tirto.id - Aplikasi pesan instan WhatsApp menerapkan syarat dalam ketentuan baru bagi pengguna. Salah satunya, “WhatsApp akan menerima dan membagi informasi dari dan kepada Facebook.”
Dalam aturan baru terkait kebijakan privasi pelanggan, WhatsApp menyebut informasi dan data tersebut dipakai “untuk membantu mengoperasikan, menyediakan, meningkatkan, memahami, menyesuaikan, mendukung, dan memasarkan jasa kami dan beragam penawaran lainnya.”
Kebijakan baru ini tidak berlaku di seluruh dunia. WhatsApp memastikan pengguna Eropa tidak akan mengalami perubahan apa pun kendati menyetujui persyaratan baru. “Tidak ada perubahan pada praktik berbagi data WhatsApp di wilayah Eropa (termasuk Inggris) yang timbul dari Persyaratan Layanan dan Kebijakan Privasi yang diperbarui,” ujar seorang juru bicara, seperti dilansir Independent.co.uk.
Selain soal syarat dan ketentuan, pembaruan yang signifikan adalah WhatsApp menambahkan fitur baru yang memungkinkan orang berkomunikasi dengan kontak bisnis, dan bisnis tersebut bisa jadi diselenggarakan oleh Facebook. Saat berkomunikasi dengan kontak bisnis tersebut, pesan sangat mungkin disimpan dan dikelola Facebook kemudian dibagikan kepada perusahaan.
WhatsApp merupakan “bagian dari keluarga Facebook.” Aplikasi ini diakuisisi Facebook dengan nilai fantastis, 19 miliar dolar AS, pada 2014 lalu.
Ancaman Besar Privasi
Data is the new oil. Terminologi itu nampaknya dipahami betul oleh perusahaan raksasa macam Facebook. WhatsApp saat ini merupakan aplikasi pesan singkat terbesar di dunia. Berdasarkan aplikasi Playstore, saat ini WhatsApp sudah diunduh oleh 5 miliar kali. Dengan jumlah pelanggan sebanyak itu, praktis WhatsAppdan Facebook akan menambang gunungan data pengguna dengan aturan baru.
Di sisi lain, aturan baru ini mengancam privasi pengguna, kata Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto. “Pengguna menghadapi risiko data-data tersebut akan dipergunakan oleh pihak ketiga,” ujar Damar saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/1/2021).
Damar khawatir data-data pengguna juga akan dibagikan kepada pihak ketiga yang bekerja sama dengan Facebook. Pengguna tidak punya pengetahuan siapa saja pihak yang bekerja sama dengan perusahaan besutan Mark Zuckerberg tersebut.
Damar melihat Facebook menyamakan aturan baru WhatsApp ini dengan aplikasi FacebookMessenger. “FB Messenger itu, kan, kita tidak punya kontrol kepada siapa Facebookmembagikan informasi kita. Kontrol seperti itu juga yang tidak akan dimiliki pengguna WhatsApp di aturan baru ini.”
WhatsApp paham ada isu terkait privasi setelah syarat dan ketentuan baru diterapkan. Oleh karena itu mereka memastikan informasi yang mereka berikan kepada Facebook bukanlah isi percakapan—lantaran sudah terenkripsi—melainkan data pribadi seperti nomor telepon pengguna, daftar kontak, nama, gambar profil, serta data diagnostik.
Kendati WhatsApp menjamin informasi yang dibagikan 'hanya' itu, menurut Damar tetap saja keamanan tak terjamin. Menurutnya ada pola yang dapat terbaca dan diolah hanya dari daftar dengan siapa pengguna berkomunikasi. “Bahayanya, data-data itu dapat disalahgunakan untuk kembali menyerang kita, padahal WhatsApp menjamin percakapan kita terenkripsi.”
Pemerintah Tak Bisa Berbuat Banyak
Merespons aturan barutersebut, Senin (11/1/2021) kemarin, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memanggil perwakilan WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region. Dalam pertemuan itu pemerintah meminta WhatsAppmemberikan penjelasan kepada masyarakat secara lengkap dan transparan, termasuk penjelasan mengenai jenis data pribadi yang akan dipakai.
Pemerintah juga meminta WhatsApp menjamin akuntabilitas pihak yang menggunakan data-data pribadi pengguna.
Pada kesempatan itu pula Kemkominfo menekankan agar masyarakat semakin berhati-hati dalam menggunakan aplikasi digital dan memilih yang dapat memastikan data pribadi aman. “Kominfo meminta masyarakat semakin hati-hati dan bijak dalam menentukan pilihan media sosial, yang mampu memberikan perlindungan data pribadi secara optimal,” ujar Menkominfo Jhonny G. Plate dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Damar mengatakan sebenarnya pemerintah tak dapat berbuat banyak untuk melindungi pengguna saat menghadapi oligopoli Facebookdan WhatsApp. Pemerintah tidak cukup punya daya tawar karena tak punya landasan hukum, pun jika RUU Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan. Situasinya berbeda dengan Eropa yang dapat membuat WhatsApp tidak memberlakukan kebijakan ini.
“Permintaan pemerintah bisa tidak dihiraukan. Karena, ya, ini kebijakan FacebookGroup dalam layanan dia. Kan ada preempt-nya. Pun kalau tidak ingin tidak apa-apa, nanti bisa dihapus akun WhatsApp-nya,” lanjut Damar.
Untuk itu, SAFEnet menyarankan pengguna agar mencari alternatif layanan pesan singkat yang lebih menghargai privasi. “Dan hindari percakapan tak perlu dengan kontak WhatsAppbisnis,” tandasnya.
Editor: Rio Apinino