Menuju konten utama

Badai PHK di Industri Media dan Hiburan Global

Beberapa ahli meramalkan bahwa industri yang akan diterpa gelombang PHK massal selanjutnya adalah industri media dan hiburan.

Badai PHK di Industri Media dan Hiburan Global
Ilustrasi PHK. foto/istockphoto

tirto.id - Tahun 2022 dipenuhi dengan berita pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada perusahaan teknologi raksasa dunia seperti Meta (Facebook), Google, Amazon, Microsoft, dst. CNBC merangkum setidaknya terdapat 70.000 karyawan yang kehilangan pekerjaan tahun lalu.

Sementara itu, di Indonesia kondisi yang sama terjadi pada perusahaan rintisan, terutama yang bergerak di bidang e-commerce atau layanan jual beli online, seperti GoTo, Shoppee, Tanihub, Zenius, Sayurbox, dst.

Pada tahun 2023 ini, tampaknya tren PHK massal masih akan menjadi topik hangat di seluruh dunia. Beberapa ahli meramalkan bahwa industri yang akan diterpa gelombang PHK selanjutnya adalah industri media dan hiburan.

Forbes menyebutkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir perusahaan raksasa media dan hiburan dunia telah mengumumkan pemutusan hubungan kerja, penghentian perekrutan, dan/atau restrukturisasi untuk tahun 2023.

Kabar PHK teranyar datang dari perusahaan media kenamaan, Disney. Seperti dilansir CNBC, pada tanggal 8 Februari 2023 silam Disney mengumumkan untuk memutus hubungan kerja sekitar 3 persen dari total karyawan atau sebanyak 7.000 orang.

PHK tersebut merupakan bagian dari strategi Disney untuk memangkas biaya USD5,5 miliar: USD3 miliar berasal dari pengeluaran atas konten, terkecuali konten olahraga, kemudian USD2,5 miliar adalah biaya non konten.

Keputusan tersebut disampaikan berbarengan dengan pengumuman laporan keuangan perusahaan periode Oktober-Desember 2022 yang mencatatkan keuntungan sebesar USD1,3 miliar. Dikutip dari BBC, keuntungan itu naik 11 persen secara tahunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, pada laporan yang sama juga disebutkan bahwa bisnis streaming, Disney+, membukukan kerugian hingga USD1,5 miliar atau setara Rp22,8 triliun (asumsi kurs Rp15.200/USD). Jumlah subscriber juga tercatat turun 2,4 juta ke level 161,8 juta subscriber.

Meskipun demikian, langkah pemangkasan biaya dan perampingan organisasi tersebut mendapat respons positif dari pelaku pasar. Hal ini dikarenakan, selang pengumuman tersebut harga saham Disney mencatatkan kenaikan sekitar 5 persen pada perdagangan pasar saham setelah penutupan (after-hours trading).

Selain Disney, perusahaan media dan hiburan global yang telah memangkas karyawannya termasuk Paramount Global, Warner Bros-Discovery, Vox, hingga Netflix.

Alasan Utama di Balik PHK Industri Media dan Hiburan

Dalam rangka menyongsong periode pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19, Forbes beranggapan langkah PHK diambil perusahaan agar dapat terus meningkatkan pendapatan, mengurangi utang, dan meningkatkan nilai pasar.

Dengan kebanyakan penonton yang perlahan bermigrasi ke layanan video streaming, perusahaan sedang mencari model bisnis pendapatan yang baru. Hal ini dikarenakan, model bisnis lama melalui pendapatan TV konvensional mencatatkan perlambatan penghasilan dalam beberapa dekade terakhir.

Terlebih lagi dengan inflasi, kekhawatiran terkait pemasukan dari pasar iklan yang melambat, serta perilaku konsumen media yang terus berkembang membuat perusahaan harus menawarkan solusi alternatif pendapatan untuk menarik perhatian investor.

Di lain pihak, seperti dikutip dari Marketscale, Direktur Asosiasi Pers Asing Hollywood, Joanna Massey, berpendapat bahwa setidaknya ada 3 alasan utama atas badai PHK massal di industri media dan hiburan dunia.

Pertama adalah penurunan belanja iklan yang merupakan respons perusahaan sponsor untuk membatasi anggaran iklan mereka dalam rangka menghadapi kemungkinan resesi ekonomi. Joanna mengatakan ini merupakan langkah yang umum dilakukan perusahaan dan sangat mungkin terulang kembali.

“..mereka (perusahaan) pernah melakukan sebelumnya. Ini adalah hal yang bersifat siklus. Mereka akan melakukannya lagi,” jelas Joanna.

Kedua adalah persaingan dari layanan streaming karena adanya keikutsertaan perusahaan televisi dan film tradisional. Perusahaan-perusahaan tersebut mengambil keputusan yang terburu-buru untuk membuka saluran streaming sendiri, yang ternyata membutuhkan sumber daya dan alokasi dana yang signifikan. Belum lagi realita bahwa tidak semudah itu untuk mendapatkan pelanggan.

Ketiga adalah dampak dari keputusan konsolidasi yang berlangsung di industri media, seperti Disney yang mengakuisisi FOX dan Discovery yang mengambil alih Warner Bros. Siklus ini sebelumnya terlihat pada periode 1990-an ketika terjadi banyak konsolidasi.

“Setiap kali ada konsolidasi di industri media, akan ada PHK. Itu telah berlangsung selama beberapa dekade,” tegas Joanna.

Industri Media dan Hiburan di Indonesia

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, industri media dan hiburan di Indonesia belum dipenuhi berita pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Walaupun begitu, salah satu reportase Kompas menyebutkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menerima pengaduan terkait penundaan pembayaran gaji, dipaksa mengambil cuti tanpa dibayar, dan beberapa kasus PHK.

Akan tetapi, hingga tlisan ini dimuat belum terdapat siaran pers resmi dari perusahaan media dan hiburan publik yang menginformasikan rencana atau keputusan PHK massal.

Merujuk pada laporan keuangan perusahaan media dan hiburan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), terlihat bahwa perusahaan lokal masih menorehkan kinerja yang cukup baik dengan mayoritas membukukan kenaikan pendapatan bersih di tahun 2021.

Media Hiburan

Media Hiburan. (FOTO/Istimewa)

Berdasarkan tabel di atas terlihat dua perusahaan, yakni PT Elang Mahkoa Teknologi Tbk dan PT MD Pictures Film Tbk yang mencatatkan kerugian masing-masing di tahun 2019 dan 2020. Namun, kedua perusahaan tersebut langsung mencatatkan pemulihan pendapatan di tahun selanjutnya.

Perusahan media dan hiburan Tanah Air tampaknya mampu bertahan karena fokus melakukan ekspansi dan mengambangkan konten lokal yang mengikuti perubahan serta perkembangan perilaku penonton. Perusahaan-perusahaan tersebut juga terlihat melakukan langkah diversifikasi usaha.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Dwi Ayuningtyas

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dwi Ayuningtyas
Editor: Nuran Wibisono