Menuju konten utama

Beda Pendapat Menteri Jokowi Soal Omnibus Law: Typo & Salah Tafsir

Yasonna mengatakan bila kata undang-undang dalam pasal tersebut salah ketik, di mana seharusnya yang tertulis adalah kata perundang-undangan.

Beda Pendapat Menteri Jokowi Soal Omnibus Law: Typo & Salah Tafsir
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bersiap mengikuti rapat kerja bersama yang diselenggarakan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengakui adanya salah ketik pada pasal 170 Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (sebelumnya RUU Cilaka). Substansi pasal ini memungkinkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengubah Undang-Undang (UU). Padahal, dalam hierarkinya, PP ada di bawah undang-undang.

Yasonna mengatakan bila kata undang-undang dalam pasal tersebut salah ketik, di mana seharusnya yang tertulis adalah kata perundang-undangan.

"Ya [salah ketik] enggak bisa dong PP melawan undang undang. Peraturan perundang undangan itu," kata Yasonna usai rapat di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2020).

Sama seperti Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, Yasonna mengatakan peraturan perundang-undangan tidak bisa mencabut peraturan daerah. Sebab, Indonesia sudah tidak mengenal lagi konsep executive review.

Sebagai informasi, gubernur bisa membatalkan peraturan daerah di level kabupaten kota sementara Kementerian Dalam Negeri bisa membatalkan peraturan daerah. Hal tersebut diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Namun, kewenangan tersebut dihapus setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 137/PUU-XIII/2015 dan 56/PUU-XIV/2016 tentang pencabutan kewenangan pemerintah untuk membatalkan (executive review) peraturan daerah (Perda).

Yasonna berpandangan, perda merupakan produk undang-undang. Di atas perda, ada peraturan presiden kemudian peraturan pemerintah. Menurut politikus PDIP ini, sebuah undang-undang hanya bisa dibatalkan lewat peraturan di atasnya.

Selain itu, Yasonna mengingatkan kalau daerah mendapat mandat dari presiden akibat konsep desentralisasi. Oleh karena itu, presiden sebagai pemegang mandat tertinggi berhak untuk membatalkan aturan bila dianggap bermasalah lewat undang-undang yang lebih tinggi daripada daerahnya.

"Jadi dalam hal ini juga Peraturan daerah tidak boleh melawan peraturan presiden atau peraturan pemerintah. Kalau tidak sesuai, itu bisa dibatalin melalui perundang-undangan itu juga," kata Yasonna.

Ia mencontohkan seperti Omnibus Law. Saat ini, omnibus law membatalkan beberapa perundang-undangan. Hal itu sah dalam pandangan Yasonna. Menurutnya tidak perlu ada revisi draf RUU Cipta Kerja, karena akan diperbaiki saat pembahasan undang-undang antara pemerintah dan DPR.

"Itu enggak perlu. Nanti kan di DPR nanti akan diperbaiki. Mereka buat DIM itu. Itu teknis," kata Yasonna.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tak mau mengaku adanya salah ketik, seperti yang disampaikan Yasonna dan Mahfud MD. Airlangga berdalih isi Pasal 170 itu ada salah pengertian, bukan salah ketik.

"Bukan [salah ketik]. Memang itu ada salah pengertian di sana bahwa PP itu tidak bisa menggantikan undang-undang," kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan.

Airlangga memahami undang-undang memiliki hierarki. Undang-undang berada di peringkat teratas kemudian diikuti peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan di bawahnya. Menurutnya peraturan pemerintah tidak bisa menggantikan undang-undang, namun ia bersikukuh tidak ada kesalahan ketik dalam pasal 170.

"Tidak ada. Bacanya aja yang belum pas," kata Airlangga.

Dalam pasal 170 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang.

Pasal 170 ayat (1) berbunyi "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."

Pasal 170 ayat (2) berbunyi "Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Pasal 170 ayat (3) berbunyi "Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia."

Mahfud MD bahkan menegaskan bila undang-undang tidak bisa diubah ataupun diganti menggunakan Peraturan Pemerintah (PP). Mahfud justru menduga adanya kesalahan ketik di RUU Ciptaker.

"Mungkin itu keliru ketik atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada begitu. Oleh sebab itu kalau ada yang seperti itu nanti disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan," ujar Mahfud di Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020) dilansir dari Antara.

Baca juga artikel terkait RUU CILAKA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto