Menuju konten utama

Ayah Harus Terlibat Mengasuh Anak

Anak perlu kasih sayang yang seimbang dari ayah dan ibunya.

Ilustrasi absent father. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pada umumnya, anak-anak lebih banyak bercengkerama dengan ibu ketimbang ayahnya. Kondisi itu merupakan akibat dari pola normatif yang memilah peran ayah dan ibu: ayah mencari nafkah, ibu mengurus rumah tangga. Pola tersebut tak jarang membuat hubungan anak dan ayah menjadi renggang dan berisiko mengganggu keseimbangan mental anak.

Penelitian oleh Sara McLanahan dkk (2014) menemukan efek negatif ketidakhadiran ayah terhadap keterampilan sosial-emosional anak. Ia mencakup kesehatan mental, pencapaian pendidikan, pembentukan karakter, hubungan keluarga, dan kesuksesan mendapat pekerjaan.

Efek pada perkembangan sosio-emosional ini tak hanya dirasakan pada saat anak ditinggalkan, tapi juga berlanjut hingga remaja. Hasil pengamatan menunjukkan para remaja yang dulunya memiliki hubungan renggang dengan sang ayah lebih berisiko mengembangkan perilaku berisiko seperti merokok atau punya anak di usia belia.

Semakin dini usia sang anak saat ditinggal ayahnya, efek negatif tersebut semakin besar. Dan, dampaknya lebih besar pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Penelitian ini juga memperkuat penelitian sebelumnya di tahun 2011 oleh Abdul Khaleque dan Ronald P. Rohner. Para ilmuwan dalam penelitian ini menemukan bahwa anak yang mendapat penolakan dari ayahnya berisiko menunjukkan perilaku agresif. Selain itu, dia lebih mudah memusuhi orang lain dan cenderung merasa rendah diri.

Baca juga: Kasih Sayang untuk Anak yang Terbuang

Perasaan sakit karena penolakan orangtua akan mempengaruhi kondisi psikis anak. Bahkan, hingga bertahun-tahun setelah ia dewasa, hal itu dapat membuat anak mengalami kesulitan menjalin hubungan dekat dengan orang lain, juga dengan pasangan.

Hal semacam ini, salah satunya, dirasakan oleh Angkasa, seorang pekerja seni. Ia menceritakan pengalaman pahit tentang hubungan dengan sang ayah yang membekas hingga dewasa. Saat kecil, Angkasa tak banyak berinteraksi dengan sang ayah yang bekerja dari pagi hingga larut malam dan hampir tak punya waktu bermain untuknya.

Apalagi, sang ayah termasuk tipe orang yang temperamental, sehingga ia seringkali menerima perlakuan kasar, seperti dipukul atau dibentak depan umum. Pengalaman tersebut terus diingatnya sampai kini, pada usia 27 tahun.

“Hubungan buruk ini bertahan hingga dewasa, kami jarang komunikasi meski tinggal satu rumah. Dan saya menjadi sangat sensitif kalau membahas tentang dia,” katanya.

Baca juga: Belajar jadi Ayah Milenial yang Berbahagia

Anak Membutuhkan Kasih Sayang Berimbang

Penggalan video berdurasi 8 menit itu menampilkan Jason Momoa, pemeran Aquaman sedang mengajak anak-anaknya bermain di alam. Memanjat di dinding batu, mendengar serta merasakan tekstur tanah dan bebatuan, melukis, dan membiarkan tubuh anak-anaknya terlentang, menggantung pada seuntas tali kernmantel.

Di tengah kesibukannya sebagai seorang artis papan atas, Momoa selalu menyisihkan waktu khusus untuk bermain bersama Lola dan Nakoa. Warganet ramai mengomentari video tersebut, dan menyebut Momoa sbagai sosok ayah yang ideal.

Cara Momoa memberi perhatian dengan menyisihkan waktu khusus untuk kedua anaknya patut dicontoh. Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., seorang psikolog anak dan remaja mengungkapkan, secara garis besar anak butuh perhatian berimbang dari ayah maupun ibu. Tujuannya agar mereka merasa dicintai, diinginkan, dan dihargai keberadaannya oleh ayah maupun ibu mereka.

“Jika timpang, gangguan perilaku seperti menjadi agresif mungkin terjadi,” katanya kepada Tirto.

Baca juga: Bayi Lebih Suka Dipijat Ayah Ibunya Ketimbang Terapis

Menurutnya, pembagian tugas antara ayah dan ibu di tiap keluarga bisa jadi berbeda-beda. Namun, ia menekankan asupan kasih sayang tetap harus diterima anak secara imbang. Dalam tataran umum, boleh jadi ibu lebih sering berinteraksi dengan anak. Jika demikian pola rumah-tangga yang dijalani, berarti ayah harus meluangkan waktu khusus bersama anak secara rutin di waktu-waktu tertentu.

Misalnya setiap Sabtu pagi, ayah mengagendakan aktivitas jalan berdua dengan anak. Dengan begitu, anak akan merasakan perhatian sang ayah diberikan hanya untuknya. Di waktu berdua ini, anak jadi bisa leluasa bercerita atau mengekspresikan apapun kepada ayahnya.

“Kualitas interaksi antar keduanya dapat ditingkatkan di saat itu,” katanya.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/12/06/psikis-anak-tanpa-ayah--mild--nadya.jpg" width="860" alt="Infografik Psikis Anak Tanpa Ayah " /

Peranan ayah bagi perkembangan anak-anak tak kalah penting dari peran seorang ibu. Temuan ilmuwan Michigan State University yang meneliti 730 keluarga di 17 wilayah Amerika mengungkapkan dampak stres orang tua mempengaruhi interaksi mereka dengan sang anak.

Baca juga: Ibu Bekerja Disarankan Beri ASI Langsung

Stres pada orangtua ternyata memiliki efek berbahaya pada perkembangan kognitif dan bahasa anak ketika berusia 2 sampai 3 tahun. Dan ayah, memiliki pengaruh lebih besar pada kemampuan berbahasa anak laki-laki daripada anak perempuan.

Selanjutnya, kesehatan mental ayah juga mempengaruhi keterampilan sosial anak pada jangka panjang. Misalnya kemampuan pengendalian diri dan kerja sama mereka. Ditemukan pula bahwa gejala depresi ayah pada anak balita lebih berpengaruh pada kemampuan sosial anak daripada gejala depresi pada ibu.

"Ada anggapan bahwa peran ayah di keluarga hanya sebagai pelengkap. Tapi, kami menunjukkan bahwa ayah memiliki efek langsung pada anak-anak, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Claire Vallotton, peneliti utama riset ini.

Baca juga artikel terkait AYAH atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani
-->