tirto.id - Pada 5 Juli 1985 menjadi hari yang bersejarah bagi dunia aviasi nasional. Betapa tidak, pada hari itu, Presiden Soeharto meresmikan Bandara Soekarno-Hatta sebagai bandara terbesar dan termodern yang dimiliki Indonesia.
“Saya minta diperhatikan sungguh-sungguh pengelolaannya. Sebab, bandara ini merupakan bandara yang terpenting dalam jaringan penerbangan dalam negeri, dan salah satu mata rantai penting dalam jaringan penerbangan internasional,” kata Soeharto.
Beberapa dekade setelah acara seremoni itu, Bandara Soekarno-Hatta menjadi bandara paling sibuk di Indonesia, atau ke-18 di dunia dengan total pergerakan penumpang mencapai 63 juta orang pada 2017. Soekarno-Hatta menjadi yang paling sibuk ini juga bukan tanpa alasan. Bandara dengan dua landas pacu ini berlokasi dekat dengan Jakarta, pusat ekonomi Indonesia, termasuk pusat pemerintahan.
Pergerakan penumpang yang melalui Soekarno-Hatta itu selalu beriringan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, kenaikan pergerakan penumpang di bandara itu bisa lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Pentingnya Soekarno-Hatta bagi Indonesia tampaknya sudah disadari jauh-jauh hari oleh Soeharto. Setahun setelah diresmikan, Soeharto menerbitkan masterplan pengembangan Soekarno-Hatta yang tertuang dalam Keppres No. 64/1986. Dalam beleid tersebut, Soekarno-Hatta direncanakan memiliki empat landas pacu dan empat terminal. Namun hingga saat ini, rencana Soeharto yang sudah terealisasikan baru sampai tiga terminal dengan dua landas pacu, landas pacu ketiga masih tahap pembangunan hingga awal 2019.
Kondisi itu membuat arus lalu lintas pesawat dari dan ke Soekarno-Hatta kian padat. Antrian pesawat pun kerap terlihat ketika akan lepas landas maupun mendarat. Presiden Jokowi juga pernah merasakan itu. “Untuk itu, kami terus membangun airport baru, termasuk yang kami bangun adalah Bandara Soekarno-Hatta. Yang kita lihat dan kita rasakan, setiap kali mau naik pesawat, mau take off itu harus mengantre 20-30 menit,” tutur Jokowi.
Krisis Landas Pacu
Pada Kamis pagi (07/02/2019), otoritas penerbangan menutup Bandara Juanda Surabaya sekitar 3 jam lantaran ada kerusakan di landas pacu. Sebanyak 11 penerbangan dari dan ke Juanda pun terganggu. Penutupan ini terjadi karena Juanda hanya memiliki satu landas pacu.
Beberapa bandara besar di Indonesia memang masih punya satu landas pacu, antara lain Bandara Kuala Namu, Bandara Ahmad Yani, Bandara Adi Sucipto, Bandara Adisumarmo, dan lainnya. Ada beberapa bandara seperti Bandara Hasanuddin Makassar, yang pergerakan pesawatnya hanya 113.911 penerbangan per tahun tapi sudah memiliki dua landas pacu.
Bagaimana bila kejadian serupa terjadi di Bandara Soekarno-Hatta?
Bandara Soekarno-Hatta memiliki dua landas pacu. Bila satu landas pacu rusak, Soekarno-Hatta masih bisa beroperasi. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan dapat juga menyebabkan penerbangan terganggu, berdampak pada frekuensi penerbangan. Frekuensi pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta sangatlah padat. Pada 2017, arus lalu lintas pesawat sudah menembus angka 447.390 penerbangan per tahun atau 1.243 penerbangan per hari.
Sementara itu, Bandara Juanda, frekuensi penerbangannya sudah mencapai 148.735 penerbangan atau sekitar 413 penerbangan per hari. Bila penutupan Juanda selama tiga jam saja membuat 11 penerbangan terdampak, maka tak menutup kemungkinan apabila salah satu landas pacu Soekarno-Hatta ditutup karena ada gangguan, maka penerbangan yang terdampak bisa lebih banyak lagi.
Kondisi ini perlu jadi catatan, karena permintaan jasa angkutan udara di Soekarno-Hatta masih akan terus membesar, memang tidak tinggal diam. Perusahaan yang dipimpin Muhammad Awaluddin ini baru saja membebaskan lahan seluas 167 hektare dari total 216 hektare untuk pembangunan landas pacu ketiga Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. Adapun, sisanya 49 hektare sudah lebih dulu dimiliki.
Apabila tidak ada aral melintang, landas pacu ketiga Soekarno-Hatta itu beroperasi pada Juni 2019, dari sebelumnya dijadwalkan pada 2018. Kehadiran landas pacu ketiga akan membuat kapasitas pergerakan pesawat Soekarno-Hatta bakal semakin longgar, tak sepadat sebelumnya.
“Runway ketiga bisa membuat penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta meningkat menjadi 120 penerbangan setiap jamnya dari sebelumnya 81 penerbangan,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin.
Untuk membangun landas pacu ketiga berukuran 3.000x60 meter itu, AP II merogoh kocek hingga mencapai Rp6 triliun yang terdiri dari pekerjaan sebesar Rp2 triliun, dan pembebasan lahan sebesar Rp4 triliun.
Analis penerbangan dari CommunicAvia Gerry Soejatman menilai fasilitas Bandara Soekarno-Hatta memang perlu terus dikembangkan, dari sisi udara maupun sisi darat guna mengakomodir kebutuhan akan jasa angkutan udara di masa mendatang.
“Sebenarnya, Jakarta dan sekitarnya itu perlu lagi satu bandara yang sekelas Soekarno-Hatta. Namun ternyata malah bangun Bandara Kertajati (Majalengka), di mana lokasinya itu terlampau jauh dari Jakarta,” tuturnya kepada Tirto.
Meski keberadaan landas pacu tambahan bisa membuat pesawat dapat mendarat lebih cepat, landas pacu yang bertambah berpotensi menimbulkan persoalan baru, yakni membuat antrean pesawat yang makin panjang di taxiway saat hendak ke terminal.
Untuk itu, membangun landas pacu tambahan juga harus diiringi dengan menambah fasilitas infrastruktur bandara lainnya di antaranya seperti terminal, tempat parkir pesawat (apron), taxiway dan lain sebagainya.
Persoalan kekurangan landas pacu sebenarnya tidak hanya dirasakan Soekarno-Hatta saja, bandara dengan arus lalu lintas pesawat padat lainnya, seperti Bandara Ngurah Rai Denpasar.
Rencana menambah landas pacu di Ngurah Rai sudah direncanakan sejak 2016. Ngurah Rai saat ini hanya memiliki satu landas pacu berukuran 3.000x45 meter dengan kapasitas pergerakan pesawat mencapai 30 penerbangan per jam.
Namun, rencana tersebut ternyata tidak mudah diwujudkan. Penyebabnya lahan yang ada di bandara terbatas, sehingga perlu dilakukan reklamasi guna mewujudkan rencana menambah landas pacu.
Sepanjang 2017, pergerakan pesawat dari dan ke Ngurah Rai mencapai 146.333 penerbangan dengan volume penumpang mencapai 21,04 juta orang per tahun. Bandara Ngurah Rai menjadi bandara dengan pergerakan pesawat tertinggi kedua yang dimiliki Angkasa Pura (AP) I.
Kondisi yang sama juga terjadi di Bandara Juanda. Awalnya Juanda diproyeksikan memiliki sampai dengan tiga landas pacu guna menampung 40 juta penumpang per tahun. Sayang, rencana itu juga masih belum terealisasi.
Saat ini, Bandara Juanda baru memiliki satu landas pacu berukuran 3.000x45 meter. Dengan satu landas pacu itu, Juanda telah mengakomodir sebanyak 20,12 juta orang sepanjang 2017 dengan lalu lintas pesawat mencapai 148.735 penerbangan per tahun.
“Juanda dan Ngurah Rai dengan kondisi saat ini memang kurang ideal jika hanya satu landas pacu. Misalkan ada satu landas pacu lagi, mungkin kejadian kemarin [penerbangan dialihkan] itu bisa dihindari,” jelas Gerry.
Editor: Suhendra