tirto.id - Terpidana kasus ujaran kebencian Buni Yani tidak akan mendatangi Kejaksaan Negeri Depok, Jumat (1/9/2019). Pihak Kuasa Hukum Buni Yani mengajukan permohonan penundaan eksekusi kepada kejaksaan.
"Nggak kayaknya. Kemarin surat permohonan surat penundaan eksekusi sudah dilayangkan," kata Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian kepada Tirto, Jumat (1/9/2019).
Aldwin mengatakan, permohonan dilakukan karena pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Saat ini, kata dia, tim sedang menyusun materi peninjauan kembali yang rencananya akan diajukan pekan depan. Tim pengacara juga tengah mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dalam putusan kasasi Buni.
Aldwin menyatakan, tim pengacara sedang menunggu keputusan kejaksaan dan berharap pengajuan penangguhan eksekusi bisa dikabulkan. Ia pun menganalogikan pengajuan penundaan eksekusi Buni Yani dengan penundaan eksekusi Baiq Nuril.
"Sama halnya hak yang sama sebagai warga negara diberikan kepada Baiq Nuril. Baiq Nuril kan halnya sama. Sudah ada putusan dan sudah akan eksekusi. Karena dianggap kontroversi, dimohonkan penundaan eksekusi. Kan dikabulkan," sebut Aldwin.
Eksekusi terpidana ujaran kebencian Buni Yani rencana digelar Jumat (1/2/2019). Buni sebelumnya divonis bersalah atas kasus ujaran kebencian yang berkaitan dengan kasus penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada tahun 2016.
Dia mengunggah potongan video pernyataan Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51. Unggahan tersebut kemudian viral hingga akhirnya Ahok dihukum karena kasus penistaan agama.
Selama proses tersebut, Buni Yani juga dilaporkan ke polisi. Ia pun diadili karena dianggap menyebar ujaran kebencian dan melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE. Pada putusan tingkat pertama, Buni Yani dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana UU ITE yang mengubah, memotong video sambutan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 26 September 2016.
Majelis Hakim memvonis Buni Yani dengan hukuman 18 bulan penjara (1,5 tahun) sebagaimana diatur dalam pasal 32 ayat 1 jo pasal 28 ayat 1 Undang-undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE). Vonis tersebut terus diperkuat hingga Mahkamah Agung menolak kasasi Buni Yani sehingga tetap dihukum 1,5 tahun penjara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno