dari enam regional dunia (Afrika, Jazirah Arab, Asia Pasifik, Amerika, negara-negara pecahan Uni Soviet, dan Eropa) perempuan hanya unggul di Amerika, sebanyak 66,7 persen populasi perempuan merupakan pengguna internet. Unggul dibandingkan laki-laki yang hanya menyumbang 65,1 persen populasi.
Secara lebih terperinci, hanya ada 13 negara, yang memiliki data soal penggunaan internet berdasarkan gender, yang perempuannya lebih unggul dibandingkan pria soal jumlah pengakses internet. Di Indonesia, internet dikuasai pria, sebanyak 23,7 persen populasi pria merupakan pengguna internet. Unggul dibandingkan kaum perempuan yang baru menyumbang 20,3 persen.
Perempuan Unggul di Media Sosial
Dalam riset yang dilakukan antara Januari-Juni 2015 di Amerika Serikat oleh Pew Internet Project, disebutkan bahwa ada perbedaan penggunaan internet antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya mirip dengan survei yang dilakukan Opera di Indonesia.
Riset itu mengungkapkan bahwa, dibandingkan laki-laki, perempuan menggunakan internet untuk mengirim dan menerima email, memperoleh petunjuk dari peta daring, memperoleh informasi kesehatan dan permasalahan yang terkait, serta mendapatkan informasi religi.
Sementara itu, laki-laki menggunakan internet untuk mengecek kondisi cuaca, membaca berita, memperoleh informasi olahraga, politik, dan keuangan, mencari informasi lowongan kerja, serta dipergunakan untuk mengunduh file digital seperti musik. Selain itu, dalam riset lainnya yang dilakukan Pew, disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan internet untuk media sosial (seperti Facebook dan Instagram) dibandingkan laki-laki.
Riset Pew itu diperkuat melalui riset yang dirilis comScore. Adweek, yang mengutip riset comScore berjudul “Women on the Web: How Women are Shaping the Internet,” menyatakan bahwa 48 persen pengunjung unik situsweb media sosial merupakan perempuan. Pada April 2016 lalu, comScore, tulis The Atlantic, merilis riset serupa yang menyatakan bahwa 42 persen dari 108 juta pengunjung unik Instagram adalah laki-laki. Angka itu, kalah dibandingkan perempuan yang menyumbang 58 persen pengunjung unik pada Instagram.
Alice Marwick, peneliti pada Fordham University, New York, AS, menyatakan pada The Atlantic bahwa lebih tingginya penggunaan media sosial, khususnya Instagram, oleh wanita ialah karena platform berbasis foto itu lebih menekankan pada standar kecantikan dan estetika. Penekanan itu, membuat lebih banyak perempuan tertarik menggunakannya dibandingkan laki-laki.
Rachel Simmons, peneliti pada Lincoln College, Oxford University, menyatakan bahwa Instagram memungkinkan perempuan mengotak-atik penampilannya dengan mudah, mirip sebagaimana mereka melakukan make-up pada wajahnya.
“Semua orang ingin menjadi gadis tercantik. Instagram menyediakan platform di mana wanita dapat memasuki kompetisi (gadis tercantik) itu setiap hari,” terangnya.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra