tirto.id - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan, berdasar data OSS (Online Single Submission) nilai investasi perusahaan layanan jasa internet Starlink di Indonesia sebesar Rp30 miliar. Dengan nilai investasi itu, Starlink hanya memiliki tiga karyawan yang berkantor di Tanah Air.
“Starlink ini menurut data OSS, investasinya Rp30 miliar. Tenaga kerja tiga orang yang terdaftar,” kata Bahlil dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Jakarta, Selasa (11/6/2024).
Pernyataan tersebut diungkapkan Bahlil saat menjawab terkait salah satu Anggota Komisi VI DPR, Dedi Sitorus, yang menanyakan soal teknis investasi Starlink di Indonesia. Sementara itu, Bahlil mengakui tidak mengetahui terkait Kementerian/Lembaga (K/L) mana yang membahas peraturan teknis masuknya layanan jasa internet Starlink ke Indonesia.
“Selain data yang kami punya, saya tidak bisa memberikan penjelasan tambahan. Karena saya takut memberikan penjelasan tambahan yang pada akhirnya di media menimbulkan multi-interpretasi. Tapi, karena ini investasi, juga merupakan bagian tanggung jawab kami, tugas kami untuk menjelaskan kepada Bapak/Ibu yang mulia,” kata Bahlil.
Sementara itu, selain soal nilai investasi dan jumlah tenaga kerja, Bahlil juga hanya mengetahui soal Nomor Induk Berusaha (NIB) Starlink, termasuk juga izin dasar berusahanya saja. Karena itu, dia pun meminta agar DPR menanyakan soal Starlink ke Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Kajiannya lewat kementerian teknis, mungkin. Oleh tim saya menyampaikan, juga tidak pernah membahas soal teknis,” ungkap Bahlil.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR, Dedi Sitorus, mengkritik sikap pemerintah yang mengizinkan Starlink masuk ke Indonesia. Terlebih Starlink beberapa waktu terakhir nampak mulus, meski isu masuknya perusahaan asal Amerika Serikat itu sudah berhembus cukup lama.
“Kalau dibilang Kementerian Investasi nggak terlibat, saya nggak tau Starlink ini urusannya dengan siapa. Karena kan Starlink ini nggak baru, terus tiba-tiba dia dapat karpet merah. Soal teknis apa dengan Kominfo?” tanyanya.
Kekhawatiran Dedi ini bukan tanpa dasar, masuknya Starlink ke Indonesia akan menghegemoni industri penyedia jasa internet di Tanah Air. Dengan besarnya skala usaha Starlink, dia juga khawatir pelaku industri nasional akan tenggelam, termasuk dalam hal ini adalah PT Telkomsel Indonesia (Persero) Tbk.
Dia pun tak yakin, masuknya Starlink akan membuka lapangan Pekerjaan lebih besar dari pada yang sudah bisa disediakan oleh Telkom.
“Padahal, yang namanya Telkom, Telkomsel, Indosat, itu sudah berjuang berdarah-darah harus investasi satelit. Sekarang ada orang asing yang punya investasi luar orbit, seluruh wilayah kita terbuka buat dia,” cecar Dedi.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin