tirto.id - Para transgender menghadapi masalah kehidupan di seluruh dunia. Di Amerika, orang transgender menghadapi risiko pelecehan, serangan dan bunuh diri 25 kali lebih besar dibandingkan dengan orang-orang lainnya.
Beberapa kelompok politik terus mendorong untuk mencabut perlindungan lokal yang ada atau memberlakukan diskriminasi lebih lanjut dalam bentuk hukum negara.
Maka, beberapa penelitian untuk mencoba menghentikan perilaku diskriminasi itu terus dilakukan.
Salah satunya penelitian baru yang diterbitkan di Science menemukan bahwa, percakapan terarah selama 10 menit dapat memiliki efek yang signifikan dan bertahan lama dalam mengurangi prasangka diskriminatif terhadap transgender itu.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Miami yang telah mendukung inisiatif pemungutan suara anti-LGBT sebelumnya dan menggunakan proses yang disebut "penggalian mendalam" sebagai cara untuk berinteraksi dengan orang-orang untuk mengubah sikap mereka terhadap transgender.
Teknik ini dikembangkan oleh organisasi LGBT Center Los Angeles menyusul kekalahan kampanye mereka melawan Proposisi 8, sebuah inisiatif pemungutan suara yang membuat pernikahan sesama jenis menjadi ilegal di California, AS.
Sebelumnya, sebuah makalah terkemuka dari University of California, Los Angeles yang diterbitkan pada akhir 2014 di Science, telah menemukan teknik ini menjadi luar biasa berhasil dalam mengubah sikap terhadap kesetaraan pernikahan untuk kaum gay.
David Broockman dan Joshua Kalla yang melakukan penelitian terbaru ini menerapkan teknik deep-canvassing itu kembali pada beberapa orang di Miami.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka tersebut mencakup beragam subjek.
Hasilnya, percakapan yang dilakukan itu mengubah sikap di seluruh kategori sosiodemografi, yang mempengaruhi muda dan tua, Demokrat dan Republik, dan orang-orang dari berbagai ras.
Dalam 10 menit, rata-rata para peserta mengalami perubahan sikap dalam memandang transgender.
Untuk melihat apakah perubahan sikap akan bertahan meskipun mendengar pesan-pesan yang saling bertentangan (seperti yang biasa terjadi selama pertarungan politik).
Para peneliti menyurvei selama secara online selama enam minggu para peserta salah satu iklan televisi yang mendiskriminasi transgender atau transfobik.
Segera setelah melihat iklan itu, sikap rata-rata peserta bergeser untuk mendukung hak transgender. Namun pada akhir periode penelitian, sikap peserta telah kembali.
"Ini adalah makalah yang kuat yang menggabungkan desain yang sangat pintar dari eksperimen lapangan dan eksperimen survei untuk menunjukkan bahwa efek dari percakapan berlanjut dari waktu ke waktu.
Pendapat itu memang tidak sepenuh nya berubah tetapi sebenarnya telah membekas," kata Donald Green, ilmuwan politik Universitas Columbia, seperti dilansir Science American.
“Sekarang mereka telah menunjukkan bahwa metodologi ini layak dan tampaknya efektif, "tambah Green
Terkait temuan ini, seorang profesor ilmu politik di Hunter College di New York City, Kenneth Sherrill menjelaskan bahwa komunikasi massa dan media sosial sangat mendominasi kehidupan sehari-hari saat ini sehingga pertemuan tatap muka menjadi semakin langka dan karena mereka jarang, mereka mungkin lebih berkesan dan berdampak.
"Jika Anda berbicara dengan orang secara langsung di rumah, Anda mengubah pendapat mereka lebih dari yang Anda lakukan dengan cara lain," tambahnya.
Editor: Yandri Daniel Damaledo