Menuju konten utama

Asal-usul Cacar Monyet serta Cara Penularan Monkeypox dan Gejalanya

Berikut ini penjelasan singkat tentang asal-usul cacar monyet, cara penularan monkeypox, dan gejala penyakit tersebut pada manusia.

Asal-usul Cacar Monyet serta Cara Penularan Monkeypox dan Gejalanya
Ilustrasi Cacar Monyet. foto/Istockphoto

tirto.id - Asal-usul cacar monyet bisa dilacak dari awal mula penemuannya pada tahun 1958. Cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang disebabkan infeksi virus monkeypox. Penularan monkeypox terjadi dari hewan ke manusia, dan mungkin juga melalui manusia ke manusia.

Peningkatan kasus cacar monyet di banyak negara pada 2022 memperbesar perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada wabah penyakit ini. Alarm kewaspadaan pun mulai berbunyi di tanah air. Meskipun belum ada kasus positif cacar monyet yang terkonfirmasi di Indonesia, berdasar data per 4 Agustus 2022, sudah ada beberapa pasien suspek monkeypox, termasuk 1 di Jawa Tengah.

Data WHO menunjukkan selama periode 1 Januari hingga 3 Agustus 2022, penularan cacar monyet telah dilaporkan oleh 85 negara di 6 regional. WHO mencatat, selama 2022, telah ditemukan kasus positif cacar monyet pada 25.054 orang, dengan 11 pasien meninggal dunia.

Adapun 10 negara dengan jumlah kasus monkeypox terbanyak di dunia saat ini, secara berurutan adalah Amerika Serikat, Spanyol, Inggris, Jerman, Prancis, Brasil, Belanda, Kanada, Portugal, serta Italia.

Penyebaran penyakit ini secara global pun terbilang cepat. Dalam 3 pekan terakhir, WHO menerima laporan dari 14 negara yang mengidentifikasi kasus pertama cacar monyet. Salah satunya Filipina yang melaporkan kasus pertama pada 29 Juli 2022 lalu.

Sebagai perbandingan, data terbaru yang dirilis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada 3 Agustus 2022 menunjukkan jumlah kasus yang lebih banyak. Selama 1 Januari hingga 3 Agustus 2022, CDC mendata sudah ada 26.208 kasus positif cacar monyet di 87 negara.

Sebanyak 25.864 kasus positif monkeypox di antaranya dilaporkan oleh negara-negara yang tidak memiliki sejarah penularan cacar monyet sebelum 2022. Di antara 87 negara itu, hanya tujuh yang tercatat di masa lalu memiliki sejarah penyebaran cacar monyet.

Asal-usul Cacar Monyet

Cacar monyet pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di Denmark. Saat itu, ditemukan 2 kasus penyakit mirip cacar di koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian. Maka itu, penyakit baru ini disebut cacar monyet atau monkeypox.

Kasus cacar monyet pertama pada manusia diidentifikasi pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. Sejak saat itu, kasus cacar monyet dilaporkan telah menginfeksi orang-orang di 9 negara Afrika Tengah dan Afrika Barat.

Sembilan negara itu adalah Kamerun, Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone.

Penyebab cacar monyet adalah infeksi virus monkeypox. Virus cacar monyet merupakan anggota genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae dan subfamili Chordopoxvirinae. Genus Orthopoxvirus juga mencakup virus variola (penyebab cacar), virus cacar sapi, dan virus vaccinia (dipakai untuk vaksin cacar).

Dalam publikasi resminya, WHO menyatakan setelah kasus cacar monyet pada manusia ditemukan di 9 negara Afrika pada 1970, tidak diketahui secara pasti perkembangan wabah di wilayah itu.

Lebih dari tiga dekade kemudian muncul wabah cacar monyet pertama di luar Afrika. Pada tahun 2003, ditemukan 70 kasus cacar monyet di Amerika Serikat, tetapi angka penularan penyakit ini saat itu relatif sedikit. Wabah cacar monyet kembali muncul pada tahun 2022, dengan skala yang jauh lebih luas.

Sejak awal Mei 2022, masih mengutip penjelasan WHO, kasus monkeypox dilaporkan dari negara-negara yang tidak endemik, dan terus dilaporkan oleh beberapa negara endemik. Sebagian besar kasus cacar monyet diketahui terkait dengan riwayat perjalanan ke Eropa serta Amerika Utara, dan justru bukan Afrika Barat atau Afrika Tengah.

Menurut WHO, hingga 3 Agustus 2022, hanya ada 310 kasus positif cacar monyet di 9 negara awal penyebaran penyakit ini, atau sekitar 1 persen dari total kasus di seluruh dunia. Dari jumlah kasus itu, ada 5 orang meninggal yang setara 45% kasus kematian global.

WHO menyimpulkan ada pola baru penyebaran cacar monyet selama 2022. Untuk pertama kalinya sejak penemuan penyakit ini pada 1970, banyak kasus dan klaster cacar monyet dilaporkan secara bersamaan dari negara-negara non-endemik dan endemik yang secara geografis saling berjauhan.

Cara Penularan Cacar Monyet

Virus cacar monyet merupakan orthopoxvirus yang juga bisa menyebabkan penyakit dengan gejala mirip tetapi tak terlalu parah, termasuk cacar. Sampai sekarang, mengutip penjelasan WHO, telah ditemukan 2 varian virus monkeypox, yakni clade Afrika Barat dan clade Congo Basin. Untuk yang terakhir, disebut juga sebagai clade Afrika Tengah.

Monkeypox merupakan penyakit zoonosis. Artinya, ia penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Kasus penularan cacar monyet sebelumnya kerap ditemukan di dekat hutan hujan tropis, habitat beberapa jenis hewan pembawa virus ini.

Bukti infeksi virus monkeypox telah ditemukan pada beberapa jenis hewan, seperti tupai, dormice, tikus Gambia, berbagai spesies monyet, dan lain sebagainya. Adapun riset soal penularan melalui manusia ke manusia masih terbatas.

Sejumlah spesies hewan sudah terbukti rentan terinfeksi virus cacar monyet. Namun, masih ada ketidakpastian tentang sejarah alami virus ini. Hingga kini belum diketahui reservoir spesifiknya. Walaupun memiliki nama cacar monyet, reservoir utama virus ini bukan monyet.

Litbang Kemenkes RI melalui laman resminya menjelaskan virus cacar monyet dapat menular saat seseorang bersentuhan dengan virus dari hewan yang terinfeksi, orang yang terinfeksi, atau bahan yang terkontaminasi virus monkeypox. Virus cacar monyet pun bisa melewati plasenta ibu hamil ke janin.

Virus cacar monyet dapat menular dari hewan ke manusia lewat gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi, atau melalui penggunaan produk yang terbuat dari hewan yang terinfeksi. Virus ini juga bisa menyebar melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, lesi kulit, dan luka dari hewan atau orang yang terinfeksi.

Penularan cacar monyet pun bisa terjadi melalui droplet pernapasan saat kontak dengan penderita secara berkepanjangan. Kontak langsung dengan bahan yang telah terkontaminasi cairan atau luka tubuh penderita cacar monyet bisa pula memicu penularan penyakit ini.

Gejala Cacar Monyet dan Masa Inkubasi Virus Monkeypox

Masa inkubasi cacar monyet (jeda antara infeksi dengan kemunculan gejala monkeypox) sekitar 6-13 hari, tetapi dapat pula 5-21 hari. Gejala penyakit ini biasanya berlangsung selama 2-4 minggu. Setelah itu, cacar monyet bisa sembuh sendiri jika penderita berhasil melewati masa kemunculan gejala penyakit.

Gejala cacar monyet di manusia mirip dengan gejala cacar air. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan.

Mengutip penjelasan Litbang Kemkes RI, perbedaan gejala cacar air dan cacar monyet yang utama terlihat pada dampaknya pada kelenjar getah bening. Cacar monyet menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati), sedangkan cacar air tidak.

Berikut sejumlah gejala cacar monyet pada manusia:

  • Sakit kepala
  • Demam akut (lebih dari 38,5 derajat celcius)
  • Pembesaran kelenjar getah bening (Limfadenopati)
  • Nyeri otot/Myalgia
  • Sakit punggung
  • Asthenia (kelemahan tubuh)
  • Lesi cacar (benjolan berisi air atau nanah di seluruh tubuh)
  • Dalam 1 sampai 3 hari (kadang-kadang lebih lama) setelah munculnya demam, penderita akan mengalami ruam, sering dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian lain dari tubuh.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), dalam siaran resminya, juga menerangkan bahwa infeksi cacar monyet dapat dibagi menjadi dua tahap.

Pertama, masa invasi yang berlangsung 0-5 hari. Tahap awal ini ditandai oleh gejala demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, mialgia atau nyeri otot, dan astenia hebat (kekurangan energi).

Kedua, masa erupsi kulit yang biasa dimulai pada 1-3 hari setelah demam. Pada periode ini, mulai timbul ruam yang lebih terkonsentrasi di wajah daripada badan.

Ada perbedaan di sebagian kasus terkait kemunculan ruam ini. Ruam mengenai wajah (dalam 95% kasus), telapak tangan dan tapak kaki (75% kasus), selaput lendir mulut (dalam 70% kasus), alat kelamin (30% kasus), konjungtiva (20% kasus), dan kornea.

Ruam-ruam itu lalu berkembang secara berurutan dari makula (lesi dengan dasar datar), menjadi papula (lesi keras yang sedikit terangkat), lalu vesikel (lesi berisi cairan bening), pustula (lesi berisi cairan kekuningan), dan krusta yang mengering dan rontok. Jumlah lesi di setiap penderita cacar monyet bervariasi, dari hanya beberapa hingga ribuan.

Masih mengutip penjelasan Perdoski, kasus cacar monyet level berat kerap terjadi pada anak-anak. Beratnya dampak infeksi monkeypox itu berkaitan dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, dan komplikasi penyakit. Menilik data historis, risiko kematian (case fatality rate) sekitar 0-11% di populasi umum, tetapi bisa lebih tinggi di kelompok anak-anak.

Baca juga artikel terkait CACAR MONYET atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Iswara N Raditya