tirto.id - Pada episode terakhir serial thriller di Netflix, Stranger Things Season 3, para pahlawan remaja dari kota kecil Hawkins, Indiana, berusaha menyelamatkan dunia dari monster Upside Down, sebuah dimensi paralel yang penuh monster Demogorgon. Dunia paralel itu memiliki gerbang, yang kuncinya tersimpan di sebuah peti, dan kode untuk membuka petinya adalah angka Konstanta Planck.
Dustin, salah satu tokoh di serial ini, naik ke puncak bukit demi mendapatkan sinyal radio untuk menghubungi pacar barunya yang lebih berotak encer di Utah. Setelah kangen-kangenan dengan menyanyi jarak jauh yang menggemaskan sekaligus mengancam nyawa, Suzie akhirnya mau menyebutkan angka Konstanta Planck. Maka terbukalah peti berisi kunci gerbang Upside Down, sehingga alam monster itu dapat ditutup.
Tetapi Suzie sedikit keliru menyebutkan angka konstanta. Rupanya penulis naskah Stranger Things mengira bahwa Konstanta Planck angkanya sungguh konstan, padahal kenyataannya tidak, seiring kemajuan teknologi yang membuat pengukuran kian presisi.
Angka yang disebut Suzie adalah 6,62607004 (lengkapnya 6,62607004 x 10-34 Js), angka yang diperbarui pada 2014. Padahal Stranger Things berlatar waktu 1985, yang semestinya masih menggunakan angka tahun 1973, yakni 6,626176 x 10-34. Konstanta Planck juga sudah mengalami pembaruan lagi pada 2018, dan kini angkanya 6,62607015 x 10-34. Namun berapa pun itu, yang terpenting kunci untuk menutup gerbang Upside Down sudah ditemukan dan dunia untuk sementara aman dari serbuan monster.
Konstanta Planck yang disebut Suzie itu kini umurnya sudah 121 tahun. Pada 14 Desember 1900, Max Planck, si empunya konstanta, mempresentasikan temuannya di hadapan German Physical Society. Lewat makalahnya berjudul “On The Distribution of Energy in A Normal Spectrum”, Planck menyampaikan bahwa radiasi bukanlah suatu energi yang mengalir atau terpancar secara kontinu seperti menuang gula pasir ke dalam cangkir, melainkan seperti memasukkan bongkahan gula batu yang tidak dapat dipecah.
Untuk mencapai rasa tertentu, maka dimasukkanlah satu, dua, atau lima bongkah gula batu. Dengan analogi ini, Planck menunjukkan bahwa energi terpancar dalam bentuk “bongkahan”. Tidak ada radiasi dapat dipancarkan kecuali telah mencapai jumlah “bongkahan” tertentu. Konsep ini merupakan gagasan revolusioner dalam memahami radiasi—dasar fisika kuantum—yang pada akhirnya berguna untuk mempelajari struktur atom. (Planck, Max. Where Is Science Going? With a preface by Albert Einstein. Translated and edited by James Murphy, 1932).
Panas dari secangkir kopi dapat dirasakan di tangan ketika cangkirnya dipegang, atau bahkan ketika cangkirnya sekadar berada di dekat tubuh, panasnya dapat dirasakan kulit. Dari secangkir kopi panas tersebut terpancar sekian “bongkah” energi, bisa satu, dua, dan seterusnya, tetapi tidak bisa 0,65 atau 6,15 “bongkahan” energi. Bilangan bulat dalam kuantum menimbulkan implikasi lain, bahwa cahaya dipancarkan dalam “bongkahan-bongkahan” utuh yang terpisah-pisah, yang kemudian disebut foton, “bongkahan” cahaya. Jumlahnya juga harus bulat, minimal 1 foton. Tidak ada setengah foton atau 79,38 foton.
Konstanta Planck membantu para ilmuwan mendefinisikan ulang satuan massa yang lebih akurat dan stabil. Mulanya, 1 kilogram diukur berdasarkan sebuah logam campuran platina dan iridium yang disebut Le Grand K yang disimpan di International Bureau of Weights and Measures di Sevres, Prancis. Semua negara berpatokan pada Le Grand K untuk menentukan massa 1 kilogram. Namun seiring abad berlalu, massa Le Grand K meluruh dan kini telah berkurang sebesar 50 mikrogram, dan akan terus meluruh seiring berjalannya waktu. Jelas bahwa patokan kilogram ini sudah tidak akurat lagi, terlebih Le Grand K juga berisiko hilang atau rusak.
Sementara Konstanta Planck nilainya sama di semua tempat dan tidak akan hilang. Para ilmuwan dari 60 negara pun bermusyawarah dalam General Conference on Weights and Measures di Versailles, Prancis, untuk menentukan definisi baru satuan massa pada 16 November 2018 lalu. Definisi baru kilogram ini—juga kelvin, ampere, dan mol—ditetapkan berlaku efektif pada 20 Mei 2019.
Betapa fundamental penemuan Planck dalam fisika kuantum bahkan sempat membuat Albert Einstein segan ketika ia diminta menuliskan pengantar untuk buku kumpulan esai Max Planck. Einstein merasa lancang jika dirinya yang menuliskan pengantar. Menurut Einstein, Max Planck sebagai penemu teori kuantum tidak membutuhkan pantulan cahaya dari cahaya lain yang lebih redup alias dirinya. Untungnya James Murphy, sang editor, berhasil membujuk Einstein. Akhirnya Einstein bersedia, tapi hanya mau menulis pengantar pendek saja. (Planck, Max. Where Is Science Going?, 1932).
Meminjam kata-kata Einstein, Max Planck adalah cahaya yang sangat terang, tidak membutuhkan cahaya-cahaya lain yang lebih redup untuk bersinar. Secemerlang itu cahayanya sehingga pada 1948 Kaiser Wilhelm Society, sebuah organisasi payung yang membawahi berbagai lembaga penelitian di Jerman, berganti nama menjadi Max Planck Society. Penggantian nama ini sekaligus untuk menghormati Max Plank yang menjadi presiden Kaiser Wilhelm Society pada 1930-1937 dan 1945-1946.
Max Planck Society saat ini membawahi 86 lembaga penelitian, dengan keunggulan pada penelitian dasar dalam ilmu hayati, ilmu alam, dan ilmu sosial serta humaniora. Sebanyak 35 peneliti yang berafiliasi ke Max Planck Society pernah meraih Hadiah Nobel, termasuk Max Planck sendiri pada 1918. "Cahaya yang sangat terang" itu meninggal pada 4 Oktober 1947, tepat hari ini 74 tahun lalu.
==========
Penulis dibantu oleh Hamzah Fadhlurahman, mahasiswa S2 Fisika UI, terutama untuk penulisan di bagian yang terkait teori fisika.
Editor: Irfan Teguh