tirto.id - 18 Oktober 1922, tepat 96 tahun silam, The British Broadcasting Company, Ltd., berdiri. Penggagasnya adalah pebisnis visioner asal Skotlandia, John Reith. Di luar perkara untung-rugi perusahaan, ia punya visi untuk mengembangkan stasiun radio yang berkonten “informatif, edukatif, dan menghibur.”
Encyclopaedia Britannica mencatat perusahaan tersebut mula-mula berstatus sebagai korporasi swasta. Pemegang sahamnya juga hanya mereka yang berstatus sebagai pemilik pabrik. Reith beruntung sebab The British Broadcasting Company, Ltd hadir di awal popularitas radio di kalangan warga Inggris.
Pada tahun 1925 parlemen Inggris tertarik untuk mengubah The British Broadcasting Company, Ltd menjadi perusahaan milik negara. Reith setuju. Namanya kemudian diganti menjadi British Broadcasting Corporation atau lebih dikenal melalui singkatannya: BBC.
Meski berstatus selayaknya “BUMN”, BBC berupaya menjadi media yang independen. Reith, yang menjabat sebagai manajer umum pertama (dan direktur umum periode 1927-1939), menganggap keputusan ini penting untuk menyajikan informasi yang berbobot bagi khalayak umum.
Hasil akhirnya lebih kompromis. BBC tetap berlaku sebagai penyampai kabar dari istana. Modal yang besar membuat BBC mampu mempelopori banyak hal. Seperti misalnya melahirkan jaringan siaran radio yang menjangkau seantero teritori Britania Raya, atau membangun layanan siaran televisi pertama di dunia pada 1936.
Lalu Perang Dunia II datang. Di titik ini para sejarawan mencatat BBC memainkan peran penting. Agresi Nazi Jerman di bawah kendali Adolf Hitler memang menakutkan. Elite Inggris, terutama Winston Churchill, sibuk menguatkan moral moral masyarakat Inggris melalui siaran radio BBC.
Akademisi Gettysburg College, Mallory Huard pernah menjabarkannya di kanal The Gettysburg Historic Journal Volume 11 (2012) melalui artikel ilmiah bertajuk “The BBC and the Shaping of British Identity from 1922 to 1945”.
Huard mencatat fakta penting: BBC hadir saat angka pengangguran di Inggris meroket tajam. Warga otomatis mencari kegiatan khusus di waktu senggang, dan tiada yang paling mengasyikkan ketimbang mendengarkan radio.
Sadar penggemarnya makin banyak, BBC menggaet lembaga-lembaga profesional untuk meningkatkan kualitas siarannya. Dua di antaranya British Institute of Adult Education dan Workers’ Education Association, organisasi pegiat gerakan pendidikan orang dewasa.
“Tujuan utamanya adalah untuk mendidik kaum pengangguran bagaimana menyikapi kondisinya dengan cara menyibukkan diri melalui aktivitas yang produktif di kala senggang,” tulis Huard.
BBC juga memakai metode lain untuk menggaet pendengar. Mereka lebih dulu menyadari keragaman masyarakat di bawah naungan kerajaan. Dalam konteks Perang Dunia II, keragaman dan perbedaan ini dianggap sebagai kendala utama yang bisa melemahkan bangsa. Solusi BBC sederhana: merekrut penyiar dengan aksen dan bahasa yang berbeda.
Ada dua keuntungan memakai metode ini. Pertama, minoritas (baik dalam konteks identitas budaya maupun kelas ekonomi) merasa dihargai sebagai warga negara. Hal itu membuat moralitas serta rasa nasionalisme mereka turut terdongkrak. Hal ini terbukti membantu pemerintah yang sedang pontang-panting di medan perang. Dalam pertempuran di Pantai Dunkirk, Perancis, misalnya. Banyak warga sipil yang turut menjemput pasukan Inggris dengan memakai kapal-kapal kecil milik mereka sendiri.
Kedua, melemahkan Hitler dan gerombolan Blok Poros. Radio adalah media propaganda terbaik di era 1940-an. Blok Poros menggunakannya secara maksimal. Kerja BBC mampu mengimbangi manuver mereka. Pemakaian aksen dan bahasa yang berbeda membuat siarannya terdesentralisasi dan propaganda Sekutu bisa menyebar dengan efektif ke luar London maupun Ingggris.
Cerita menarik datang dari Willfred Pickles, penyiar BBC pada 1941. Mengutip laporan Smitsonian Mag, alih-alih menggunakan standar “Received Pronounciation”, ia memakai aksen Inggris bagian utara tempat ia berasal.
Contohnya adalah pengucapan “good night” yang terdengar menjadi “gud nit”. Kehadirannya memancing kontroversi. Bahkan ada rumor kalau pendengar BBC kurang mempercayai isi berita yang dibawakan oleh Pickles.
Elite BBC bergeming. Faktanya, setelah Pickles melakoni tugasnya selama beberapa bulan, ia berubah status dari selebriti radio regional menjadi pembawa acara populer di BBC. Acara “Have A Go” yang dipandunya dinikmati oleh lebih dari 20 juta pendengar per minggu.
Mengapa? John Reith merekrut Pickles bukan tanpa alasan. Ia telah menyadari satu hal: bahasa Inggris sesuai “Received Prononciation”, alias “The Queen English” atau “Oxford English”, ternyata cuma dipakai dua persen dari populasi. Bahasa itu hanya dipakai oleh kalangan elite saja.
Popularitas Pickles menjadi batu tonggak pergeseran elite BBC dan pemerintahan Inggris dalam memahami kondisi sosiologis warganya. Jika ingin mewujudkan persatuan, mereka mesti memakai aksen dan bahasa lokal. Selain lebih dihargai, konten yang dibawakan penyiar juga akan lebih mudah dipahami.
Perkara aksen dan bahasa tidak hanya berlaku dalam dimensi kebudayaan, tetapi juga kelas sosial. Melalui perekrutan penyiar seperti Pickles, mereka ingin menjangkau kategori pendengar yang jumlahnya jauh lebih besar ketimbang kaum borjuis: golongan proletar, kaum buruh, dan orang-orang ekonomi bawah lain.
Penggerak “Pop Culture”, Penegas Inovasi Britania Raya
96 tahun adalah waktu yang panjang. Beruntung, BBC tetap mampu mempertahankan eksistensi sekaligus meluaskan organisasi dalam berbagai segi.
Dari segi staf, lembaga penyiaran tertua itu di dunia itu kini mencatatkan rekor kepemilikan jumlah karyawan terbanyak. Totalnya ada lebih dari 20 ribu orang. Jika karyawan kontrak dan paruh waktu juga dihitung, totalnya membengkak di atas angka 35 ribu orang.
“The Beeb”, julukan BBC, kini beroperasi di bawah perjanjian dengan Menteri Negara untuk Budaya, Media, dan Olahraga Inggris. Kantor pusatnya terletak di Broadcasting House, Westminster, London.
Programnya bercabang banyak: BBC One hingga BBC Four, CBBC, CBeebies, BBC News, BBC Parliament, BBC Alba, dan BBC Red Button. Masing-masing mengkhususkan diri menjadi kanal penyedia konten berita, seni, humor, serial televisi, acara khusus untuk anak-anak, dan lain sebagainya.
Akibat mediumnya berkembang sampai ke televisi dan berita daring, pendengarnya juga makin melimpah. Apalagi sejak berdirinya BBC World Service pada 2014. BBC kini menyiarkan hasil kerjanya ke puluhan negara dan dalam lebih dari 30 bahasa.
Pencapaian menarik lain yang ditorehkan BBC sepanjang abad ke-20 hingga abad ke-21 adalah penyebaran produk-produk seni yang oleh sosiolog disebut sebagai “British culture” atau Kebudayaan Inggris. Bentuknya merentang dari musik hingga serial televisi. Dari teater sampai ke layar lebar.
Di bidang musik, BBC Radio 1 membantu mempopulerkan karya-karya dari para legenda, mulai Elton John sampai Queen. Di bidang penyiaran televisi mereka juga berkali-kali memproduksi acara yang mendunia sebab dibeli royaltinya atau minimal meniru formatnya. Mulai dari Pop Idol, Who Wants to Be a Millionaire?, Britain's Got Talent, The X Factor, Hell's Kitchen, atau The Office.
BBC menjadi saksi sekaligus bagian dalam sejarah yang menegaskan bahwa Britania Raya masih meneruskan tradisi sebagai penggerak dalam lanskap kebudayaan pop (pop culture).
Inovasi itu tak terhenti di era Revolusi Industri, tapi terus bergairah hingga sekarang.
Editor: Nuran Wibisono