tirto.id - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Batam, beranjak ke babak baru. Sepekan usai kami merilis laporan “Pungli di Pelabuhan Batam & Campur Tangan Jokowi yang Tak Manjur”, Badan Pengusahaan (BP) kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam, menjalin kesepakatan dengan asosiasi perusahaan pelayaran. Polda Kepulauan Riau juga mulai turun tangan menyelidiki kasus ini.
Pertemuan BP Batam dengan asosiasi perusahaan pelayaran itu menghasilkan beberapa poin kesepakatan. Di antaranya, pada akhirnya pemungutan biaya jasa Tambat Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dihapuskan. Selain itu kesepakatan mencabut Surat Edaran (SE) Kepala Kantor Pelabuhan Laut BP Batam 23/2018, terkait persyaratan dokumen pendukung Tersus dan TUKS. BP Batam juga berjanji akan mengembalikan hold dana yang tidak ada pelayanan jasa tunda dan pandu, dalam waktu tujuh hari.
Untuk menindaklanjuti salah satu poin kesepakatan itu, Selasa (3/8/2021) lalu, Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam Nelson Idris mengeluarkan SE 12/2021, tentang pencabutan SE 23/2018. Sebab tidak sesuai dan bertentangan dengan Peraturan Kepala BP Batam 11/2018 dan 14/2019.
Surat edaran baru itu, membantah klaim Nelson pada pertengahan Juli lalu kepada jurnalis Tirto. Ini terkait klaim, BP Batam tidak pernah mengeluarkan syarat gratis jasa tambat, jika 51 persen saham kapal milik galangan. Padahal syarat itu ada dan tertuang dalam SE BP Batam 23/2018, diterbitkan pada 7 Desember 2018 oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut BP Batam Nasrul Amri Latif. Novi Hasni Purwanti, kepala Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA) sempat mengeluhkan aturan itu: ini kan akal-akalan.
Meski sudah ada berbagai kesepakatan dan perubahan aturan itu, akan tetapi pelaksanaan di lapangan belum berubah. Hal itu diungkapkan Ketua DPC Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Osman Hasyim.
"Dengan ada Surat Edaran baru dan dicabutnya aturan lama, maka enggak boleh dipungut lagi, tapi sampai sekarang masih dipungut. Artinya udah tahu salah, tapi tetap dipungut," kata Hasyim kepada reporter Tirto.
Padahal Osman salah satu orang yang hadir dalam pertemuan dengan BP Batam, Senin (2/8/2021) itu. Selain itu, BP Batam diwakili Wahjoe Triwidijo Koentjoro, deputi IV Bidang Administrasi dan Keuangan. Jajaran pejabat lain BP Batam juga hadir mulai dari kepala biro hukum, kepala pusat harmonisasi kebijakan, hingga kepala pentarifan.
Erdi Steven Manurung, ketua Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA) Batam, membenarkan apa yang diungkapkan Osman. Dia mengatakan, perusahaannya masih ditagih biaya jasa tambat di TUKS sekitar Rp100 juta, meski sudah ada kesepakatan dan SE baru yang diterbitkan BP Batam.
"Ini bertentangan dan sudah jelas itu pengakuan dari mereka [salah]," kata Erdi seraya memperlihatkan surat edaran tersebut kepada saya, Selasa (10/8/2021).
Parahnya lagi, kata Manurung, pelaksana aturan di lapangan, meminta perusahaan yang mau dibebaskan dari jasa tambat di TUKS untuk meminta persetujuan kepada direktur BUP BP Batam terlebih dahulu. Jika tidak ada persetujuan, pelaksana di lapangan tetap mengutip biaya jasa tambat di TUKS.
Di sisi lain, Ditreskrimsus Polda Kepulauan Riau telah memeriksa sejumlah pejabat BP Batam. Pemeriksaan ini, terkait kasus pungli di Pelabuhan Batam. Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Kombes Harry Goldenhart membenarkan hal tersebut.
“Untuk permasalahan tersebut masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan di lapangan,” ucap Harry kepada reporter Tirto, Kamis (19/8/2021).
Menanti Pencopotan Pejabat Tak Kompeten BP Batam
Berbagai aturan telah diubah untuk menghentikan aliran pungutan liar. Namun itu hanya sebatas di atas kertas. Kenyataan di lapangan: pungli masih ada. Erdi Steven Manurung menilai, ada permasalahan dari kepemimpinan BP Batam. Sebab mereka tak mampu membuat kebijakan dieksekusi bawahannya.
"Padahal direktur yang tandatangan, mereka masih berbantahan. Bagaimana bisa pimpinan dan bawahan tidak satu suara?" kata Manurung.
Ini menjadi titik tolak BP Batam tak kunjung melakukan perombakan pejabat. Padahal salah satu poin kesepakatan BP Batam dan asosiasi perusahaan pelayaran, berbunyi: BP Batam akan melakukan reformasi birokrasi dengan menempatkan pejabat yang berkompeten di kantor BUP BP Batam.
Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Dendi Gustinandar memperkuat kembali janjinya terkait reformasi birokrasi. Menurutnya, ke depan BP Batam akan menempatkan pejabat yang kompeten. Selain itu, satu langkah yang akan dilakukan, akan ada peningkatan kapasitas melalui pelatihan.
"Ini terus berproses dan dilakukan terus-menerus. Tapi dalam diskusi bersama asosiasi, kami mencoba mengakselerasi hal-hal ini. Tentunya untuk mencapai standar," kata Dendi kepada reporter Tirto, Selasa (16/8/2021).
Dendi membantah ada konflik internal di BP Batam karena janji melakukan reformasi birokrasi. Menurutnya, seluruh jajaran BP Batam satu komando.
“Kepala BP Batam, memberi komando yang sangat tegas, jelas dan untuk reformasi birokrasi berkelanjutan tidak berhenti," ujarnya.
Meski satu komando, Dendi tak bisa menjelaskan mengapa masih ada keluhan dari perusahaan pelayaran yang tetap dipungut biaya. "Kalau soal teknis, mungkin bisa tanyakan ke direktur BUP BP Batam," katanya.
Reporter Tirto telah berupaya mengonfirmasi adanya pelaksana lapangan yang tak menerapkan aturan baru BP Batam kepada Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam Nelson Idris. Reporter kami sudah menghubunginya sebanyak tiga kali melalui sambungan telepon. Namun hingga laporan ini tayang, belum ada respons dari Nelson.
Sedangkan Osman Hasyim menilai, pejabat di BP Batam harus diganti semuanya sebab tidak punya latar belakang orang pelabuhan. Salah satu akibatnya, kebijakan jasa tambat di Perka BP Batam 11/2018 bertentangan dengan aturan lebih tinggi, yakni PP 15/2016.
"BUP BP Batam direset kembali," kata Hasyim.
Menurut Hasyim, banyak yang tak mau datang ke Pelabuhan Batam karena kebijakan BP Batam yang kontraproduktif. Untuk membuat Batam bersaing dan maju maka perlu buat kebijakan yang bagus dengan cara memberi kepastian hukum, rasa aman, dan nyaman.
Harapan Baru: Revisi Perka BP Batam
Asosiasi perusahaan pelayaran telah merampungkan perancangan draf revisi Perka BP Batam. Ini akan menjadi masukan untuk otoritas pengelola Pelabuhan Batam. Salah satu misinya, membuka jalur bagi BP Batam untuk mendapatkan pemasukan. Hal itu diungkapkan Hasyim.
Ada banyak yang bisa dikelola BUP BP Batam, kata Osman, seperti container handling charges (CHC). Ini adalah biaya penanganan peti kemas yang dikenakan oleh pengelola pelabuhan, kepada pengguna jasa. Argo dimulai sejak kapal sandar, membongkar muatan, hingga penumpukan peti kemas.
Selama ini, menurut Osman, CHC dikerjakan masing-masing perusahaan. Sementara, BP Batam hanya mendapat bagi hasilnya saja. Padahal, jika dikelola sendiri, BUP BP Batam berpotensi mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Bahkan strategi ini tak melanggar aturan.
"Menurut UU, container handling dikelola pelabuhan. Ini kan bagian menyediakan sarana dan prasarana. Artinya mutlak punya BUP BP Batam. Handling ini bisa jadi pemasukan besar, selama ini tidak dimanfaatkan," ujarnya.
Misalnya ada 400 ribu TEUs kontainer, maka pemasukan diperkirakan bisa mencapai Rp400 miliar per tahun dari sisi container handling. Jadi, kata Osman, mencari pemasukan dengan cara yang benar, bukan yang mengada-ada atau bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi seperti jasa tambat di TUKS yang harusnya gratis.
Dendi Gustinandar mengakui, BP Batam telah menerima draf reviu dari anggota asosiasi perusahaan pelayaran. Kini draft itu dalam tahap pengkajian.
"Pengen lebih cepat [revisi Perka BP Batam]. Kami selalu komunikasi dan jalin terus dengan ketua-ketua asosiasi," kata Dendi. Menurutnya, komunikasi itu sudah dibuka sejak lima bulan lalu.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Dieqy Hasbi Widhana