Menuju konten utama

Aries Susanti Memecahkan Rekor & Berbagai Stigma tentang Perempuan

Aries Susanti menjadi atlet perempuan pertama yang berhasil finis di bawah 7 detik pada nomor speed panjat tebing.

Aries Susanti Memecahkan Rekor & Berbagai Stigma tentang Perempuan
Atlet panjat tebing Indonesia Aries Susanti Rahayu mengibarkan Bendera Merah Putih setelah berhasil meraih medali emas pada kategori speed Asian Games 2018 di Arena Panjat Tebing Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (23/8/2018). ANTARA FOTO/INASGOC/Iwan Cheristian

tirto.id - Kontingen Indonesia sukses mendulang medali emas dalam kejuaraan dunia panjat tebing, IFSC Climbing World Cup 2019, yang diselenggarakan di Xiamen, Cina, Sabtu (19/10/2019). Aries Susanti Rahayu, wakil Indonesia di nomor speed perempuan, mengalahkan atlet unggulan tuan rumah, YiLing Song, pada partai puncak.

Tak puas cuma membawa pulang emas, Aries juga mencatatkan rekor dunia. Catatan waktunya (6,955 detik) mengantarkan Aries sebagai perempuan pertama sepanjang sejarah yang berhasil finis di bawah tujuh detik dalam nomor speed.

Angka ini melampaui rekor sebelumnya, 7,101 detik, yang dipegang YiLing Song sejak April 2019.

Medali dan rekor ini semakin terasa manis mengingat akhir Agustus lalu Aries sebenarnya dilanda ujian berat. Dia mengalami cedera jari tangan kanan. Di berbagai sesi latihan, Aries tak kunjung mencapai target.

“Namun, di tengah keraguan selalu ada pelatih, keluarga, dan tim yang selalu mendukung saya,” kata Aries, menjelaskan kenapa dia bisa bangkit dan berhasil.

Apa yang Aries peroleh di Cina menambah panjang daftar prestasinya di dunia panjat tebing. Sebelum ini dia tercatat pernah meraih emas dalam IFSC World Cup di Chongqing pada 26 April 2019. Dalam Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta dan Palembang, Aries juga menyumbang dua medali emas, masing-masing pada nomor speed dan relay beregu putri.

Melawan Pandangan Lawas

Lahir pada 21 Maret 1995 di sebuah desa kecil di Grobogan, Jawa Tengah, Aries sudah berbeda dari kawan-kawan sebayanya. Saat teman-teman perempuannya belajar dandan, Aries malah gemar menantang anak laki-laki balapan lari.

“Saat anak laki-laki itu kalah berlari, sambil cengengesan aku tidak sungkan segera meledek mereka: masak anak laki-laki kalah sama anak perempuan,” kata Aries saat wawancara dengan Tirto, 31 Agustus tahun lalu.

Saking seringnya bergaul dengan laki-laki, tetangga Aries kerap berkomentar pedas. “Sebelum kamu lahir, orangtuamu pengin punya anak laki-laki, tapi malah dapat anak perempuan lagi. Makanya kamu pecicilan,” kata Aries mengutip komentar-komentar tak mengenakkan tersebut.

Lingkungan Aries, dengan kata lain, adalah kebanyakan lingkungan di Indonesia dengan kultur patriarki yang kuat. Ia akan selalu memandang perempuan harus ada di bawah superioritas laki-laki.

Tapi, kondisi demikian sama sekali tidak menjadi halangan Aries untuk menjadi diri sendiri. Dia terus berlari dan berlari."

Aries mulanya memang lebih suka berlari meski dia terbiasa "memanjat pohon mangga dan mahoni sejak SD." Itu pula yang ada dalam pikirannya sejak kecil: jadi atlet lari.

Cita-cita menjadi atlet panjat tebing baru ada di benak Aries ketika ia kelas dua SMP.

“Saat duduk di bangku kelas dua SMP, 2007 lalu, pak Yuli, guru olahraga yang semula membimbingku berlatih lari, mengenalkanku dengan panjat tebing. Aku pun menyambutnya dengan antusias.”

Tekad Aries menekuni olahraga ini semakin bulat ketika dia mengingat-ingat kalau dia senang melihat para atlet panjat tebing beraksi di televisi. “Dari depan layar televisi itu aku tahu mengapa aku senang sekali memanjat pohon di sekitar rumah.”

Setahun setelah ajakan itu, Aries langsung mengukir tinta emas. Dia ditunjuk sebagai wakil Kabupaten Grobogan dalam Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Tengah dan sukses menjadi juara. Dari situ kemudian Aries lebih banyak menghabiskan waktunya untuk memanjat dan memanjat lebih tinggi dan cepat.

Hampir Gagal ke Pelatnas

Aries sempat menemui batu sandungan besar pada 2017. Di tahun itu, cita-citanya masuk pelatihan nasional (pelatnas) panjat tebing nyaris terkubur karena satu alasan: Jawa Tengah jarang mengirimnya ke tingkat nasional untuk lomba nomor individual.

Nasib Aries kemudian terselamatkan karena ada sejumlah pelatih panjat tebing nasional yang ternyata sudah melihat bakatnya selama berkiprah di daerah.

“Mereka memujiku dan bilang: di Pelatnas selama ini mereka cuma mengandalkan 'mobil Fortuner', padahal ada Ferrari di garasi.”

Keberhasilan masuk ke pelatnas kemudian mengantarkan Aries berkenalan dengan sosok-sosok yang punya kontribusi besar terhadap kariernya. Beberapa di antaranya adalah pelatih hebat macam Hendra Basir, Caly Setiawan, dan seniornya sesama atlet perempuan, Puji Lestari.

Nama terakhir adalah rekan satu tim Aries saat berhasil menjuarai nomor relay beregu perempuan pada Asian Games 2018. Saat itu Aries menyebut Puji sebagai sosok yang paling banyak memberikan suntikan semangat.

“Saat aku mengikuti Pelatnas dan berada jauh dari rumah, pelatih akan menjadi ayah keduaku, para senior menjadi kakak-kakakku, dan para junior bisa menjadi adik-adikku.” kata Aries.

Kini berbagai pencapaian gemilang telah berhasil diukir Aries. Kisahnya bukan hanya jadi sorotan televisi dan media, tapi juga diangkat menjadi sebuah film biopik berjudul “6,9 detik”. Film garapan sutradara Lola Amaria yang dibintangi sendiri oleh Aries ini sempat menuai pujian karena ceritanya yang dinilai inspiratif.

Aries mengatakan dia tidak akan berhenti memanjat.

“Aku pasti bisa terus memanjat, untuk ayah dan ibu, untuk keluarga keduaku, dan yang paling penting, untuk Indonesia,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait PANJAT TEBING atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino