tirto.id - Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit menyatakan Maria Pauline Lumowa masuk ke Beograd Serbia, sehingga keberadaannya diketahui oleh Interpol.
Perempuan itu salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru, menggunakan Letter of Credit (L/C) fiktif.
Dia menjadi buronan aparat Indonesia sejak tahun 2003, maka dikeluarkan red notice terhadapnya.
“Setahun lalu, yang bersangkutan melintas dari Hongaria ke Beograd. Dia terdeteksi. Kemudian Interpol Serbia menghubungi Interpol Indonesia,” kata Listyo di Bareskrim Polri, Jumat (10/7/2020).
Melalui Divisi Hubinter dan Bareskrim Polri berangkat untuk menjemput Maria yang kini menjadi warga negara Belanda. Sebelum pemulangan ke Indonesia, di Serbia dilakukan sidang ekstradisi. Polri juga menyurati Kedutaan Besar Belanda ihwal proses hukum.
“Kami meminta kepada Kedutaan Besar Belanda untuk memberikan pendampingan hukum dalam rangka pemeriksaan MPL,” ucap Listyo.
Polri pun telah memeriksa 11 saksi sekaligus terpidana dalam perkara L/C ini.
“Kami akan melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi yang memperkuat peran dan keterlibatan MPL,” sambung dia. Kepolisian akan menelusuri aliran dana dalam kasus ini.
Maria dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana seumur hidup. Serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang akan dibuat dalam laporan polisi tersendiri.
Pada periode Oktober 2002-Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini lantas dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958, belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, pada tahun 2010 dan 2014, karena Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di negara tersebut.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali