Menuju konten utama

Ayo #GerakBersama Dukung Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

Jika RUU PKS tidak dimasukkan dalam Prolegnas pada Desember mendatang, upaya mengentaskan kekerasan seksual akan semakin panjang.

Ayo #GerakBersama Dukung Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
Sejumlah mahasiswa dari BEM SI menggelar aksi tolak Omnibus Law di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Jumat (16/10/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pada 1991, Women’s Global Leadership Institute menginisiasi kampanye internasional 16 Days of Activism Against Gender Violence (16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan—disingkat 16HAKTP). Dimaksudkan untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, apa pun bentuknya, kampanye tersebut dilangsungkan mulai 25 November hingga 10 Desember, Hari Hak Asasi Manusia (HAM).

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), selaku salah satu institusi negara yang memegang mandat penegakan HAM di Indonesia, menjelaskan bahwa dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Sejak 2003, Komnas Perempuan aktif menginisiasi dan memfasilitasi pelaksanaan kampanye 16HAKTP bersama jejaring dan mitra Komnas Perempuan.

Selain Hari HAM, kampanye 16HAKTP juga beririsan dengan peringatan Hari AIDS sedunia (1 Desember), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan (2 Desember), Hari Internasional untuk Penyandang Disabilitas (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), serta Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan Terhadap Perempuan (6 Desember).

Veryanto Sitohang, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, menerangkan bahwa Komnas Perempuan menginisiasi peringatan 16HAKTP di Indonesia sejak 2003.

“Setiap tahun, Komnas Perempuan mengajak berbagai organisasi masyarakat sipil dan pemerintah untuk melakukan kampanye bersama. Tujuannya, menggalang solidaritas publik demi mendorong jaminan perlindungan yang lebih terhadap penyintas dan gerak bersama dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,” terang Veryanto.

Lonjakan Kekerasan Seksual

Kekerasan terhadap perempuan patut menjadi perhatian bersama. Sepanjang Maret-Mei 2020, periode awal pandemi Covid-19, kajian Komnas Perempuan menemukan adanya 1.299 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak perempuan. Rinciannya, 784 kasus kekerasan (66%) terjadi di ranah privat, 243 kasus (21%) di ranah publik, 24 (2%) kasus di ranah negara, dan 129 kasus (11%) tergolong sebagai kekerasan berbasis online.

“Hasil kajian ini juga memperlihatkan bahwa intensitas kasus kekerasan di masa pandemi Covid-19 mengalami perubahan. Perempuan korban kekerasan mengalami kekerasan fisik yang lebih parah dibanding sebelumnya. Tekanan terjadi baik karena kondisi ekonomi keluarga, pembatasan ruang gerak maupun beban domestik yang bertambah sehingga meningkatkan stres dan memicu kekerasan dalam rumah tangga yang lebih parah,” bunyi laporan bertajuk “Melayani dengan Berani: Gerak Juang Pengada Layanan dan Perempuan Pembela HAM di Masa Covid-19” (PDF).

Data teranyar, kasus Kekerasan Gender Berbasis Siber (KGBS) yang diadukan ke Komnas Perempuan mencapai 659 kasus hingga Oktober 2020 —melonjak drastis dari angka 281 kasus pada tahun sebelumnya. Kebanyakan kasus yang dilaporkan terkait KGBS antara lain kekerasan seksual seperti ancaman penyebaran bahkan penyebaran konten intim non konsensual yang bersifat seksual dan menjatuhkan mental serta masa depan korban, yang umumnya berusia muda.

Selama pandemi ini, berdasar pemberitaan media, Komnas Perempuan juga menyoroti banyaknya kekerasan seksual yang mengorbankan laki-laki, baik anak-anak maupun dewasa. Misalnya, kasus kekerasan seksual dalam pola fetishism, swinger, dan berbagai pola baru lainnya.

Lepas dari angka-angka di atas, sepanjang 2016-2019 Komnas Perempuan juga mencatat adanya 55.273 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan maupun ke lembaga layanan masyarakat ataupun pemerintah. Dari jumlah di atas, 8.964 kasus dicatatkan sebagai tindak perkosaan. Ironisnya, laporan perkosaan tersebut kurang dari 30% yang diproses hukum.

“Komnas Perempuan melihat persoalan minimnya proses hukum pada kasus kekerasan seksual menunjukkan aspek substansi hukum yang ada tidak mengenal sejumlah tindak kekerasan seksual dan hanya mencakup definisi yang terbatas, aturan pembuktian yang membebani korban dan budaya menyalahkan korban, serta terbatasnya daya dukung pemulihan korban yang kemudian menjadi kendala utama,” papar Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.

Bertolak dari data dan fakta tersebut, Komnas Perempuan pun menyoroti kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual minim penangangan dan perlindungan korban, sebagai salah satu persoalan yang dikemukakan dalam gelaran 16HAKTP tahun ini. Adapun salah satu target yang hendak disasar lewat kampanye 16HAKTP tahun ini adalah mendesak legislatif agar memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam Prolegnas 2021.

Terang saja target tersebut terbilang berat, namun bukan berarti mustahil, mengingat tahun 2020 bakal berakhir sebulan lagi. Artinya, jika RUU PKS tidak dimasukkan dalam Prolegnas pada Desember mendatang, upaya memperjuangkan pengentasan kekerasan seksual akan menjadi perjuangan panjang.

Untungnya, Komnas Perempuan tidak sendiri. Kali ini, gelaran 16HAKTP bakal dilangsungkan di 25 provinsi, 38 kota, 13 kabupaten di Indonesia dan mendapat dukungan dari lebih dari 167 organisasi dan masyarakat sipil dengan total 284 agenda kegiatan sepanjang 25 November-10 Desember 2020.

“Komnas Perempuan mengajak masyarakat memberikan dukungan terhadap perempuan korban kekerasan dan berpartispasi dalam kampanye Peringatan Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: Gerak Bersama, Jangan Tunda Lagi, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” sambung Veryanto Sitohang.

Layanan Aman buat Semua

Salah satu institusi yang mendukung kampanye 16HAKTP adalah Grab Indonesia. Bukan tanpa alasan bagi perusahaan teknologi superapp ini—yang menyediakan beragam layanan daring seperti pemesanan kendaraan, pengantaran, dan jasa sehari-hari lainnya—mendukung penghapusan kekerasan seksual.

Header Advertorial Grab 16HAKTP

16 Days of Activism Against Gender Violence Campaign. FOTO/Dok. Grab Indonesia

Hooi Ling Tan, salah seorang pendiri Grab, adalah perempuan muda yang sebelumnya bekerja sebagai konsultan bisnis perusahaan. Ia sering kali lembur hingga pulang larut, dan di perjalanan kerap merasa tidak aman saat menggunakan transportasi umum seperti taksi. Akibatnya, Hooi Ling selalu menelepon sang ibu untuk sekadar mengabari bahwa ia sedang dalam perjalanan.

“Karena itu, Grab didirikan dengan menjadikan faktor keselamatan sebagai DNA layanan kami. Grab didirikan untuk memberikan layanan yang aman untuk semua, terutama perempuan,” kata Neneng Goenadi, Managing Director of Grab Indonesia.

Ucapan Neneng terbukti dalam layanan yang diberikan Grab. Perusahaan tersebut bahkan melakukan investasi besar-besaran untuk membuat berbagai fitur keamanan dan keselamatan penggunanya. “Fitur Pusat Bantuan (Tombol Darurat), Penyamaran Nomor Telepon, dan Verifikasi Wajah sudah ada di aplikasi Grab sejak 2018 lalu, sebelum menjadi kewajiban dari sisi regulasi,” terang Neneng.

Selain lewat teknologi, Grab juga terus membangun sistem yang komprehensif dengan menjalin kemitraan strategis bersama institusi pemerintah dan organisasi masyarakat. Sejak 2018, Grab telah mendukung kegiatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dengan turut menyosialisasikan mengenai kampanye ini kepada jutaan pengguna aplikasi.

Grab juga telah memiliki kerja sama dengan Komnas Perempuan yang ditandatangani pada tahun 2019, mencakup penyusunan kebijakan perusahaan, pembuatan modul pelatihan untuk mitra pengemudi, baik berbentuk daring lewat GrabAcademy maupun tatap muka untuk pimpinan komunitas, serta pengumpulan donasi dari pengguna Grab untuk perempuan penyintas lewat Pundi Perempuan.

Grab juga telah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Forum Pengada Layanan guna dapat memberikan layanan yang aman untuk semua. Dalam momen 16 Hari Kampanye tahun ini, Neneng menegaskan dukungannya untuk mendukung kaum perempuan agar dapat berdaya dan menjalani perannya di ruang publik.

“Kami sangat senang dapat kembali berkolaborasi dengan Komnas Perempuan dalam rangka mendukung kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kami berharap dapat mendukung mereka berkarya serta menciptakan inklusivitas dalam pembangunan ekonomi digital yang sejalan dengan komitmen GrabForGood bagi Indonesia,” sambung Neneng.

Pesan nasional yang ingin disampaikan dalam peringatan kampanye 16HAKTP tahun ini adalah “Gerak Bersama: Jangan Tunda lagi, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” Adapun tagar yang digunakan untuk mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah: #GerakBersama #SahkanRUUPKS #JanganTundaLagi

“Mari kita galakan kampanye bersama secara serentak selama 16 hari untuk hentikan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia,” demikian seruan Komnas Perempuan.

Informasi tentang rangkaian program dan acara kampanye 16HAKTP 2020 bisa Anda dapatkan via tautan ini.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis