Menuju konten utama

Bagaimana Korban Ledakan Beirut Ditemukan & Mengalirnya Solidaritas

Solidaritas lokal dan internasional yang terus mengalir pasca-ledakan Beirut menunjukkan Lebanon tidak sendirian.

Bagaimana Korban Ledakan Beirut Ditemukan & Mengalirnya Solidaritas
Warga Palestina menyalakan lilin untuk menunjukkan solidaritas dengan warga Libanon menyusul ledakan pada hari Selasa di area pelabuhan Beirut, di Rafah di selatan Jalur Gaza, Rabu (5/8/2020). (ANTARA FOTO/REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa/nz/cfo)

tirto.id - Israa Seblani, 29 tahun, semringah dengan gaun pengantin dan kerudung putih yang dikenakan di hari pernikahan. Dokter di Amerika Serikat ini telah menyiapkan hari pernikahan sejak lama bersama suaminya, Ahmad Subeih, 34 tahun, di Lebanon. Momen pernikahan nyaris berubah duka ketika gelombang kejut dari ledakan di pelabuhan Beirut menyergapnya di alun-alun Saifi.

“Saya bersyukur. Alhamdulillah bisa selamat dari ledakan,” kata Seblani kepada Reuters.

Detik-detik ledakan yang mengempas sejoli ini terekam dalam video dari tim mereka di depan sebuah hotel Beirut. Sehari setelah ledakan, ia telah mengemasi barang dari dalam kamar yang hancur akibat gelombang kejut dari ledakan 2.750 ton amonium nitrat setara 1.800 ton TNT. Seblani dan Subeih berencana kembali ke Amerika Serikat setelah ledakan pada Selasa (4/8/2020).

Beberapa jam setelah ledakan jaringan internet di Beirut dilaporkan padam, tapi pulih sesaat kemudian. Hal itu dimanfaatkan untuk mencari keberadaan orang-orang hilang.

Di antaranya seorang pekerja di pelabuhan Beirut, tempat ledakan yang menewaskan 135 jiwa dan melukai 5.000 orang, secara ajaib selamat setelah 30 jam berada di laut. Tim penyelamat yang menyisir kawasan pelabuhan menemukan Amin Zahed dalam keadaan lemas dan bersimbah darah, melansir media Lebanon, LBCI. Namun warganet yang berusaha mencari lokasi Zahed dirawat mengaku belum menemukannya.

Foto, nama, dan nomor telepon Zahed terpampang, di antara lusinan korban ledakan lain yang masih hilang. Identitas mereka diunggah dalam media sosial (medsos) Instagram ‘locatevictimsbeirut’ yang berarti ‘temukan korban Beirut’. Akun itu buatan Ramzy Al-Amine. Di akun Twitter-nya ia mengaku seeorang analis data.

Cara kerja medsos itu adalah setiap ada informasi baru mengenai subjek yang dilaporkan hilang akan disertai komentar atas perkembangan terakhir tanpa perlu mengirim gambar ke lewat direct message (DM), “cukup komentar di unggahan.”

“Kami mencoba menemukan individu yang diunggah di akun ini. Mereka kemungkinan adalah korban ledakan Beirut. Kirimi saya pesan jika Anda memiliki info. Silakan bagikan halaman ini, kami harus efektif dan memiliki satu platform bagi individu untuk melihat-lihat gambar,” tertulis dalam unggahan @locatevictimsbeirut yang kini diikuti lebih dari 100 ribu akun.

Korban selamat lainnya adalah bayi. Seorang perawat di rumah sakit Al Roum di distrik Ashrafieh menyelamatkan tiga bayi baru lahir untuk menghindari ledakan. Daerah sekitar rumah sakit di pinggiran Beirut itu telah hancur. Ketika ledakan perawat itu berada di bangsal bersalin. Ia sempat pingsan usai ledakan dan baru menyadari telah bersama ketiga anak itu.

"Lebanon Tidak Sendirian"

Upaya penyelamatan terus berlangsung hingga Kamis. Tim pencari Lebanon terbantu dengan kehadiran tim penyelamat Perancis. Seorang tim pencari Perancis, Kolonel Vincent Tessier mengatakan tengah mencari 7-8 orang yang diduga terjebak dalam aula sebuah gedung di pelabuhan. Ia mengatakan kepada LBCI, “Kami yakin masih ada harapan untuk menemukan orang yang selamat.”

Presiden Perancis Emmanuel Macron datang ke Lebanon untuk memberikan bantuan, termasuk tim penyelamat. Ia pemimpin negara pertama yang datang ke Beirut dan mengunjungi lokasi ledakan selama 20 menit. “Lebanon tidak sendirian,” cuit Macron saat tiba di Beirut sembari menyeru reformasi terhadap korupsi.

Lebanon telah meminta bantuan internasional tak lama setelah ledakan. Negara di Timur Tengah ini menelan kerugian setidaknya 15 miliar dolar AS akibat ledakan. Di tengah hantaman Coronavirus, keuangan negara diragukan mampu memulihkan dampak ledakan.

Minimnya peralatan tim pencari Beirut membuat seorang warga frustrasi. Tatiana Hasrouty mengeluhkan tiadanya kemampuan tim pencari untuk menggali puing dan menyingkirkan batu. Ayahnya, Ghassan Hasrouty, bekerja di pelabuhan Beirut, diduga tertimbun reruntuhan silo gandum, “Tapi tak ada yang mencari 7 pekerja [termasuk ayahnya] terjebak di reruntuhan, entah bertahan sampai kapan.”

Belum jelas kaitan ayah Tatiana dengan kelompok korban yang akan diselamatkan tim pencari Perancis.

Negara-negara mengucapkan bela sungkawa atas tragedi ledakan Beirut, termasuk Indonesia. Negara lain seperti Cina, Jerman, Turki, Arab Saudi, Brasil, Rusia, hingga Inggris telah menyatakan mengirimkan bantuan kepada Lebanon.

Solidaritas lokal juga menguat lewat peran serta warga hingga pengusaha yang selamat dan punya kemampuan untuk saling membantu. Ada yang menyediakan kamar untuk menginap, mengingat ada 300.000 rumah rusak akibat ledakan, hingga mobilisasi donor darah dari Hizbullah, organisasi politik utama Lebanon.

Harapan untuk bangkit setelah ledakan di antaranya tercermin dari tindakan seorang nenek, May Abboud Melki, 79 tahun, yang memainkan piano—mungkin satu-satunya benda tak rusak di rumahnya akibat ledakan. Dengan tenang, jemarinya mengalunkan nada-nada yang oleh CNN disebut ‘Auld Lang Syne’, biasanya dinyanyikan saat tahun baru di negara-negara berbahasa Inggris.

“Nenek saya begitu masuk rumah—setelah selamat dari ledakan—langsung memainkan piano, hadiah saat pernikahan dari ayahnya,” kata cucu Abboud.

Di tengah air mata warga Lebanon yang belum kering, solidaritas terus mengalir dari negara dan masyarakat setempat. Lebanon tidak sendirian.

Baca juga artikel terkait LEDAKAN BEIRUT atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz