tirto.id - Pengertian resesi adalah periode penurunan ekonomi sementara di mana perdagangan dan aktivitas industri berkurang, umumnya ditandai dengan penurunan PDB dalam dua kuartal berturut-turut.
Arti kata resesi bisa juga dimaknai sebagai pelambatan atau kontraksi besar dalam kegiatan ekonomi. Penurunan pengeluaran yang signifikan umumnya mengarah ke resesi.
Diwartakan The Economic Times, pelambatan dalam kegiatan ekonomi dapat berlangsung selama beberapa kuartal sehingga benar-benar menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam situasi seperti itu, indikator ekonomi seperti PDB, laba perusahaan, pekerjaan, dan lain-lain, turun dan akan menciptakan kekacauan di seluruh ekonomi.
Untuk mengatasi ancaman, ekonomi umumnya bereaksi dengan melonggarkan kebijakan moneter dengan memasukkan lebih banyak uang ke dalam sistem, yaitu dengan meningkatkan jumlah uang beredar.
Langkah ini dilakukan dengan mengurangi suku bunga. Peningkatan pengeluaran oleh pemerintah dan penurunan pajak juga dianggap jawaban yang baik untuk masalah ini.
Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam mengalami resesi. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Q3 2020 paling tinggi hanya bisa menyentuh 0 persen.
Sri Mulyani mengatakan ada peluang cukup signifikan, kalau pertumbuhan Q3 akan jatuh di zona negatif bila tidak berhasil mencapai posisi netral nol persen.
Jika prediksi Sri Mulyani benar terjadi, maka Indonesia akhirnya mengalami resesi teknikal yaitu kontraksi pertumbuhan di dua kuartal berturut-turut. Melengkapi kontraksi Q2 2020 di angka 5,3 persen.
Meski prediksi menunjukkan resesi sudah di depan mata, Sri Mulyani bilang masih ada beberapa cara untuk menyelamatkannya.
Ia mengatakan, selama konsumsi yang memiliki kontribusi 57,9 persen PDB dan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 32,3 persen PDB bisa dijaga, maka pertumbuhan Q3 bisa mencapai nol persen bahkan positif.
Pemerintah katanya akan berjibaku memulihkan dua indikator ini. Berbagai instrumen katanya dari bansos sampai strategi memulihkan kepercayaan diri investor akan digenjot.
“Kunci utamanya konsumsi dan investasi. Kalau konsumsi investasi masih negatif growth dan pemerintah mau all out masih sangat sulit untuk masuk di zona netral nol persen 2020,” ucap Sri Mulyani.
Penyebab Resesi Ekonomi di Suatu Negara
Secara umum, ekspansi dan pertumbuhan ekonomi tidak dapat bertahan selamanya. Diwartakan Business Insider, penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan biasanya dipicu oleh kombinasi faktor-faktor yang kompleks dan saling berhubungan, termasuk:
- Guncangan ekonomi. Peristiwa tak terduga yang menyebabkan gangguan ekonomi yang meluas, seperti bencana alam atau serangan teroris. Contoh terbaru adalah pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia.
- Kehilangan kepercayaan konsumen. Ketika konsumen mengkhawatirkan keadaan ekonomi, mereka memperlambat pengeluaran mereka dan menyimpan uang. Karena hampir 70% dari PDB bergantung pada belanja konsumen, seluruh perekonomian dapat melambat secara drastis.
- Suku bunga tinggi. Suku bunga tinggi membuat harga rumah, mobil, dan pembelian besar lainnya mahal. Perusahaan mengurangi pengeluaran dan rencana pertumbuhan mereka karena biaya pembiayaan terlalu tinggi dan mengakibatkan perekonomian menyusut.
- Deflasi. Kebalikan dari inflasi, deflasi berarti harga produk dan aset turun karena penurunan permintaan yang besar. Ketika permintaan turun, harga juga turun sebagai cara penjual mencoba menarik pembeli.
Orang-orang menunda pembelian, menunggu harga yang lebih rendah, menyebabkan spiral yang terus menurun atau aktivitas ekonomi yang lambat dan pengangguran yang lebih besar.
- Gelembung aset. Dalam gelembung aset, harga barang-barang seperti saham teknologi dot-com atau real estat sebelum Great Recession naik dengan cepat karena pembeli percaya harga akan terus meningkat.
Namun, kemudian gelembung pecah, orang kehilangan apa yang mereka miliki di atas kertas dan ketakutan muncul. Akibatnya, orang dan perusahaan menarik kembali pengeluaran, sehingga memberi jalan pada resesi.
Dampak Resesi Ekonomi
Resesi bersifat destruktif karena biasanya menciptakan pengangguran yang tersebar luas. Itulah mengapa banyak orang akan terkena dampak saat resesi terjadi. Ketika tingkat pengangguran meningkat, pembelian konsumen semakin turun. Bisnis bisa bangkrut.
Dalam banyak resesi, orang kehilangan rumah ketika mereka tidak mampu membayar cicilan rumah. Kaum muda sulit mendapatkan pekerjaan yang baik setelah lulus sekolah. Resesi juga bisa membuat orang lebih sulit untuk mendapatkan peluang dan promosi baru.
Mereka yang tetap bekerja mungkin akan tidak mengalami kenaikan gaji - atau harus bekerja lebih lama atau menerima pemotongan gaji.
Namun, dampak resesi biasanya tidak dirasakan sama di seluruh masyarakat, dan ketidaksetaraan dapat meningkat.
Ciri-Ciri Negara yang Terancam Resesi
Saat resesei, orang mungkin merasakan efek nyata seperti jumlah pengangguran naik, kebiasaan belanja berubah, penjualan melambat, dan peluang ekonomi berkurang.
Jadi dalam praktiknya, resesi tidak hanya ditandai oleh penurunan PDB riil, tetapi juga penurunan pendapatan pribadi riil, penurunan penjualan dan produksi manufaktur, dan kenaikan tingkat pengangguran.
Menurut The Balance, selama resesi, terjadi pertumbuhan kuartal negatif, diikuti oleh pertumbuhan positif untuk beberapa triwulan, dan kemudian pertumbuhan kuartal negatif lagi.
Resesi singkat, biasanya sembilan hingga 18 bulan. Namun, dampaknya bisa bertahan lama.
Tanda pertama terjadinya resesi adalah perubahan dalam industri manufaktur. Produsen menerima pesanan dalam jumlah besar berbulan-bulan sebelumnya yang diukur dengan laporan pesanan barang tahan lama.
Jika pesanan itu menurun seiring waktu, begitu pula pekerjaan pabrik. Ketika produsen berhenti merekrut, itu berarti sektor ekonomi lain akan melambat.
Penurunan permintaan konsumen biasanya merupakan penyebab di balik perlambatan pertumbuhan. Saat penjualan menurun, bisnis berhenti berkembang. Segera setelah mereka berhenti merekrut pekerja baru, saat itulah resesi mulai berlangsung.
Negara yang Mengalami Resesi karena Pandemi COVID-19
Salah satu negara yang memasuki resesi saat pandemi COVID-19 adalah Singapura yang pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi/perlambatan sampai 41,2 persen dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Angka tersebut merupakan nilai perlambatan paling rendah yang pernah dialami Singapura, salah satunya karena kebijakan karantina yang melumpuhkan sektor dagang di negara tersebut.
Beberapa ekonom memperkirakan ekonomi Singapura akan turun sampai 37,4 persen, dan sektor konstruksi akan mengalami perlambatan paling parah sampai 95,6 persen.
Informasi awal dari Kementerian Perdagangan dan Industri pada Selasa (14/7/2020) menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura year-on-year (yoy) turun sampai 12,6 persen. Pengamat sebelumnya memprediksi PDB anjlok sampai 10,5 persen.
Turunnya nilai PDB Singapura itu merupakan kontraksi kedua yang terjadi berturut-turut pada perekonomian Singapura. PDB sebelumnya turun 0,3 persen (yoy) pada kuartal I dan 3,3 persen jika dilihat dari kuartal-per-kuartal. Kondisi itu menunjukkan perekonomian Singapura menghadapi resesi.
Resesi biasanya terjadi selama dua periode tiga bulan - atau empat bulan - berturut-turut. Jika resesi berlangsung lama, atau sangat buruk, itu dikenal sebagai depresi.
Selain Singapura, Australia juga bersiap untuk resesi pertama dalam 29 tahun karena dampak pandemi virus corona COVID-19.
Angka resmi menunjukkan, ekonomi menyusut 0,3% dalam tiga bulan pertama tahun ini, di tengah kebakaran hutan dan tahap awal pandemi..
Pemerintah dan bank sentral telah meningkatkan langkah-langkah untuk mendukung perekonomian. Angka produk domestik bruto (PDB) terbaru menyoroti ekonomi Australia sedang berjuang dari bencana kebakaran hutan, perlambatan dalam pariwisata dan permintaan domestik yang lemah.
Pada bulan Maret, Reserve Bank of Australia memangkas suku bunga utamanya ke rekor terendah 0,25%. Bank sentral juga meluncurkan program pembelian obligasi tanpa batas.
Pada Mei 2020, Jepang juga mengalami resesi untuk pertama kalinya sejak 2015 karena ekonomi negara itu menyusut dengan laju tahunan 3,4% dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Seminggu sebelumnya, Jerman, tergelincir ke dalam resesi, diikuti Inggris dan AS yang juga mengalami penurunan tajam, demikian diwartakan BBC.com.
Editor: Agung DH