tirto.id - Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan menarik AS dari perjanjian nuklir dengan Iran. Dia menyebut kesepakatan yang dicapai era Obama itu "memalukan" baginya "sebagai warga negara."
Menentang saran dari sekutu Eropa, Trump juga menegaskan akan menerapkan kembali sanksi ekonomi yang dibebaskan ketika kesepakatan itu ditandatangani pada 2015.
Trump sebelumnya pernah mengecam perjanjian itu, bahkan sebelum memenangkan pilpres AS 2016 lalu. Ia menyebutnya "kesepakatan terburuk yang pernah ada" dan berjanji untuk merobeknya pada hari pertamanya sebagai presiden.
Mengutip The Guardian, Trump membenarkan akan menarik diri dan mengklaim bahwa Iran sedang membangun program nuklir, tanpa memberikan bukti bahwa hal itu benar. "Inti dari kesepakatan itu adalah fiksi raksasa," ujarnya.
Dia menggunakan bahasa menghasut dalam pidatonya di Gedung Putih, Selasa (8/5/2018). Trump juga melemparkan tuduhan pada Iran meskipun negara telah bertindak sesuai dengan perjanjian nuklir.
Menanggapi pernyataan Trump, Presiden Iran Hassan Rouhani, mengatakan "ini adalah perang psikologis." Ia percaya perjanjian itu sebetulnya bisa bertahan jika mitra negosiasi lain menentang Trump.
"Saya senang bahwa makhluk sial itu telah meninggalkan Barjam," kata Rouhani, mengacu pada akronim Persia untuk menyebut kesepakatan itu.
Iran mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan untuk memulai kembali pengayaan uranium, kunci untuk membuat energi nuklir dan senjata.
"AS telah mengumumkan bahwa mereka tidak menghormati komitmennya,” tegas Rouhani, seperti dilansir BBC.
"Saya telah memerintahkan Organisasi Energi Atom Iran untuk siap beraksi jika diperlukan, sehingga jika perlu kami dapat melanjutkan pengayaan kami di tingkat industri tanpa batasan," katanya menambahkan.
Dia mengatakan dia akan "menunggu beberapa minggu" untuk berbicara dengan sekutu dan penandatangan lainnya untuk kesepakatan nuklir terlebih dahulu.
"Jika kami mencapai tujuan kesepakatan dalam kerja sama dengan anggota lain dari kesepakatan, itu akan tetap di tempat," katanya.
Kesepakatan yang disebut Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) itu menahan kegiatan nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi yang telah dijatuhkan oleh PBB, AS dan Uni Eropa.
Trump sebelumnya mengeluhkan kesepakatan itu hanya membatasi kegiatan nuklir Iran untuk jangka waktu tertentu dan gagal menghentikan pengembangan rudal balistik.
Selain itu, menurut Trump, kesepakatan itu telah memberikan Iran rejeki nomplok hingga $100 miliar yang digunakannya "sebagai dana gelap untuk senjata, teror, dan penindasan" di seluruh Timur Tengah.
Mantan Presiden Barack Obama, yang menandatangani kesepakatan atas nama AS tiga tahun lalu, menyebut pengumuman Trump "salah arah."
"Tanpa JCPOA, Amerika Serikat akhirnya bisa ditinggalkan dengan pilihan yang kalah antara Iran yang bersenjata nuklir atau perang lain di Timur Tengah," ungkap Obama.
Sekutu Eropa Jerman, Perancis, dan Inggris mengatakan mereka memiliki "penyesalan dan kekhawatiran" tentang keputusan Trump dan berencana untuk terus mematuhi perjanjian tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia "sepenuhnya mendukung" keputusan Trump. "Israel berterima kasih kepada Presiden Trump atas kepemimpinannya yang berani," katanya, seperti diwartakan The Guardian.
Editor: Yuliana Ratnasari