tirto.id - Salah satu titik banjir terparah saat hujan mengguyur DKI Jakarta pada Ahad (3/1/2020) kemarin adalah terowongan Kemayoran. Ketinggian air relatif tinggi, mencapai lima meter. Akses dari Jalan Convair menuju Jalan Kota Baru Bandar Kemayoran terputus karenanya.
Warga sekitar, Budi Brianto (30), mengatakan kepada reporter Tirto kalau pada tahun ini, sudah dua kali banjir merendam terowongan. Terowongan juga terendam Senin (27/1/2020) pekan lalu.
"Biasanya sih gara-gara hujan tinggi. Karena air di daratan enggak tertampung, jadi larinya ke sini," kata Budi.
Tapi itu bukan kali pertama. Seingat Budi, banjir di titik itu pernah pula terjadi pada 2007. Pada tahun itu DKI dipimpin oleh Sutiyoso (menjabat pada 6 Oktober 1997-7 Oktober 2007).
Banjir 2007 adalah banjir besar yang diperkirakan berdampak pada 60 persen wilayah DKI. Ibu kota republik lumpuh total seketika sejak 1 Februari.
Terowongan kembali terendam banjir pada 2011. Menurut Budi banjir ini bahkan lebih parah dari 2007, setidaknya di tempatnya. "[Air] masuk rumah saya, sampai parkiran dalam (Rumah Susun Dakota). Kalau di jalan ini sekitar 50 sentimeter. Jalanan saja segitu, kebayang, kan, terowongan kayak gimana?"
Budi tinggal di rumah yang letaknya sekitar 50 meter dari terowongan Kemayoran, persis di samping Rumah Susun Dakota. Rumahnya ini juga dijadikan tempat usaha.
Pada tahun-tahun yang lalu Budi mengaku banjir di titik itu surut tiga sampai empat hari. Dengan catatan, tak ada lagi hujan deras.
Dampak banjir selalu sama. Terowongan yang tak bisa dilewati membuat orang-orang harus mencari jalan alternatif. Budi sendiri terpaksa memutar jalan melewati kolong flyover Jalan HBR Motik yang jaraknya sekitar 300 meter untuk pergi ke Sunter.
Warga lain, Marlan (57), bahkan mengatakan banjir di terowongan telah terjadi kira-kira tahun 1992. Tanpa menyebut waktu spesifik, ia mengatakan banjir telah muncul setelah terowongan Kemayoran rampung dibangun di era Gubernur Soerjadi Soedirja (menjabat pada 6 Oktober 1992-6 Oktober 1997).
Terowongan Kemayoran mulai dibangun sejak tahun 1991 dan selesai 1992. Sebelum dibangun, lahan yang menjadi terowongan itu dijadikan landasan pesawat.
"Waktu itu karena hujan deras air dari got-got kanan kiri, enggak muat gotnya, ada yang mampet, ada sampah-sampah, airnya pada lari ke bawah," kata dia kepada reporter Tirto di lokasi.
Marlen mengingat pada saat itu air memang tidak terlalu tinggi. Sekitar puluhan sentimeter saja.
Pria yang akrab disapa Jek ini tinggal di Rumah Susun Dakota. Sejak 1994, ia mencari uang dengan membuka warung yang jaraknya sekitar 50 meter dari terowongan.
Selama tinggal di sana, Jek mengaku banjir yang paling parah terjadi di terowongan itu pada era Joko Widodo. "Pokoknya kena air semua, sampai luber ke jalan, datar kayak lautan," akunya.
Saat itu, pada akhir Januari 2014, terowongan Kemayoran masih juga terendam banjir tiga meter "saat sebagian besar wilayah Jakarta yang kebanjiran sudah surut," tulis Kompas.
Camat Kemayoran, Asep Maulana. mengaku tidak mengetahui sejak kapan banjir terjadi di lokasi tersebut. Namun yang jelas banjir memang kerap datang. "Saya tahunya setiap hujan besar genangan ada," kata dia di lokasi.
Sementara Kepala Sektor Damkar Kemayoran, Unggul Wibowo, mengatakan "di sini sudah beberapa kali banjir" dengan ketinggian air "rata-rata lima meter." Namun menurutnya berlebihan jika disebut banjir di terowongan sudah terjadi puluhan tahun. "Saya kira enggaklah. Kan, bandara saja baru dipindahkan beberapa tahun."
Upaya Penanganan
Saat reporter Tirto ke lokasi, Senin kemarin sekitar pukul 14.00, air masih sangat tinggi. Sejumlah personel gabungan beserta mobil pompa diterjunkan. Unggul Wibowo menerangkan ada 17 pompa diturunkan di arah Sekolah Gandhi dan Rusun Dakota.
Personel gabungan menyedot air dengan cara menaruh selang dan paralon ke dalam air. Air dialirkan ke selokan sekitar, untuk diteruskan ke Kali Sunter dan Sentiong.
Saat penyedotan, sejumlah selang bocor. Air yang dihisap oleh pompa pun kembali ke terowongan.
Di tengah-tengah pengerjaan, sekitar pukul 14.30, turun hujan dengan intensitas sedang. Akibatnya volume air di dalam terowongan bertambah lagi.
Beberapa petugas yang bekerja pun berteduh sejenak sambil menunggu hujan reda. Namun pompa tetap beroperasi."Kami upayakan pompa maksimal agar air yang bertambah lagi dari hujan dapat kami tangani," ucap Unggul.
Pagi ini (4/2/2020) terowongan sudah dilewati kendaraan. Air surut kemarin malam pukul 20.00.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja Endra mengatakan banjir terjadi lantaran curah hujan yang tinggi dan lokasi terowongan lebih rendah.
Kali yang menjadi tempat pembuangan air juga penuh. Lalu dugaan lainnya adalah saluran drainase mampet karena sampah-sampah yang menumpuk serta kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Agar hal serupa tak terulang, ia mengatakan akan meninjau ulang tata Kemayoran yang luasnya mencapai 500 hektare.
"Kami akan lihat tata airnya, mungkin saluran drainasenya harus diperbesar, pembersihan saluran lebih intensif, tidak ada sumbatan-sumbatan seperti sampah, botol plastik, dan lainnya," katanya kepada reporter Tirto.
PUPR bakal menggandeng Pemprov DKI dan PPK Kemayoran, dan sejumlah lembaga terkait untuk melakukan itu.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino