Menuju konten utama

Asosiasi Pengembang Perumahan Akui Bisnis Properti Rentan Suap

Bisnis properti rentan suap untuk mempercepat perizinan.

Asosiasi Pengembang Perumahan Akui Bisnis Properti Rentan Suap
Pekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10/2018). ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - Megaproyek kota terpadu Meikarta yang rencananya akan berdiri di Cikarang, Jawa Barat tersandung kasus suap terkait perizinan. Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo mengakui kalau bisnis properti memang rentan dengan praktik suap.

Hal ini disebabkan aparat pemerintah yang memiliki kewenangan memberi izin pembangunan, kerap mempersulit jika tidak diberi uang pelicin.

"Baik pemerintah dan pengembang sama-sama saling memanfaatkan," kata Eddy kepada reporter Tirto, Senin (22/10/2018).

"Bagi pemberi izin, mereka kerap memanfaatkan posisi dengan mempersulit pembuatan perizinan sementara dari pihak pengembang mereka ingin agar masalah perizinan cepat selesai agar proses pembangunan cepat berlangsung," ujarnya.

Padahal seyogianya proses pengurusan izin tidak memakan waktu lama. Salah satunya, Eddy mencontohkan, ialah proyek pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Menurutnya proses pengurusan IMB semestinya hanya memakan waktu sebulan. Namun, jika tak ada uang pelicin bisa memakan waktu setahun.

“Kondisi inilah yang terkadang akhirnya membuat pengembang harus mengeluarkan biaya khusus untuk menyuap pihak-pihak tertentu agar proyek mereka bisa tetap berjalan," ujar Eddy.

Untuk itu kepada pihak pengembang ia mengimbau agar jangan menggunakan cara-cara haram dalam mengurus perizinan proyeknya.

Salah satu kasus suap yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah megaproyek Meikarta. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka. Penetapan 9 tersangka itu dilakukan setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan sejak 14 sampai 15 Oktober 2018.

Di antara sembilan tersangka kasus suap tersebut, salah satu diantaranya adalah petinggi Lippo Group Billy Sindoro yang diduga sebagai pemberi suap dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang diduga sebagai penerima suap.

Selain itu, KPK menetapkan pula sejumlah pegawai Lippo sebagai tersangka pemberi suap, yakni Taryudi (T) dan Fitra selaku konsultan Lippo Group dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.

Sedangkan, tersangka penerima suap lainnya adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPRKabupaten).

Neneng diduga telah menerima uang haram sebesar Rp7 miliar dari Billy melalui sejumlah kepala dinas. Pemberian dilakukan bertahap mulai dari April, Mei, dan Juni 2018. Uang tersebut masih sebagian dari total commitment fee yang mencapai Rp13 miliar.

Diduga, pemberian suap terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Atas perbuatannya, Billy Sindoro, Taryudi, Fitra dan Henry Jasmen menjadi tersangka pelanggaran pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Neneng beserta sejumlah pejabat Pemkab Bekasi bawahannya menjadi tersangka pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dipna Videlia Putsanra