Menuju konten utama

Arti Klitih dalam Bahasa Jawa & Perkembangan Kasus Terbaru di Jogja

Wakapolda DIY mengatakan kasus klitih selama 2021 tercatat sebanyak 58 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 102 orang.

Arti Klitih dalam Bahasa Jawa & Perkembangan Kasus Terbaru di Jogja
Ratusan anggota organisasi masyarakat (Ormas) melakukan aksi di halaman Polda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (3/2/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

tirto.id - Kasus klitih di Yogyakarta kembali viral dalam beberapa hari terakhir, bahkan sempat ramai di Twitter pada hari Selasa lalu. Kala itu, seorang korban bernama Pipoy membagikan kisahnya kena klitih saat pulang kerja.

Pipoy mengatakan, insiden itu terjadi sekitar pukul 19.00 WIB di underpass Palagan. Saat itu Yogya sedang hujan dan matanya minus sehingga ia mengendarai motor dengan pelan.

"Aku lihat spion kiri udah ada motor metik 2 orang ciri-cirinya kurus semua, dia megang tangan aku langsung reflek keluar kata kasar terus aku buru-buru tancap gas," katanya kepada Tirto.

Sampai di kos, Pipoy melihat tangannya terluka dan jaketnya sobek. Kendati demikian, Pipoy memutuskan tidak melaporkan kejadian itu ke polisi.

Pipoy tidak sendiri, pada Senin, 27 Desember dini hari lalu, kasus serupa juga terjadi di Jalan Kaliurang Km 9, Kalurahan Sinduharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman. Pada kejadian tersebut, dua anak remaja dibacok orang tak dikenal.

Perkembangan Terkini Kasus Klitih di Yogya

Wakil Bupati Sleman, DIY, Danang Maharsa mengatakan, kasus "klithih" telah lama terjadi di DIY dan di Kabupaten Sleman. Menurut dia, kasus ini banyak melibatkan anak-anak dan remaja usia sekolah SMP dan SMA.

"Kembali maraknya aksi "klithih" ini sangat meresahkan masyarakat di Sleman, dan DIY pada umumnya akhir-akhir ini. Tentunya kita sangat prihatin, anak-anak seusai belasan mempunyai keberanian untuk menyakiti sesamanya, bahkan sampai ada korban yang tewas," katanya seperti dikutip Antara News.

Sebenarnya, kata Danang, banyak orang tua yang tahu anaknya keluar rumah pada malam hari, bahkan orangtua juga tahu kalau saat pergi anaknya membawa sepeda motor dan ada yang membawa senjata tajam.

"Tetapi kenyataannya banyak orangtua yang tidak mampu mencegah, karena mereka juga takut diancam oleh anaknya dan khawatir justru menjadi korban kekerasan dari anaknya sendiri. Dengan kondisi seperti ini maka sangat dibutuhkan adanya forum bersama untuk penanganan 'klithih'," katanya.

Ia berharap, forum bersama untuk menangani masalah kejahatan jalanan ini bisa segera direalisasikan. "Semua pihak harus berperan aktif dalam upaya pencegahan terjadinya kasus 'klitih' ini," kata Danang.

Ia berharap, dengan adanya forum bersama ini, penyelesaian soal "klithih" bisa lebih efektif dan efisien. "Tidak hanya para pemangku kepentingan yang terlibat, pihak keamanan TNI-Polri, pendidikan sekolah dan peran serta orang tua agar supaya mengawasi anak-anak tetap harus dilakukan," katanya.

Di sisi lain, Wakapolda DIY Brigjen Pol R. Slamet Santoso mengakui kasus "klitih" atau kejahatan jalanan yang terus terjadi di provinsi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan upaya penegakan hukum.

“Memang klitih ini kita harus selesaikan secara komprehensif, tidak bisa hanya dengan penegakan hukum," kata Slamet Santoso.

Menurut Slamet, kasus klitih atau kejahatan jalanan selama 2021 tercatat sebanyak 58 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 102 orang.

Kata Slamet, jumlah kasus meningkat dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 52 kasus. Dari 102 pelaku, sebagian besar atau 80 orang di antaranya masih berstatus pelajar, selebihnya pengangguran.

Arti Klitih dalam Bahasa Jawa

Apabila diartikan dalam bahasa Jawa, klitih merupakan aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Pemaknaan itu akhirnya bergeser menjadi aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam, atau aksi kriminal anak di bawah umur di luar kelaziman.

Tetapi seorang Kriminolog, Suprapto tidak sepakat kalau klitih terus dipakai untuk mendefinisikan kejahatan jalanan.

"Kejahatan jalanan itu beda dengan klitih," kata Kriminolog yang sebelumnya bergabung di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada ini.

"Jangan menyebut klitih karena klitih sendiri berarti aktivitas positif yang dilakukan untuk mengisi waktu luang. Sayangnya ini kemudian diadaptasi pelajar atau remaja untuk kegiatan mencari musuh," ujar Suprapto saat diwawancarai Tirto tahun lalu.

Sebenarnya, kata Suprapto, aktivitas yang dilakukan pelajar berbeda dengan aksi pembacokan di jalanan. Untuk mengatasi masalah kejahatan jalanan ini, kata dia, salah satunya adalah penggunaan pasal soal penganiayaan yang berecana.

"Pelaku kan sudah punya niat, sudah bawa senjata tajam dari rumah, ini bisa disangkakan dengan penganiayaan yang berencana dan hukumannya akan menjadi lebih berat," ujar Suprapto.

Baca juga artikel terkait ARTI KLITIH BAHASA JAWA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya