Menuju konten utama

Bagaimana Gennaro Gattuso "Digarap" dan "Dirisak" Rekan-Rekannya?

Sebagai pemain, Gennaro Gattuso boleh saja galak di atas lapangan. Di antara rekan-rekannya, ia kerap jadi korban "bullying".

Bagaimana Gennaro Gattuso
Gennaro Gattuso. Alfredo Falcone / LaPresse via AP

tirto.id - Walter Smith, pelatih Glasgow Rangers, tahu betul bahwa determinasi adalah senjata utama Gennaro "Rhino" Gattuso untuk unjuk kebolehan. Pemain asal Italia itu hampir selalu memulai laga dengan semangat meluap-luap, mengejar bola ke setiap jengkal lapangan, lalu melakukan apa saja demi meraih kemenangan. Maka menjelang laga melawan Glasgow Celtic pada November 1997, Smith khawatir gelandang mudanya itu bermain kebablasan. Ia pun memberi pesan:

“Kumohon, Rhino, jangan mengamuk. Jangan terlalu cepat mendapatkan kartu kuning dalam pertandingan nanti.”

Pertandingan antara Rangers melawan Celtic selalu menjadi laga paling panas dalam sepakbola Skotlandia. Laga itu, yang biasa disebut Old Firm Derby, bukan hanya soal siapa yang terbaik di kota Glasgow, melainkan juga soal gengsi tujuh turunan. Kemenangan dalam Old Firm Derby juga sama artinya dengan mengangkat trofi juara. Karena itu Smith mewanti-wanti Gattuso agar tak kehilangan akal sehat di menit-menit awal pertandingan.

Smith menyampaikan pesan tersebut beberapa minggu menjelang pertandingan, setelah Gattuso sempat membuat geger dengan mendaratkan sepatunya ke dada Ally McCoist dalam sebuah sesi latihan. Lain itu Smith juga menambahkan bahwa Gattuso bakal punya peran krusial dalam pertandingan tersebut. Mendapatkan masukan seperti itu, Gattuso tentu saja mengangguk setuju. Namun ketika pertandingan berjalan, Gattuso ternyata mengabaikan semua pesan pelatihnya. Sebagai catatan, wasit Kenny Clark mengeluarkan 10 kartu (9 kartu kuning dan 1 kartu merah) dalam pertandingan tersebut.

Dalam laga itu, Gattuso hanya butuh waktu 20 detik untuk mendapatkan kartu kuning. Dengan semangat meluap-luap ia langsung menerjang tanpa ampun salah seorang pemain Celtic. Setelah itu, alih-alih mengontrol emosinya, Gattuso melakukan hal konyol lain yang bikin Smith tambah geleng-geleng kepala. Saat turun minum, Gattuso mengamuk di ruang ganti dan menendang pintu loker pemain dan pintu itu balik menghantam matanya. Ia lantas berdarah, nyaris tak bisa melihat apa-apa.

Apa yang terjadi kemudian adalah sebuah aksi balas dendam: Gattuso merengek minta diganti, tapi Smith menolaknya. Pada akhirnya Gattuso pun terpaksa menghabiskan sisa laga dengan balutan perban di kepalanya.

Sejak itu para penggemar sepakbola tahu bahwa Gattuso tak pernah berubah. Apapun instruksi atau arahan sang pelatih, Gattuso akan tetap bermain dengan caranya sendiri—baik saat tampil bersama Rangers, Salernitana, AC Milan, maupun timnas Italia. Namun ketika karakternya juga membuat Gattuso jadi orang yang terlalu serius, suka meledak-ledak, dan tak mau kalah soal apa saja, mau tak mau ia harus menanggung akibatnya. Gattuso kerap menjadi sasaran tembak sifat jahil rekan-rekannya dan karier panjangnya pun tidak hanya dipenuhi piala dan gelar juara, melainkan juga dengan anekdot-anekdot jenaka.

Dalam salah satu tulisannya di FourFourTwo, Gattuso menceritakan bahwa selama di Rangers Paul Gascoigne merupakan pemain yang paling rutin menjahilinya. Pemain asal Inggris tersebut bahkan selalu mempunyai trik ajaib untuk membuat Gattuso tampak bodoh di depan siapa saja. Pertama-tama, ia memperkenalkan diri dengan cara buang hajat di kaus kaki Gattuso. Lalu ada satu anekdot lain yang berhubungan dengan kewajiban pemain-pemain Rangers mengenakan setelan rapi setiap kali datang ke tempat latihan.

Soal ini, Gattuso menulis: “Paul (Gascoigne) pernah membawaku ke salah satu penjahit paling mahal di Glasgow dan menyuruhku mengambil tujuh atau delapan setel pakaian yang aku suka. Dia bilang penjahit itu sudah mempunyai kesepakatan dengan klub, bahwa biaya pakaian itu akan dipotong dari gaji bulananku. Aku lalu mengambil jas, dasi, baju, dan total biayanya adalah 10 ribu paun. Beberapa saat setelahnya, aku sadar kesepakatan itu ternyata bualan Paul belaka.”

Kejadian itu membuat Gattuso marah. Ia tak mempunyai uang sebanyak itu dan tak tahu bagaimana cara membayarnya. Namun semuanya beres ketika Gascoigne, sambil terkekeh, mengeluarkan uang untuk membayar semua barang belanjaan Gattuso.

Setelah aman dari Gascoigne, muncul badut lain bernama Andrea Pirlo. Si badut ini, menurut Gattuso, adalah “orang paling kurang ajar yang pernah aku kenal.”

Dalam biografinya yang berjudul Andrea Pirlo: I Think Therefore I Play (2013), Pirlo menceritakan bahwa ia mempunyai julukan adiluhung untuk Gattuso. Saat kebanyakan pemain lain menjuluki Gattuso sebagai Si Badak, Pirlo lebih senang menyebutnya sebagai “terrone”. Julukan itu kurang lebih berarti “orang udik” dan Pirlo menyukainya. Penyebabnya: Pirlo selalu membayangkan Gattuso seperti karakter utama dalam film-flim Woody Allen yang lurus, lugu, dan tak suka macam-macam.

Masalahnya, Gattuso tak menyukainya. Di Italia, terrone dianggap sebagai sentimen orang-orang Italia utara, tempat asal Pirlo, terhadap orang-orang Italia selatan, tempat kelahiran Gattuso. Maka, setiap kali Pirlo memanggilnya dengan istilah tersebut, Gattuso akan menamparnya. Dan masalahnya lagi, tamparan tersebut ternyata selalu menambah semangat Pirlo untuk menjahili sahabat kentalnya itu.

Suatu kali, Pirlo bercerita, ia baru saja mendapatkan tamparan dari Gattuso karena memanggilnya terrone. Ia lantas diam-diam mengambil ponsel Gattuso dan mengirim pesan ke Ariedo Breida, Manajer Umum AC Milan. Karena saat itu Gattuso sedang melakukan negosiasi perpanjangan kontrak, pesan itu berbunyi: “Halo, Ariedo. Jika kamu mau memenuhi semua keinginanku, kamu bisa memiliki saudara perempuanku.” Mengetahui itu, wajah Gattuso langsung semerah tomat dan ia kembali menampar Pirlo.

Infografik Gennaro Gattuso

Infografik Gennaro Gattuso. tirto.id/Fuadi

Lain itu, Pirlo bahkan pernah menjahili Gattuso dengan cara lebih keterlaluan. Tak main-main, ia datang sambil membawa pasukan.

Ceritanya, timnas Italia sedang menjalani pusat latihan Firenze, Italia. Suatu malam, Marcello Lippi, pelatih Italia saat itu, memberikan kebebasan kepada para pemain. Sebagian besar dari mereka memutuskan untuk bersenang-senang, makan malam di restoran, dan mabuk-mabukan. Namun Gattuso tidak demikian. Ia tetap tinggal di hotel karena menilai bersenang-senang tidak ada gunanya.

Dari sanalah Pirlo mempunyai ide untuk mengerjai Gattuso. Sekembalinya dari bersenang-senang, ia dan sebagian besar pemain lain lantas mengatur siasat untuk melakukannya.

Sambil menenteng gas pemadam kebakaran, Pirlo dan De Rossi mengetuk-ngetuk pintu kamar Gattuso. Setelah beberapa saat menunggu, Gattuso akhirnya membuka pintu, terlihat mengenakan pakaian tidur lengkap, dan tampak seperti orang tidur sambil berjalan. Seketika De Rossi langsung menyemprotkan gas pemadam kebakaran ke arah Gattuso, membuatnya tampak seperti sinterklas bertubuh kekar. Sambil terpingkal-pingkal, De Rossi kemudian lari ke kamarnya, hilang dari pandangan Gattuso. Sedangkan Pirlo terlambat bereaksi. Gattuso marah dan apa yang terjadi selanjutnya adalah sebuah bencana.

Pirlo, satu-satunya orang yang dianggap Gattuso sebagai penjahat dalam kejadian itu, kemudian dikejar-kejar Gattuso. Ia berlari sekuat tenaga, namun sadar bahwa usahanya itu sia-sia belaka. Saat Gattuso marah, kata Pirlo, “singa atau jerapah pun tak akan bisa lepas dari cengkramannya.” Maka ia kemudian tertangkap dan mendapatkan tamparan berulang-ulang.

Sementara itu, sambil menahan tawa, pemain-pemain Italia lainnya berlagak bodoh dan tak tahu apa-apa. De Rossi, yang ikut terlibat langsung dalam kejadian itu, bahkan berkata dengan enteng: “Ada ribut-ribut apa ini? Aku yakin bahwa aku baru saja mendengarkan keributan seperti dalam adegan film-film Bud Spencer dan Terence Hill.”

Kejadian serupa, cerita Pirlo, juga pernah terjadi Milanello, tempat latihan AC Milan. Saat itu Pirlo kongkalikong dengan Massimo Ambrosini, Alessandro Nesta, Massimo Oddo, dan Pippo Inzaghi untuk menjahili Gattuso. Masalahnya sederhana: Gattuso hanya salah menggunakan kata kerja. Ketimbang mengatakan “I’d be better if we won”, ia justru mengatakan, “I was better if we won.” Namun Pirlo dan kawan-kawan memperkarakan kesalahan itu seperti seorang ahli bahasa.

Mendapatkan perlakukan seperti itu, Gattuso tentu saja tak terima. Dan berbeda dari sebelumnya, ia punya cara baru untuk balas dendam: menusukkan garpu makan ke betis orang-orang yang menjahilinya. Kelak, aksi balasan Gattuso tersebut bahkan pernah membuat pemain Milan absen dalam pertandingan.

Gattuso, masih dalam kolomnya di FourFourTwo, kemudian menjelaskan bahwa cerita-cerita Pirlo dalam biografinya itu bukanlah bualan. Pirlo memang seperti itu dan orang-orang dekatnya mengetahuinya. Namun, Gattuso tak luput mengingatkan,”Apa yang ditulis Pirlo itu hanya sekitar 10% dari semua kelakuan buruknya kepadaku […] Jika setiap tamparanku kepada Pirlo berharga 1 sen, aku barangkali bisa mendapat 1 juta euro. Ia selalu berusaha membuatku marah dan hampir selalu sukses melakukannya.”

Setelah Pirlo pindah ke Juventus pada musim panas 2011, Gattuso merasa kesepian. Ia kemudian berlagak seperti Pirlo, gantian berusaha menjahili rekan-rekannya. Sayangnya, menurut Thiago Silva, usaha Gattuso tersebut berujung bencana. Gattuso salah memilih lawan bercanda.

“Suatu hari, dalam sebuah sesi latihan, Gattuso terus-terusan melakukan provokasi terhadap Zlatan [Ibrahimovic]. Zlatan diam saja, tak membalasnya. Namun, saat mereka kembali bertemu di ruang Ganti, Zlatan tiba-tiba mengangkat Gattuso dan membantingnya di tempat sampah. Itu gila dan kami semua tertawa karenanya. Aku bersumpah, aku bahkan tidak bisa berhenti tertawa selama satu minggu!” kenang Silva.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA ITALIA atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Ivan Aulia Ahsan