tirto.id - Hampir satu tahun, pelaku pengeroyokan terhadap Banu Rusman tak juga tertangkap. Kasus ini berlarut bahkan hingga kasus pengeroyokan serupa menimpa Haringga Sirla, seorang Jakmania, yang tewas di Bandung, Ahad (23/9/2018) lalu.
Banu adalah suporter Persita Tangerang yang meninggal setelah mengalami pendarahan di otak akibat pukulan benda tumpul oleh suporter berseragam PSMS Medan dalam kerusuhan di Cibinong, Rabu 11 Oktober 2017.
Dalam pengeroyokan itu, Banu terkapar dengan dua luka di kepala: di bagian dahi dan tempurung belakang. Saksi mata menyebut pembunuh Banu adalah anggota Kostrad, satuan elite TNI yang ketika itu dipimpin Edy Rahmayadi sebagai Pangkostrad.
Saat peristiwa berlangsung Edy juga menjabat sebagai pemilik dan Ketua Dewan Pembina PSMS, dua jabatan yang masih dipegangnya sampai sekarang. Posisi Edy yang demikian yang membuat Kostrad mendukung PSMS.
Selain jabatan-jabatan itu, Edy juga merupakan Ketua Umum PSSI. Sebagai Ketua PSSI dan Pangkostrad, kala itu ia berjanji untuk "mengusut tuntas" kasus pengeroyokan via cuitan di Twitter pada 13 Oktober 2017.
"Saya tegaskan yang bersalah pasti dihukum," kata Edy.
Sampai Kamis (27/9/2018), tak ada seorang pelaku pun yang dihukum. Sanksi cuma diterima PSMS Medan, yaitu empat laga tanpa penonton dan denda Rp 30 juta.
Belum terungkapnya kasus ini meninggalkan pertanyaan buat Diky Soemarno, Sekretaris Jenderal Jakmania. Organisasi ini merupakan tempat Haringga Sirla bernaung sebagai suporter Persija.
Diky mengatakan kasus Banu merupakan bukti bahwa sanksi yang diberikan PSSI tidak efektif. Ini membuat suporter merasa tak khawatir berbuat kekerasan di kesempatan lain.
"Kasus Banu adalah contoh yang tidak baik untuk pihak PSSI dan pihak keamanan. Orang menjadi tidak takut," kata Diky kepada Tirto, Kamis (27/9/2018).
Sanksi semakin tak signifikan karena kadang laga tanpa penonton bisa dikompensasikan dengan sejumlah uang.
"Padahal ini bukan soal materiil saja," tambahnya.
Hal serupa diungkapkan Akmal Marhali, koordinator Save Our Soccer, sebuah perkumpulan yang mendedikasikan perhatian pada sepak bola Indonesia agar menjunjung tinggi sportivitas, transparansi, dan akuntabilitas. Kepada Tirto, Akmal menegaskan bahwa penyelesaian kasus Banu buruk.
"Secara hukuman bukan hanya Banu Rusman, semua penyelesaian terhadap meninggalnya orang itu tak efektif dan memberikan efek jera," tegas Akmal.
Pepesan Kosong
Janji Edy ibarat pepesan kosong. Dalam istilah Akmal menyebutnya Edy ibarat hanya bermanis bibir dan memutar kata ketika mengatakan akan mengusut kematian Banu secara serius. Semua investigasi yang dijanjikan dilakukan secara tertutup.
"Enggak dikerjakan maksimal, hanya lip service. Enggak ada tim investigasi. Mana laporan tim investigasinya?" tanya Akmal, meragukan.
Akmal mendesak Gubernur Sumut itu untuk membuka hasil investigasi kasus kematian Banu, jika memang ada dan berani. Hasil rapat Komisi Disiplin PSSI atas kasus Banu, ujar Akmal, hanya menampilkan keputusan sanksi tanpa menyertakan hasil investigasi.
Najwa Shihab dalam program Mata Najwa kembali menyinggung soal kasus Banu, Rabu malam (26/9/2018). Dia langsung bertanya kepada Edy yang datang sebagai Ketua PSSI. Dan jawaban Edy tetap sama. Ia mengaku kalau laporan investigasi tidak menemukan siapa sebetulnya yang menganiaya Banu hingga tewas.
"Hasil investigasinya: sebelum itu permainan dimulai, seluruh batu dan bambu itu sudah ada di dalam lapangan. Itu yang terjadi dan sangat sulit dicari kebenarannya," jawabnya.
"Ini tidak adil. Kejadian begitu banyak, kenapa yang ditanya itu?" katanya lagi.
Akmal mengatakan bahwa mantan Pangkostrad itu sebetulnya hanya mengulur waktu, berharap orang-orang lupa.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino