tirto.id - Petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah adanya politisasi terkait makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Priuk di Jakarta Utara yang diperlakukan seperti cagar budaya. Ahok berdalih inisiatif tersebut berasal dari warga, bukan dirinya.
"Makanya sekarang kalau perbuatan politik saya yang datangi mereka atau mereka yang datangi saya? kalau perbuatan politik, berarti saya yang berusaha mendekati Mbah Priuk, berani nggak saya datang, nggak berani saya," ujar Ahok di Pulau Gadung Jakarta Timur, Jumat (10/3/2017).
Ahok mengklaim, apa yang ia lakukan hanya untuk melindungi makam Mbah Priuk, untuk diberlakukan seperti Cagar Budaya. Dengan demikian, Ahok membantah jika Makam Mbah Priuk telah dijadikan Cagar Budaya.
"Cagar budaya sama diberlakukan seperti cagar budaya beda gak? jadi sebetulnya tempat itu, bikin sertifikat atas nama yayasan Mbah Priuk janganlah tanah orang dari 5,4 hektar mereka sudah ngalah 2 hektar demi pelabuhan 3,4 hektar masih mau ditantangin," ujar Ahok.
Lebih lanjut, Ahok mengatakan pihaknya tak mau berdebat benar tidaknya. Namun, kata dia, pihaknya memiliki kepentingan menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata. Pasalnya, dalam tiap minggu, terdapat banyak peziarah.
"Memang makanya kita lihat proses, kita kan tetap aja dilindungin, saya tidak membuat SK menetapkan cagar budaya, diberlakukan sebagai cagar budaya loh," tambah Ahok.
Sebelumnya, Sabtu (4/3) ketika masih menjadi gubernur, Ahok meresmikan makam mbah Took, Koja, Jakarta Utara sebagai Cagar Budaya. Ia mendatangi Makam Mbah Priuk dengan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang Cagar Budaya Makam Mbah Priuk.
Sejarawan JJ Rizal menilai jika peresmian tersebut terlalu slebor. Pasalnya, penetapan dilakukan tanpa terlebih dahulu dilakukan kajian sejarah. Sama halnya dengan kasus reklamasi yang baru membuat Amdal setelah pembangunan reklamasi dimulai.
Menurut Rizal, Ada cerita tentang mbah Priok tidak benar seperti perannya dalam syiar Islam di Betawi. Karenanya, Rizal mengumpulkan jika apa yang dilakukan Ahok tidak benar dan merupakan hak terburuk dalam sejarah penetapan Cagar Budaya.
Menanggapi pernyataan Ahok di atas, JJ. Rizal mengatakan hal tersebut justru menjadi semakin nyata tindakan kehilangan akal sehat dan belum juga kembali normal.
"Pengaruh bisikan gaib dari makam Mbah Priok rupanya masih lebih kuat mengiang-ngiang di kepala pak Ahok, dibandingkan UU Cagar Budaya No. 10 Tahun 2011," ujar dia kepada Tirto.id, Jumat, (10/3).
Ia berujar jika keputusan Ahok tersebut sesat. Termasuk bombardir data sejarah budaya yang menerangkan kepalsuan historis seputar Mbah Priok juga makamnya.
Menurut dia, keputusan Ahok menjadikan makam Mbah Priok 'seperti' Cagar Budaya hanyalah merupakan langkah politik pilkada.
"Aspek sejarah, budaya sudah jelas tidak akan bisa karena telah diriset setelah kerusuhan besar pada 2010. Riset ini melibatkan Pemprov DKI selain MUI dan PMI. Rekomendasinya pun jelas bahwa bukan saja tidak layak juga berbahaya bagi budaya beragama di Jakarta bahkan Indonesia," jelasnya.
Selebihnya, ia bilang jika Mbah Priok bukanlah tokoh sejarah yang penting. Bahkan, lanjut dia, namanya saja tidak disebut dalam jaringan ulama yang dianggap berjasa mengislamkan Betawi.
Hal tersebut seperti yang sudah diteliti Ridwan Saidi, Rahmat Zailani Kiki, atau Ahmad Fadli dalam bukunya yang mengisahkan jaringan ulama Betawi and 19-20. Selain itu juga tidak ada dalam disertai Muhammad Zafar Iqbal yang membuat studio Long Durer Islam di Jakarta, dan Abdul Aziz tentang Islam Dan Masyarakat Betawi.
"Ketiadaan Mbah Priok dalam sejarah pengislaman Betawi semakin jelas setelah peristiwa kerusuhan Makam Mbah Priok pada 2010 dibuat tim riset besar yang diinisiasi Jusuf Kalla dari PMI bekerja sama dengan MUI. Tim ini malah membuktikan Mbah Priok lebih banyak mengandung story (cerita) dan kurang history (sejarah)" tambah Rizal.
Lantaran banyaknya cerita, maka kemudian sukar ditemui bukti sejarah faktual. Makam mbah Priok, kata dia, sudah kebanyakan mitos, legenda berisi sepak terjang serta petualangan ajaib-fantastik si Mbah Priuk dalam berbagai kaliber, ketika hidup maupun setelah meninggal sehingga kemudian sukar dinalar.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Agung DH