Menuju konten utama

Azwarmi: Bekas Tentara, Pendukung 02, Berakhir di Penjara

Azwarmi dituduh polisi orang yang akan mengeksekusi empat tokoh nasional. Dia tinggal di Tangsel, pendukung Prabowo, kerja sebagai koordinator keamanan, dan sesekali menyopiri Kivlan Zen.

Azwarmi: Bekas Tentara, Pendukung 02, Berakhir di Penjara
Polisi menggiring para tersangka pelaku kericuhan pada Aksi 22 Mei saat gelar perkara di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (23/5/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.

tirto.id - Sosok Azwarmi di mata publik bak mafia: suka kerusuhan dan tak segan jadi pembunuh bayaran--yang calon korbannya bukan orang sembarangan, dari Wiranto, Luhut Panjaitan, Gories Mere, hingga Budi Gunawan. Namun di mata istrinya, sebut saja Sinta, dia hanya pria biasa yang berupaya menafkahi keluarga.

Sinta bilang suaminya bekerja sebagai koordinator di salah satu perusahaan jasa keamanan swasta berinisial AG. Dengan posisinya itu, Sinta memaklumi jika Azwarmi, yang sudah beranak tiga, jarang memberi kabar dan bahkan tak pulang.

"Dia kerja biasa, aja. Enggak ada apa-apa hari itu," kata Sinta kepada reporter Tirto, Jumat (31/5/2019).

"Hari itu" yang Sinta maksud adalah Selasa, 21 Mei 2019. Siang itu suaminya ditangkap polisi di Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.

Kabar penangkapan baru sampai di telinga Sinta keesokan harinya. Dia ditelepon polisi dan jelas kaget mendengar itu. Sinta bilang saat itu polisi hanya bilang kalau suaminya ditangkap. Perkara karena masalah apa, tidak disebut.

Rumah kontrakan pasutri ini terletak di Kampung Bulak, Serua, Tangerang Selatan. Hingga berita ini ditulis, Jumat (31/5/2019) sore, tak ada satu pun polisi yang datang untuk menggeledah atau sekadar bertanya kepada Sinta, seperti yang dialami Angel, istri Irfansyah yang juga dituduh satu kelompok dengan Azwarmi.

Rumah Armi

Rumah Armi digembok dua hari setelah dia tertangkap. Istri dan anak merasa tidak nyaman tinggal di lingkungan Kampung Bulak, Serua, Ciputat setelah suaminya ditangkap merencanakan pembunuhan. tirto.id/Felix Natanhie

Sinta, yang merasa tak enak karena kabar penangkapan suaminya sudah didengar para tetangga, memutuskan untuk pindah.

Simpatisan 02

Azwarmi pindah ke Tangsel pada 2016. Sebelum itu pria yang lahir pada 6 Juni 1975 ini tinggal di Aceh dan bekerja sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Berdasar data kependudukan yang dipegang RT, Azwarmi mengubah pekerjaannya jadi "wiraswasta" pada Maret 2018. Ini ia lakukan demi "menjadi tim sukses 02"--nomor urut Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019.

TNI aktif memang dilarang ikut berkampanye dan harus netral dalam politik. Aturan soal netralitas tentara tertera di UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.

Sinta membenarkan kalau suaminya memang ikut dalam aktivitas kampanye Prabowo-Sandiaga. Namun dia tidak paham apa suaminya tergabung dalam tim sukses resmi bernama Badan Pemenangan Nasional (BPN) atau tidak.

"Tahunya dia memang ikut kampanye-kampanye gitu," tegas Sinta.

Sinta sebetulnya tak suka suaminya ikut kampanye. "Sudah dilarang, ganggu kerjaan," katanya. Sayang suaminya cuek, tak mau mendengar.

Ketua RT setempat berinisial K mengatakan Azwarmi berkali-kali mengirimi dia pesan via WhatsApp yang isinya menjelek-jelekkan Joko Widodo. Saya diberi salah satu pesan dia yang isinya kira-kira Jokowi mengintidasi warga untuk memilihnya. K juga bilang Azwarmi adalah tipe orang yang "berisik di sosmed."

Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menyebut Azwarmi alias AZ adalah satu dari enam tersangka selain HK, IR, TJ, AD dan AF. Keenam orang ini berbagi peran: HK, AZ, IR, dan TJ diklaim polisi sebagai eksekutor pembunuhan empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei dengan cara mendompleng aksi 22 Mei di Jakarta. Sementara AD dan AF berperan sebagai penyuplai senjata.

Namun baik Sinta atau K sama-sama tuduhan yang dialamatkan kepada Azwarmi. Sinta bilang suaminya tak pernah bicara sama sekali soal itu, sementara K bersaksi kalau warganya itu tipe orang yang hanya agresif di media sosial.

"Perangainya kalau yang ketemu justru enggak pernah bersuara," aku K.

Sopir Kivlan Zen

Selain sebagai koordinator di salah satu perusahaan jasa keamanan swasta, Azwarmi ternyata bekas sopir Kivlan Zen, bekas Kepala Staf Kostrad berpangkat Mayor Jenderal (Purn) yang kini telah jadi tersangka atas kasus kepemilikan senjata api ilegal dan telah ditahan di Rutan Guntur.

Keterangan ini diperoleh dari pengacara Kivlan, Djudju Purwantoro. Djudju bilang Azwarmi pernah bekerja tiga bulan dengan Kivlan.

"Sebagai driver-nya Pak Kivlan paruh waktu. Waktu-waktu tertentu saja karena Pak Kivlan lebih suka nyopir sendiri. Tapi, kan, dengan usia yang sudah cukup tua, ada pihak-pihak yang mencoba membantulah sekali-sekali untuk disopiri kendaraannya," kata Djudju di Polda Metro Jaya, Kamis (30/5/2019) dini hari.

Kivlan cukup tahu latar belakang sopirnya itu. Buktinya Djudju bilang Kivlan tahu kalau Azwarmi punya senjata.

"Kivlan mengingatkan kalau dia mau pakai itu [senjata] harus punya izin resmi," kata Djudju.

Kuasa hukum lain, Burhanudin, mengatakan meski Azwarmi memang punya senjata yang katanya untuk melindungi Kivlan, tapi senjata yang dimaksud itu berbeda dengan yang ditunjukan penyidik saat pemeriksaan.

"Yang dilihat itu senjata untuk berburu. Bukan senjata untuk militer, bukan. Senjata berburu bahkan kalibernya kecil, 22 mm," katanya.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino & Mufti Sholih